Minta Laporkan Data Terkait ”King Maker”, KPK Janji Tindak Lanjuti
MAKI telah menyampaikan informasi terkait ”king maker” dalam kasus Joko Tjandra kepada KPK sejak September 2020. KPK seharusnya menindaklanjutinya ketika kejaksaan yang menangani kasus tersebut tak mengusutnya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengklaim penghentian supervisi penyidikan kasus pelarian terpidana kasus Bank Bali, Joko Tjandra, oleh Kejaksaan Agung sudah sesuai aturan. Jika memang pascaputusan perkara berkekuatan hukum tetap, masyarakat menemukan atau mengetahui adanya dugaan korupsi sebagai tindak lanjut penanganan perkara, masyarakat bisa melaporkannya ke KPK. KPK berjanji menindaklanjutinya.
Sebelumnya diberitakan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan praperadilan atas penghentian supervisi penyidikan kasus pelarian Joko Tjandra oleh Kejaksaan Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Praperadilan diajukan dengan harapan pengadilan meminta KPK melanjutkan supervisi, khususnya untuk mengungkap sosok dan peran king maker yang disebut sebagai sutradara agar Joko Tjandra tak perlu menjalani hukuman 2 tahun penjara dalam kasus Bank Bali pada 2009.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/8/2021), mengatakan, KPK menghormati hak setiap pihak untuk mengajukan praperadilan atas suatu penanganan perkara korupsi. Hal ini dilihat sebagai bentuk perhatian publik pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
”Dalam proses pengajuan praperadilan, pengadilan akan menguji dan memutuskan apakah pokok yang dipersoalkan memenuhi syarat atau tidak berdasarkan ketentuan pengajuan praperadilan,” ujar Ali.
Khusus terkait penghentian supervisi oleh KPK, Ali menjelaskan, berdasarkan ketentuan yang ada, pelaksanaan supervisi perkara oleh KPK hanya dilakukan sampai dengan tahap penyidikan. Dengan begitu, kegiatan supervisi dinyatakan selesai ketika perkara tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan.
”Perkara yang telah masuk dalam proses persidangan menjadi kewenangan majelis hakim. Siapa pun, termasuk KPK, tidak boleh melakukan intervensi dengan alasan apa pun,” ucap Ali.
Meski demikian, apabila pascaputusan dan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, masyarakat menemukan atau mengetahui adanya dugaan korupsi sebagai tindak lanjut penanganan perkara tersebut, hal tersebut dapat dilaporkan kepada KPK.
”Kami mempersilakan untuk melaporkannya dengan disertai data awal yang konkret. KPK pastikan akan tindaklanjuti,” ujar Ali.
Mengenai data terkait sosok dan peran king maker, Boyamin mengaku telah menyerahkan informasi yang dimilikinya ke KPK, September 2020. Tak hanya soal king maker, ia menyerahkan pula materi terkait ”bapakku” dan ”bapakmu” yang disebut pula dalam percakapan Whatsapp antara Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking.
Pinangki merupakan salah satu terpidana dalam kasus pengurusan fatwa bebas bagi Joko Tjandra. Adapun Anita Kolopaking, bekas pengacara Joko, jadi terpidana dalam kasus surat jalan palsu bagi Joko.
”Mereka (KPK) pernah berjanji akan meneruskan dan memproses dugaan adanya peran dan keterlibatan king maker, tetapi mana hasilnya? KPK malah menghentikan supervisi perkara ini,” ujar Boyamin, Senin (23/8/2021).
Soal keterlibatan king maker ini muncul pula dalam putusan hakim atas Pinangki dan Andi Irfan Jaya, terpidana lain dalam kasus pelarian Joko, awal Februari 2021. Hakim telah mencoba menggalinya, tetapi terdakwa ataupun saksi enggan mengungkapnya saat di persidangan.
Menurut pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, sudah tepat langkah MAKI untuk mengajukan praperadilan. Praperadilan dapat jadi alat untuk mendorong kewajiban hukum aparat hukum agar mencari, menemukan fakta, dan mengusut tuntas sebuah peristiwa pidana menjadi terang. ”Dalam hal ini, siapa dalang intelektual maupun siapa saja pelaku yang harus bertanggung jawab atas kasus Joko Tjandra,” ujarnya.
Praperadilan juga sebagai cara menguji kesungguhan aparat penegak hukum sekaligus mendorong akuntabilitas proses penegakan hukum atas kasus yang menjadi perhatian masyarakat.
Permohonan praperadilan, menurut dia, tidak harus selalu dimaknai secara dogmatis sebagaimana bunyi undang-undang. Lebih dari itu, harus memperhatikan, mencermati, dan menggali fakta-fakta sosial yang terjadi dalam masyarakat. ”Hakim diharapkan berani melakukan terobosan hukum demi kehormatan hukum, sebab harus tuntas suatu perkara, dalam hal ini ungkap siapa itu king maker,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, penghentian supervisi oleh KPK hendaknya masuk dalam obyek praperadilan. Sebab, menurut dia, supervisi merupakan bagian dari proses penyidikan. Maka, penghentian supervisi sama artinya menghentikan proses hukum guna mencari lebih lanjut pihak-pihak yang belum dimintai pertanggungjawaban secara hukum dalam kasus Joko Tjandra.
”Karenanya, relevanlah praperadilan dijadikan sebuah instrumental untuk menguji penghentian supervisi KPK, mengingat belum ada ruang hukum lain agar penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya memegang teguh prinsip kehatian-hatian, bertanggung jawab, dan tidak tebang pilih, termasuk terhindar dari tindakan sewenang-wenang,” ujarnya.
Selain itu, praperadilan dapat dimaknai sebagai bentuk pengawasan eksternal sekaligus koreksi terhadap kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum. Harapannya, aparat hukum dapat menjalankan kewenangannya lebih baik dalam upaya penegakan hukum yang berkualitas.
Untuk diketahui, mengacu pada Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), obyek praperadilan adalah sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. Kemudian, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.