Diragukan, Janji DPR Berbenah Diri Mendengar Aspirasi
DPR berkomitmen tidak akan berhenti melakukan perbaikan guna meningkatkan kinerja legislasi hingga anggaran. Namun, oleh sejumlah kalangan, janji itu dinilai hanya janji belaka.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat berjanji untuk terus berbenah diri serta belajar mendengar, memahami, dan menyalurkan aspirasi rakyat. Masukan dan aspirasi dari masyarakat harus dibuka seluas-luasnya, terutama dalam setiap pembahasan rancangan undang-undang. Namun, janji ini diragukan karena berulang kali DPR dinilai tak mendengarkan aspirasi rakyat.
Ketua DPR Puan Maharani mengakui masih terdapat berbagai kekurangan dari DPR dalam fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh sebab itu, DPR berkomitmen untuk terus berbenah diri di usianya yang ke-76 tahun.
Masih terdapat berbagai kekurangan dari DPR dalam fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.
DPR tidak akan berhenti melakukan berbagai perbaikan untuk meningkatkan kerja-kerja legislasi, pengawasan, dan anggaran sebagaimana diamanatkan konstitusi. Menurut dia, tidak ada hal utama bagi DPR selain aspirasi rakyat sehingga DPR akan terus berbenah diri serta terus belajar untuk mendengar, memahami, dan menyalurkan aspirasi rakyat.
”Setiap masukan, pandangan, kemudian aspirasi dari masyarakat itu memang harus dibuka seluas-luasnya, ditampung seluas-luasnya dalam setiap pembahasan rancangan undang-undang yang sudah dibahas sehingga kita mendapatkan masukan dan aspirasi masyarakat yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Puan seusai Rapat Paripurna Peringatan HUT Ke-76 DPR di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Dalam menjalankan fungsi legislasi, lanjut Puan, DPR bersama pemerintah telah menyepakati Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah tahun 2020-2024 yang menargetkan 246 RUU. Adapun 33 RUU di antaranya masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021. Selama tahun sidang 2020-2021, DPR telah mengesahkan sembilan rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang (UU). Kemudian, ada 14 RUU sedang dalam pembicaraan tingkat I serta 17 RUU sedang dalam penyusunan.
Berkaitan dengan perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi, sepanjang tahun sidang 2020-2021 terdapat 79 perkara pengujian UU terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dari jumlah tersebut, ada lima perkara yang putusannya dikabulkan MK. ”Hal tersebut menunjukkan pelaksanaan fungsi legislasi DPR telah sejalan dengan konstitusi negara,” ucap Puan.
Dalam menghadapi situasi pandemi, lanjutnya, DPR berusaha melakukan upaya terbaik agar dapat menjalankan fungsi konstitusionalnya secara optimal. Pembatasan kehadiran secara fisik hingga 20 persen dalam rapat-rapat DPR dioptimalkan agar tidak mengurangi kualitas substansi dalam pembentukan UU, pembahasan anggaran negara, pengawasan kinerja pemerintah, serta pelaksanaan diplomasi. Apalagi sudah ada 10 anggota DPR yang meninggal akibat Covid-19.
”Walaupun saya juga mengakui, keterbatasan itu membuat target terkadang kalah harus berdamai dengan waktu, artinya mundur sedikit atau mungkin mundur. Itu tidak mungkin bisa sesuai dengan target karena memang ada beberapa komisi yang kemudian menyatakan meminta perpanjangan dalam pembahasan-pembahasan yang terkait dengan RUU,” kata Puan.
Meski demikian, DPR berjanji akan tetap bekerja secara optimal. Puan memastikan pembatasan tersebut tidak menghalangi DPR dalam bekerja memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat. ”Tak akan mengurangi kualitas substansi dalam pembentukan undang-undang, pembahasan anggaran negara, pengawasan kinerja pemerintah, serta pelaksanaan diplomasi,” ujarnya.
Untuk mendorong pengawasan kebijakan dan penyelenggaraan negara berjalan maksimal, DPR juga membentuk sejumlah tim pengawas dan tim pemantau. Di tahun sidang ini terdapat sembilan tim pengawas/pemantau yang masih ditugaskan dan 45 panitia kerja pengawasan yang dibentuk DPR.
Untuk mendorong pengawasan kebijakan dan penyelenggaraan negara berjalan maksimal, DPR juga membentuk sejumlah tim pengawas dan tim pemantau. Di tahun sidang ini terdapat sembilan tim pengawas/pemantau yang masih ditugaskan dan 45 panitia kerja pengawasan yang dibentuk DPR. Dari jumlah panja yang dibentuk, 21 di antaranya telah menyelesaikan tugasnya.
”Keberadaan tim pengawas dimaksudkan untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai kebijakan, baik yang dihasilkan oleh pemerintah maupun oleh DPR RI, sehingga dapat dipastikan manfaatnya bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Puan.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai janji DPR untuk menyerap aspirasi dalam pembahasan RUU hanya janji belaka. Sebab, dari beberapa pembahasan RUU, DPR dinilai tidak mendengarkan suara rakyat dan tidak memenuhi janjinya tersebut. Oleh sebab itu, publik tidak perlu terlalu banyak berharap terhadap janji-janji DPR.
Ia mencontohkan, DPR tetap mengesahkan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU Cipta Kerja yang ditolak publik. Dalam situasi itu bahkan rakyat menggelar demonstrasi besar-besaran untuk meminta pembatalan pembahasan kedua RUU itu. Namun, akhirnya DPR tidak mendengarkan aspirasi rakyat dan justru tetap mengesahkan keduanya.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai janji DPR untuk menyerap aspirasi dalam pembahasan RUU hanya janji belaka. Sebab, dari beberapa pembahasan RUU, DPR dinilai tidak mendengarkan suara rakyat dan tidak memenuhi janjinya tersebut.
Rakyat juga sering mendesak DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), tetapi faktanya sampai saat ini belum juga dibahas kembali. Padahal, RUU PKS sangat dibutuhkan masyarakat.
”Kalau soal janji yang muluk dan ideal, umumnya politisi akan melakukan itu. Soal melakasanakan atau tidak, itu urusan belakangan. Bahkan selalu ada jawaban untuk mengelak dari tanggung jawab,” ujar Ray.