Adanya ”king maker” dalam kasus Joko Tjandra kembali disinggung hakim dalam putusannya atas terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Namun, siapa sosok itu, masih misterius.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim menjatuhi hukuman berat bagi terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung untuk Joko Tjandra. Meski demikian, kasus itu masih menyisakan misteri. Ini terutama soal sosok ”king maker” yang tidak terjawab di pengadilan sekalipun majelis hakim mengaku telah berupaya menggalinya.
Vonis hakim atas Pinangki dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/2/2021). Majelis hakim dipimpin oleh hakim ketua Ignatius Eko Purwanto dengan dua hakim anggota, yaitu Agus Salim dan Sunarso.
Hakim dalam putusannya memvonis Pinangki 10 tahun penjara. Pinangki juga dihukum membayar denda Rp 600 juta. Hukuman ini jauh lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Hakim menilai Pinangki melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni korupsi, pencucian uang, dan permufakatan jahat. Meski ia menyangkal uang 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar dari Joko melalui Andi Irfan Jaya, bukti percakapan Pinangki dan Anita Kolopaking, bekas pengacara Joko, memperlihatkan sebaliknya. Dari jumlah tersebut, sekitar 50.000 dollar AS diserahkan kepada Anita untuk jasa pengacara.
Majelis hakim juga menilai uang yang diterima Pinangki tersebut telah dibelanjakan untuk kebutuhan pribadi Pinangki.
Terkait permufakatan jahat, pada pertemuan 25 November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia, Pinangki, Anita, Joko, dan Andi mendiskusikan rencana Joko agar bisa masuk ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman sekaligus biaya yang dibutuhkan.
Joko seperti diketahui divonis 2 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2008 dalam kasus korupsi Bank Bali. Namun, saat itu dia kabur dan baru ditangkap polisi pada pertengahan 2020.
Terlalu rendah
Atas perbuatan Pinangki itu, hakim menilai tuntutan jaksa atas Pinangki terlalu rendah. Hakim beralasan perlu vonis lebih tinggi karena Pinangki bekerja sebagai jaksa. Selain itu, ia dinilai berbelit-belit, menyangkal perbuatannya, dan menutupi keterlibatan pihak lain.
Dalam pembacaan putusan, hakim juga menyinggung soal sosok ”king maker”. Sosok itu disebut Pinangki saat berkomunikasi dengan Anita melalui percakapan Whatsapp. Keberadaan sosok itu pun dibenarkan saksi, yaitu Rahmat.
Namun, baik Rahmat, Pinangki, maupun Anita tak mau menjelaskan siapa sosok itu. ”Majelis hakim berusaha menggali ke terdakwa, tetapi tetap tak mau menjelaskan. Terdakwa tak menjelaskan siapa ’king maker’ itu,” kata majelis hakim dalam putusannya.
Terdakwa kedua
Pinangki menjadi terdakwa kedua dalam kasus pengurusan fatwa bebas MA bagi Joko, yang divonis bersalah oleh hakim. Andi lebih dulu dijatuhi hukuman oleh hakim pada pertengahan Januari lalu. Andi disidang oleh majelis hakim yang sama dengan Pinangki dan dijatuhi pula hukuman yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Soal ”king maker”, hakim juga menyebutnya dalam putusan Andi. Namun, hakim pun menyatakan tidak berhasil mengungkapnya di pengadilan.
Berdasarkan catatan Kompas, keberadaan ”king maker” pertama kali diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, akhir September 2020. Saat itu, ia melaporkan materi terkait ”king maker” ke KPK.