KPU telah meminta KPU provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan penataan dapil sekalipun tahapan Pemilu 2024 belum disetujui pemerintah dan DPR. Namun penataan ini dipandang tetap perlu memperhatikan UU Pemilu.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum telah mengeluarkan surat edaran kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk pendataan wilayah administrasi dalam persiapan penataan daerah pemilihan. Upaya ini dipandang sebagai respons cepat KPU sekalipun tahapan pemilu serentak 2024 belum disetujui dengan pemerintah dan DPR. Namun, penyiapan dapil ini diharapkan tetap memperhatikan sejumlah prinsip penting agar dapat mendukung pemilu yang berintegritas.
Surat Edaran (SE) KPU RI Nomor 754/VIII/2021 yang ditujukan kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota perihal pendataan wilayah administrasi untuk persiapan penataan dapil itu dikeluarkan untuk merespons sejumlah perubahan terkait dengan dinamika kependudukan dan pengembangan kewilayahan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Aqqidatul Izza Zain, Sabtu (11/9/2021), di Jakarta, mengatakan, penataan ulang dapil memang merupakan kewenangan KPU yang diberikan oleh UU Pemilu. Hal itu didasarkan pada Pasal 192 Ayat (4) dan Pasal 195 UU Pemilu. Karena UU Pemilu tidak diubah, kewenangan penataan ulang dapil itu masih dapat dijalankan oleh KPU.
Namun, dari sisi penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, penyusunan dapil mesti memperhatikan prinsip kesinambungan/integralitas wilayah atau kesatuan wilayah yang utuh, serta prinsip alokasi kursi per dapil yang proporsional, yakni 3-12 kursi seperti diatur dalam Pasal 192 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain itu, memperhatikan pula prinsip coterminus (dapil sebangun) yakni dapil DPR RI sebangun dengan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
”Ada dua prinsip lain yang juga mesti dipertimbangkan di luar prinsip-prinsip wajib tersebut, yakni terkait dengan kondisi geografis dan transportasi, serta kondisi sosial budaya,” ucapnya.
UU Pemilu telah memberikan sejumlah rambu-rambu terkait penataan dapil oleh KPU.
UU Pemilu telah memberikan sejumlah rambu-rambu terkait penataan dapil oleh KPU. Izza menyebutkan, setidaknya ada dua pasal yang mesti dicermati oleh KPU dalam penataan ulang dapil, yaitu Pasal 192 dan Pasal 193 UU Pemilu. Menurut Pasal 193 UU Pemilu, penataan ulang dapil dapat dilakukan jika terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya suatu daerah pemilihan.
Lalu, Pasal 192 mengatur penataan ulang dapil anggota DPRD kabupaten/kota dapat dilakukan jika terdapat perubahan jumlah penduduk secara signifikan sehingga mempengaruhi alokasi kursi di suatu daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota dan berpotensi melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 192 Ayat (2) UU Pemilu, yaitu jumlah kursi setiap dapil anggota DPRD kabupaten/kota kursi paling sedikit tiga kursi dan paling banyak 12 kursi.
”Dengan memperhatikan constraint (batasan) yang terdapat dalam UU Pemilu, pada dasarnya kewenangan pentaan ulang dapil anggota DPRD kabupaten/kota itu dapat dilakukan sepanjang memenuhi prasyarat yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, kami mendukung langkah KPU dalam hal memitigasi potensi perubahan dapil anggota DPRD kabupaten/kota melalui SE Nomor 754/VIII/2021, serta penguatan kerangka kerja dan akuntabilitas penataan dapil melalui Sidapil (sistem informasi dapil),” katanya.
Namun, dalam melakukan penataan ulang dapil anggota DPRD kabupaten/kota, menurut Izza, sebaiknya dilakukan setelah ada data di daerah mana saja perubahan dapil itu bisa dilakukan. Selain itu, karena alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan merupakan tahapan penyelenggaraan pemilu, penataan ulang dapil anggota DPRD kabupaten/kota baru bisa dilakukan pada saat tahapan Pemilu 2024 telah berjalan.
Respons sensus penduduk
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Integritas Pemilu 2024 juga telah beraudiensi dengan KPU membahas soal upaya pembenahan dapil anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, mengatakan, penataan dapil dihadapkan pada hasil sensus kependudukan 2020 yang berdampak pada laju pertumbuhan penduduk. ”Kami (koalisi) ingin memastikan bahwa KPU dalam proses penentuan dapil nantinya tetap berkomitmen pada standar dan prinsip pembentukan dapil sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 185 UU Pemilu, dan kontekstual terhadap laju pertumbuhan pendudukan dan isu-isu pemekaran yang ada,” katanya.
KPU sering kali menghadapi persoalan penataan dapil akibat dinamika kependudukan dan kewilayahan di daerah. Apalagi KPU juga harus merepsons pertumbuhan pendudukan dengan merujuk pada hasil sensus penduduk 2020.
Anggota KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan, KPU sering kali menghadapi persoalan penataan dapil akibat dinamika kependudukan dan kewilayahan di daerah. Apalagi KPU juga harus merespons pertumbuhan pendudukan dengan merujuk pada hasil sensus penduduk 2020. Oleh karena itu, KPU perlu mempersiapkan sosialisasi terkait penyusunan dapil dan konsekuensinya terhadap alokasi kursi.
”Tahap penyusunan dapil dimulai pada November 2022 dan tahap penetapan dapil pada Februari 2023. Sekarang kita fokus pada pencatatan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan pada perkembangan dan persiapan sistem Sidapil,” katanya.
Evi mengatakan, selama ini ada kecenderungan mempertahankan prinsip berkesinambungan agar dapilnya tetap sama. Padahal, ada sejumlah persoalan, misalnya dapil yang tidak kongruen secara geografis atau dapilnya lompat. Ada pula soal keterwakilan, yakni dengan menyusun dapil yang tetap memperhatikan prinsip mendorong keterwakilan masyarakat setempat.
Terkait penataan dapil ini, anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan, penataan dapil harus diletakkan dalam konteks sistem pemilu yang presidensial. Artinya, penataan dapil harus tetap memperhatikan partai politik dan kandidat yang berkaitan langsung dengan konstituen.
Sementara itu, terkait kepastian tahapan pemilu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, hal itu perlu diputuskan sesegera mungkin. Harapannya, penyelenggara pemilu dapat cepat bekerja menyiapkan tahapan pemilu. ”Soal ini memang perlu diberi kepastian secepatnya, terutama untuk kesepakatan tanggal hari H pemilu. Kalau hal ini bisa dipastikan, KPU bisa menyiapkan segala sesuatunya dengan lebih maksimal dan menghitung tahapan lainnya,” katanya.
Saan mengatakan, menurut rencana, kepastian itu akan dibahas kembali dalam rapat kerja penyelenggara pemilu dengan pemerintah dan DPR, 16 September 2021. ”Kalau tahapan sudah diputuskan, nanti anggarannya juga akan mengikuti. Selama tahapan itu belum disepakati, KPU bisa menyiapkan proses lain yang dapat mendukung pelaksanaan tahapan,” ucapnya.