Salim Segaf: Demokrasi Kerakyatan Bukan Sekadar Mencari Suara Terbanyak
Orasi Kebangsaan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri mengingatkan watak demokrasi Indonesia yang diamanatkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, yakni demokrasi kerakyatan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Salim Segaf Al-Jufri menilai, perkembangan demokrasi di Indonesia masih melupakan makna fundamental yang menjadi ciri utama demokrasi itu sendiri. Demokrasi di Indonesia baru sekadar prosedural, belum mencapai substansi, bahkan dinilai mengarah pada otoritarianisme.
Salim Segaf mengatakan, demokrasi di Indonesia sudah berkembang sedemikian rupa. Namun, perkembangan demokrasi cenderung melupakan makna fundamental dari demokrasi itu sendiri, yakni melahirkan kesejahteraan sebagai manifestasi dari cita-cita adil dan makmur.
Selain itu, demokrasi yang berkembang cenderung sekadar prosedural, belum sampai pada demokrasi substansial. Bahkan, banyak pengamat, akademisi, dan kalangan masyarakat sipil yang menilai demokrasi Indonesia cenderung mengarah pada otoritarianisme baru.
”Watak demokrasi Indonesia dalam pernyataan-pernyataan Bung Karno dan Bung Hatta sesungguhnya adalah demokrasi kerakyatan yang secara baik dimanifestasikan dalam sila keempat Pancasila,” kata Salim Segaf saat Orasi Kebangsaan di Mimbar Demokrasi Kebangsaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (27/8/2021).
Turut hadir dalam acara yang diselenggarakan secara virtual tersebut antara lain Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo dan Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini.
Menurut Salim Segaf, demokrasi kerakyatan bukan sekadar mencari suara terbanyak, tetapi kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat. Demokrasi kerakyatan adalah demokrasi yang berdiri tegak di atas orientasi etis, daya rasa rasionalitas, dan kearifan untuk mencapai konsensus. Karena itu, demokrasi di Indonesia bukan demokrasi liberal dan bukan juga demokrasi totaliter karena berkaitan secara menyeluruh dengan sila-sila Pancasila.
”Demokrasi kerakyatan bukan relasi menang-kalah, bukan saling adu kuat. Demokrasi kerakyatan mencegah kekuasaan dikendalikan oleh golongan mayoritas, kekuatan minoritas elite politik, dan pemodal,” tuturnya.
Dalam momentum HUT Ke-76 Kemerdekaan RI, Salim Segaf mengajak masyarakat untuk mengokohkan komitmen kebangsaan. Sebab, tidak mudah menyatukan bangsa Indonesia kecuali komitmen kebangsaan yang kuat untuk bersatu menemukan titik temu, yakni Pancasila sebagai negara. Bangsa Indonesia akan mencapai kemajuan jika memiliki komitmen kebangsaan yang kuat.
Komitmen tersebut antara lain menjaga persatuan dan kesatuan nasional serta komitmen untuk mengelola kohesivitas sosial di tengah beragam masalah yang berkelindan berbagai macam kepentingan. Menurut dia, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan maju apabila saling bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi tanpa memandang suku, agama, rasa, dan antargolongan.
”Hakikat dari kemerdekaan adalah tegaknya kedaulatan suatu bangsa untuk mewujudkan kepentingan nasional,” kata Salim Segaf.
Adapun Bambang Soesatyo dalam pidatonya mengingatkan, kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan menjadi sarana untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Peringatan kemerdekaan merupakan kesempatan sebagai momentum perenungan tentang hal-hal yang sudah diraih dan yang masih perlu diperjuangkan bersama dalam 76 tahun kemerdekaan.
”Peringatan kemerdekaan adalah momentum sakral yang dari padanya dihadapkan pada tiga pertanyaan, apa yang telah kita pelajari dari sejarah masa lalu, apa yang telah kita capai pada hari ini, serta apa yang kita rencanakan untuk masa depan?” ujarnya.
Bambang menuturkan, perjuangan Indonesia pada usia ke-76 tahun akan terasa sangat sulit akibat pandemi Covid-19. Tidak hanya soal kesehatan, pandemi juga berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,12 juta jiwa. Meski demikian, ada bonus demografi yang merupakan kesempatan baik bagi Indonesia untuk tetap tangguh menghadapi tantangan kebangsaan dan bertumbuh untuk menyongsong Indonesia emas 2045.
”Masih ada hikmah yang dapat kita syukuri, yaitu menguatnya solidaritas kebangsaan kita. Kita juga patut bersyukur bahwa setelah sembilan bulan terpukul ekonomi, kita bisa keluar dari jurang resesi dengan pertumbuhan 7,07 persen,” kata Bambang.
Sementara itu, Jazuli mengatakan, teknologi informasi telah berkembang sangat pesat. Sebagai salah satu komponen bangsa, PKS memiliki tanggung jawab untuk mengokohkan nilai-nilai kebangsaan agar tidak terkikis dengan globalisasi.
”Kalau kita tidak memiliki komitmen yang kuat tentang kebangsaan, bisa jadi nilai kebangsaan akan terkikis dengan nilai globalisasi yang merupakan efek perkembangan teknologi. Di sinilah pentingnya semua komponen bangsa harus berusaha bahu-membahu untuk mengokohkan nilai kebangsaan,” tutur Jazuli.