Dispensasi Kewajiban Vaksin untuk Peserta Seleksi CASN 2021
Peserta seleksi CASN 2021 di Jawa, Madura, dan Bali wajib sudah divaksin dosis pertama. Badan Kepegawaian Negara memberi dispensasi bagi peserta yang belum mendapat vaksin Covid-19 dengan sejumlah ketentuan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Kepegawaian Negara memberikan dispensasi bagi peserta seleksi calon aparatur sipil negara atau CASN 2021 yang belum menerima vaksinasi Covid-19. Pelamar yang tidak bisa vaksin karena alasan kesehatan dapat menggunakan surat keterangan dokter.
Seleksi kompetensi dasar (SKD) CPNS dan seleksi kompetensi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) non-uru instansi pusat serta daerah akan diselenggarakan di kantor BKN Pusat, kantor regional, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) BKN yang akan dimulai pada 2 September 2021.
Adapun seleksi di titik lokasi tes mandiri instansi akan dimulai pada 14 September 2021 atau sesuai kesiapan dari instansi. Instansi akan menjadwalkan seleksi per peserta dan diumumkan di website serta media sosial.
Khusus peserta seleksi CASN 2021 di Jawa, Madura, dan Bali wajib sudah divaksin dosis pertama. Badan Kepegawaian Negara (BKN) memberikan dispensasi bagi peserta yang belum menerima vaksin Covid-19 dosis pertama.
Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian BKN Suharmen, Rabu (25/8/2021), mengatakan, ibu hamil atau menyusui, penyintas Covid-19 sebelum tiga bulan, dan peserta yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid yang tidak bisa divaksin membawa surat keterangan dokter yang menyatakan peserta tidak bisa divaksin.
”Jadi mereka masih tetap diberikan kesempatan, tetapi harus membawa surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa divaksin karena beberapa alasan,” kata Suharmen dalam konferensi pers Persiapan Pelaksanaan SKD CPNS dan Seleksi Kompetensi PPPK Non-Guru Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh BKN secara daring.
Kewajiban sudah divaksin ini juga menimbulkan kontroversi. Sebab, cakupan vaksinasi di Jawa dan Bali belum merata. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang diakses, Rabu (25/8/2021) pukul 18.30 WIB, hanya DKI Jakarta yang cakupan vaksinasinya di atas 100 persen dari kelompok target, yakni 115,5 persen.
Adapun cakupan vaksinasi di Banten sebesar 27,9 persen, Jawa Barat 23 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 52 persen, Jawa Tengah 23,6 persen, Jawa Timur 28,6 persen, dan Bali 92,5 persen.
Suharmen menegaskan, seluruh instansi harus segera berkoordinasi dengan satgas Covid-19 setempat untuk memastikan ketersediaan vaksin dan memobilisasi percepatan vaksinasi. Apabila tiga hari jelang pelaksanaan seleksi tidak mencukupi, setelah berkoordinasi dengan BKN Pusat, panitia seleksi instansi dapat memutuskan bahwa peserta tidak wajib divaksin.
Ia mengatakan, kewajiban yang dikeluarkan tidak boleh merugikan peserta. ”Bagi instansi yang ketersediaan di wilayahnya sangat rendah sehingga diperkirakan tidak mampu mencukupi kebutuhan peserta, mereka bisa bersurat. Nanti akan kita putuskan apakah peserta tadi wajib atau tidak wajib vaksin. Ini diimbau kepada seluruh instansi,” lanjutnya.
Menurut Suharmen, ada dua solusi untuk peserta yang belum mendapatkan akses vaksinasi. Pertama, jadwal seleksi dimundurkan. Kedua, Kementerian Kesehatan diharapkan mengirimkan vaksinasi dalam jumlah yang lebih besar ke wilayah yang cakupan vaksinasinya masih rendah.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, berharap penyelenggara pelayanan publik termasuk dalam penerimaan CPNS dan PPPK tidak mensyaratkan sesuatu yang tidak mungkin semua orang mempunyai akses yang sama untuk bisa memenuhinya.
”Soal vaksin itu tidak sepenuhnya dalam kontrol mereka, warga. Kontrol itu dalam artian distribusi yang belum merata. Bahkan, di Pulau Jawa pun belum semua sudah merata distribusinya dan semua warga mempunyai akses yang sama,” tutur Robert.
Ia menegaskan, syarat wajib vaksin itu dapat diterapkan jika negara sudah menjamin semua terdistribusi secara merata. Semua warga sudah mempunyai akses yang sama.
Menurut pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo, syarat harus sudah vaksin menjadi tidak adil jika pelamar CPNS tersebut belum pernah mendapatkan kesempatan vaksin karena keterbatasan ketersediaan vaksinasi. Ia mengingatkan, vaksin diprioritaskan bukan untuk orang muda yang menjadi pelamar CPNS.
Gitadi mengatakan, beberapa solusi bisa dilakukan, seperti melakukan protokol kesehatan secara ketat dalam seluruh rangkaian proses mulai dari pendaftaran hingga pelaksanaan tes. Selain itu, panitia dapat memfasilitasi tes usap antigen atau PCR untuk pelamar CPNS atau memprioritaskan vaksinasi bagi mereka.
”Pada dasarnya, mereka adalah juga warga negara yang berhak vaksin, apalagi dengan keberadaan varian baru yang juga mudah menginfeksi orang muda,” ucap Gitadi.
Ia juga mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan secara mendadak ini yang dinilai tidak adil bagi peserta. Pilihan terbaiknya adalah negara memfasilitasi vaksinasi untuk pelamar.
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Gabriel Lele, kebijakan wajib vaksinasi ini akan menimbulkan komplikasi. Negara tidak menjalankan kewajibannya untuk menyediakan vaksin yang menjadi hak masyarakat. Kewajiban itu justru sekarang dialihkan kepada masyarakat.
Ia menegaskan, jika pemerintah konsisten mencegah penyebaran Covid-19, mereka harus menyiapkan fasilitas tes antigen di lokasi seleksi yang dibiayai pemerintah dan diikuti protokol kesehatan.
Solusi lainnya, melalui tes secara daring dengan peserta wajib menghidupkan kamera. Namun, kata Gabriel, solusi ini akan sulit diterapkan bagi peserta di luar Jawa dan Bali karena persoalan akses internet.