Pelajaran Penting dari Vonis Seumur Hidup Benny dan Heru
Kejaksaan mengeksekusi Benny Tjokro dan Heru Hidayat yang dihukum seumur hidup dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya dan pencucian uang.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung memperkuat putusan pengadilan sebelumnya yang menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Benny Tjokrosaputro, Direktur Utama PT Hanson International Tbk, dan Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera. Vonis terhadap terpidana kasus korupsi pengelolaan investasi dan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan pidana pencucian uang ini diharapkan jadi penanda agar industri asuransi bangkit kembali, lebih profesional, dan berhati-hati.
Putusan kasasi dijatuhkan majelis kasasi yang sama, diketuai Suhadi (Ketua Kamar Pidana MA) dengan hakim anggota Eddy Army dan Ansori. Perkara kasasi Heru Hidayat diputus pada 24 Agustus, sementara perkara Benny pada 21 Agustus.
Dalam perkara berbeda, Heru dan Benny juga masih menjalani persidangan dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri (Persero) dan dugaan pencucian uang.
Menindaklanjuti putusan kasasi MA, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan pers, Rabu (25/8/2021), mengatakan, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah menerima enam petikan putusan MA dalam perkara korupsi dan pencucian uang di PT Asuransi Jiwasraya.
Enam petikan putusan itu atas nama Heru Hidayat yang divonis penjara seumur hidup, Hari Prasetyo 20 tahun penjara, Hendrisman Rahim 20 tahun, Benny Tjokrosaputro (penjara seumur hidup), Syahmirwan (18 tahun), dan Joko Hartono Tirto 20 tahun penjara.
Leonard mengatakan, eksekusi terlaksana dari Rabu siang hingga sore. Terpidana menjalani hukuman di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang dan Rutan Salemba. ”Jika ada upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali, yang mungkin nanti akan diajukan terpidana ataupun penasihat hukumnya, hal itu tidak menangguhkan eksekusi oleh jaksa eksekutor,” kata Leonard.
Kuasa hukum Benny Tjokro, Muchtar Arifin, dan kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk, mengaku kecewa atas putusan kasasi kliennya. ”Kami sedang menunggu salinan putusan dari MA untuk dipelajari dan didiskusikan dengan klien, untuk langkah selanjutnya. Menurut kami, putusan itu tidak berlandaskan kebenaran dan keadilan,” kata Muchtar.
Pelajaran berharga
Ketua Dewan Pengawas Dewan Asuransi Indonesia Hotbonar Sinaga berpandangan, kekuatan hukum tetap terhadap para terdakwa dalam kasus Jiwasraya harus dimanfaatkan industri asuransi untuk berbenah. Kasus itu diharapkan menjadi pembelajaran berharga bagi pemangku kepentingan, seperti perusahaan asuransi dan perusahaan jasa keuangan, agar mengedepankan prinsip kehati-hatian dan profesionalisme dalam menjalankan bisnis.
”Maka dari itu, perusahaan asuransi harus lebih berhati-hati mengelola bisnisnya. Itu berarti tidak membuat produk-produk asuransi yang berisiko tinggi. Tentu dibutuhkan kehati-hatian dari manajemen perusahaan,” kata Hotbonar.
Pada 26 Oktober 2020, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana seumur hidup kepada Benny dan Heru. Mereka terbukti korupsi bersama-sama dengan Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Perbuatan mereka dinilai merugikan negara Rp 16 triliun.
Kepada Benny dan Heru, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 16,79 triliun secara tanggung renteng. Benny harus membayar uang pengganti Rp 6 triliun, sedangkan Heru Hidayat Rp 10,7 triliun.
Pengadilan Tipikor menghukum Hendrisman, Hary Prasetyo, Syahmirwan, dan Joko Hartono Tirto dengan vonis yang sama. Namun, di tingkat banding, hanya vonis Benny dan Heru yang dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukuman terdakwa lainnya dikurangi. (DEA/ANA/NAD/BKY)