Presiden Jokowi: Lipat Gandakan Perlawanan Hadapi Pandemi Covid-19
Presiden Jokowi pada Peringatan 1 Muharam, Istighotsah dan Doa Tolak Bala untuk Keselamatan Bangsa bersama Para Ulama menyatakan, kepatuhan masyarakat terapkan protokol kesehatan mencerminkan semangat hijrah tahun ini.
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman Covid-19, terutama varian Delta, telah memaksa warga untuk berubah dan menyesuaikan berbagai kegiatan. Kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan mencerminkan semangat hijrah dalam perilaku keseharian. Tahun Baru Islam 1 Muharam 1443 Hijriah yang bertepatan dengan bulan kemerdekaan Republik Indonesia mesti kita manfaatkan untuk melipatgandakan ikhtiar lahiriah dan batiniah dalam melawan pandemi Covid-19.
Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan pidato pada Peringatan 1 Muharam, Istighotsah, dan Doa Tolak Bala untuk Keselamatan Bangsa bersama Para Ulama, Senin (9/8/2021) malam. Mengawali sambutannya, Presiden menuturkan bahwa banyak hal berubah di masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Presiden Jokowi: Vaksin dan Prokes untuk Akhiri Pandemi Covid-19
”Bulan yang lalu, kita merayakan hari raya Idul Adha dengan cara yang tidak biasa. Sebagian besar dari kita menjalani malam takbir dan shalat Id di rumah. Masyarakat pun tidak lagi melakukan takbir keliling seperti biasanya. Itu semua karena kita mematuhi protokol kesehatan demi mengatasi pandemi,” kata Presiden.
Bulan yang lalu, kita merayakan hari raya Idul Adha dengan cara yang tidak biasa. Sebagian besar dari kita menjalani malam takbir dan shalat Id di rumah. Masyarakat pun tidak lagi melakukan takbir keliling seperti biasanya. Itu semua karena kita mematuhi protokol kesehatan demi mengatasi pandemi. (Presiden Joko Widodo)
Kepala Negara menuturkan bahwa ancaman Covid-19, utamanya varian Delta, telah memaksa kita untuk berubah dan melakukan penyesuaian dalam berbagai kegiatan, termasuk aktivitas keagamaan. ”Itu adalah ikhtiar kebaikan. Itu salah satu contoh dari hijrah yang diamanahkan oleh Nabi Muhammad SAW,” katanya.
Hal itu merupakan kesadaran untuk menjadi lebih baik, kesadaran untuk rela berkorban demi hal-hal yang lebih besar. Kesadaran untuk membangun budaya hidup baru yang lebih bermanfaat dan produktif.
Baca juga: Presiden Jokowi: Hadapi Pandemi Butuh Kepemimpinan Lapangan yang Kuat
Presiden mengatakan bahwa masa pandemi juga memberikan pelajaran berharga untuk kita renungkan. Dahulu, perjuangan Rasulullah SAW berhijrah dari Mekah ke Madinah telah membuat Islam berkembang pesat, menyebar luas, dan menjadi kekuatan yang disegani di jazirah Arab. Kebersamaan, keberanian, dan solidaritas diperlukan untuk mengatasi ancaman.
Perbedaan latar belakang sosial dan budaya justru menjadi kekuatan. ”Persaudaraan kaum Muhajirin dan Ansar dalam menyukseskan perjuangan dakwah Nabi merupakan uswah, merupakan contoh,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Kepatuhan umat Islam memakai masker, menjaga jarak, dan membatasi mobilitas mencerminkan semangat hijrah dalam perilaku keseharian kita. Semua itu untuk menghindari terinfeksi Covid-19 demi keselamatan dan kesehatan bersama, membangun pola hidup lebih sehat, serta meninggalkan kebiasaan yang merugikan kesehatan.(Presiden Joko Widodo)
Lebih lanjut Presiden menuturkan bahwa kepatuhan umat Islam memakai masker, menjaga jarak, dan membatasi mobilitas mencerminkan semangat hijrah dalam perilaku keseharian kita. Semua itu untuk menghindari terinfeksi Covid-19 demi keselamatan dan kesehatan bersama, membangun pola hidup lebih sehat, serta meninggalkan kebiasaan yang merugikan kesehatan.
Baca juga: Bak Sejarah Mengusir Penjajah, Indonesia Pun Pasti Menang Melawan Pandemi...
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara mengajak semua umat Islam terus meneguhkan ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniah, dan ukhuwah basyariah. ”Mari kita terus kembangkan budaya moderasi beragama, toleransi, inklusivitas, dan ta’awun (tolong menolong antarsesama umat Islam). Sebarkan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin. Teladani akhlak Nabi dengan mengajarkan kebersamaan dan toleransi serta menghindari siar kebencian,” katanya.
Saat kita memasuki tahun baru Hijriah ke-1443 ini bertepatan dengan bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Proklamasi 17 Agustus 1945, 76 tahun lalu, merupakan wujud hijrah kita dalam melepaskan diri dari kolonialisme untuk menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. ”Momentum ini harus kita manfaatkan untuk melipatgandakan ikhtiar lahiriah dan batiniah dalam melawan pandemi,” kata Presiden.
Baca juga: Wapres Amin: Tanggulangi Covid-19 di Jabodetabek secara Terintegrasi
Kepala Negara pun menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada para masyayikh, ulama, kiai, dan habaib. Demikian juga kepada pimpinan umat agama lain yang selalu membantu dan bekerja sama dengan pemerintah dengan tidak henti-hentinya memanjatkan doa dan melakukan ikhtiar batin untuk keselamatan bangsa dan negara.
Mengakhiri pidatonya, Presiden mengajak umat memasuki tahun baru dengan penuh harapan. ”Dengan doa dan keyakinan, semoga Allah SWT senantiasa memberkahi dan melindungi bangsa Indonesia (agar) segera dibebaskan dari berbagai wabah dan marabahaya,” katanya.
Tatanan baru
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengatakan, kita tengah memasuki tatanan dunia baru. Kita harus sadar dan sekaligus mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan dan perubahan. ”Di antaranya, ketergantungan terhadap teknologi menjadi realitas sehari-hari yang tidak bisa dimungkiri,” katanya.
Negara-negara maju dan para aktor global sedang saling bersaing ketat dan memperebutkan pengaruhnya melalui penguasaan internet, telekomunikasi, kecerdasan buatan, media sosial, platform-platform digital, realitas virtual, drone, dan eksplorasi ruang angkasa. Tren yang berkembang hingga saat ini masih didominasi kekuatan teknologi tinggi dan sistem kapitalisme yang melahirkan elite teknooligarki.
Baca juga: Keamanan dan Perang Teknologi Bakal Warnai Persaingan AS-China
Said Aqil menuturkan, ancaman bencana ekologis adalah realitas yang juga harus diwaspadai. Realitas perubahan iklim dengan berbagai konsekuensinya, kerusakan lingkungan yang berkepanjangan, eksploitasi berlebihan sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi, serta polusi sampah dan plastik adalah fakta yang menuntut kepedulian seluruh warga dunia.
Saat ini kita tengah berada di dunia yang tanpa batas dengan derasnya arus informasi yang tidak mudah dibendung sehingga susah membedakan mana informasi benar dan mana yang salah. Demikian halnya kita saat ini sedang menghadapi serbuan narasi radikalisme, terorisme, dan liberalisme, (yang) semakin masif dan intensif menanamkan pengaruhnya melalui pintu pop culture, kebudayaan pop, melalui film, musik, animasi, game, dan lain-lain. (Said Aqil Siroj)
Persoalan tersebut membutuhkan penanganan mendesak. Ancaman krisis air, pangan, dan energi di masa depan pun perlu segera diantisipasi. Perubahan struktur hubungan antarmanusia, budaya, dan tatanan sosial baru juga membutuhkan solusi.
”Saat ini kita tengah berada di dunia yang tanpa batas dengan derasnya arus informasi yang tidak mudah dibendung sehingga susah membedakan mana informasi benar dan mana yang salah. Demikian halnya kita saat ini sedang menghadapi serbuan narasi radikalisme, terorisme, dan liberalisme, (yang) semakin masif dan intensif menanamkan pengaruhnya melalui pintu pop culture, kebudayaan pop, melalui film, musik, animasi, game, dan lain-lain,” katanya.
Baca juga: Media Sosial Percepat Paparan Radikalisme
Demikian pula tren pertemanan global, kerja sama lintas batas, dan komunitas global yang saling memengaruhi tidak bisa dimungkiri. ”Maka, sangat mendesak bagi kita untuk segera melakukan rekayasa sosial dan kebudayaan dengan strategi yang lebih komprehensif agar kita mampu menjaga stabilitas sosial, identitas budaya, dan karakter bangsa agar tidak tereduksi,” ujar Said Aqil.
Perubahan struktur ekosistem dan pemangku kepentingan ekonomi yang lebih agresif, tren investasi, perdagangan, dan transaksi bisnis ke bisnis, pemerintah ke pemerintah, serta orang ke orang melalui jalur digital semakin masif. Dalam persaingan sangat ketat, keamanan siber menjadi tantangan utamanya.
Ada perubahan penggunaan mata uang konvensional ke mata uang digital. Keberadaan data sebagai sumber daya masa depan dan minyak jenis baru yang tanpa privasi pun mulai intensif ditambang dan diperebutkan. ”Demikian halnya industri kesehatan, farmasi, dan bioteknologi telah menjadi panglima pertumbuhan ekonomi adalah realitas baru yang menjungkirbalikkan struktur ekosistem dan stakeholders ekonomi lama,” kata Said Aqil.
Pergeseran konstelasi global sedang terjadi. Perang dagang, perubahan geopolitik dunia, instabilitas kawasan, kejahatan siber, perang proksi, perang asimetris, dan kejahatan terorisme menjadi konflik dan ketegangan-ketegangan jenis baru yang apabila tidak diantisipasi akan membahayakan perdamaian dunia.
Dinamika
”Wabah Covid-19 telah mengubah dinamika global. Berbagai tekanan mendalam sedang dihadapi oleh individu, organisasi, dunia usaha, negara, dan stakeholders bangsa lainnya. Keseimbangan kehidupan tengah terganggu. Ketidakteraturan sosial dan ketidakpercayaan publik serta gangguan kesehatan mental menjadi semakin mengemuka beriringan dengan tekanan ekonomi yang semakin menguat,” kata Said Aqil.
Mendasarkan pada perkembangan dan realitas tersebut, kata Said Aqil, hal pertama yang dibutuhkan adalah kesiapsiagaan nasional. Hal ini mesti didukung kebijakan publik yang lebih berorientasi serta berpihak pada masyarakat dan kedaulatan nasional serta berbasis pada keseimbangan kepentingan orang, planet, kemakmuran, perdamaian, dan kemitraan atau people, planet, prosperity, peace, dan partnership.
”Kedua, kebersamaan antara pemerintah, masyarakat, organisasi masyarakat sipil, korporasi, dan stakeholders sebangsa lainnya untuk mengambil langkah antisipatif. (Hal ini dengan) Melakukan berbagai upaya engineering dan menjaga stabilitas sosial, ekonomi, budaya, politik, dan keamanan bangsa sekaligus mengambil langkah antisipatif agar jangan sampai pandemi mengarah pada krisis serta menyiapkan perlindungan terhadap guncangan global yang mungkin akan terjadi,” kata Said Aqil.
Ketiga, bagi warga nahdliyin dan seluruh jejaring NU di semua lapisan, Said Aqil mengajak berbenah diri. ”Kita harus menjadi leader dalam transformasi digital. Harus menjadi ekosistem nahdliyin yang kokoh, mandiri, berdaulat, berdaya saing dan berdaya tawar tinggi,” katanya.
Said Aqil mengajak mereka segera mengambil peran strategis dalam kehidupan sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, politik, ilmu pengetahuan, dan keamanan. ”Perkokoh kedaulatan siar agama Islam di Indonesia dengan spirit Islam Nusantara yang ramah, damai, dan toleran di kala online maupun offline. Segera isi semua ruang kosong kehidupan kerakyatan, kebangsaan, dan kenegaraan dengan nilai-nilai, tradisi, spirit, dan khazanah Nahdlatul Ulama,” katanya.
Perkuat pengabdian kepada masyarakat agar NU selalu hadir, hidup, dan senantiasa melayani masyarakat. Kita harus selalu optimistis dan pantang menyerah dengan keadaan. (Said Aqil Siroj)
Perguruan tinggi dan pesantren di lingkungan NU diajak memperkuat riset-riset ilmiah sehingga warga nahdliyin semakin maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. ”Perkuat pengabdian kepada masyarakat agar NU selalu hadir, hidup, dan senantiasa melayani masyarakat. Yang paling penting lagi, kita harus selalu optimistis dan pantang menyerah dengan keadaan,” ujar Said Aqil.
Melalui momentum bulan Muharam ini, umat diajak meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. ”Kita tingkatkan amal saleh kita. Mari bersedekah pada alam dengan lebih peduli pada lingkungan. Bersedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan, khususnya kepada anak yatim. Mari kita perkuat zikir, salawat, doa istigasah kita kepada Allah SWT agar wabah segera berakhir; masyarakat, bangsa, dan negara kita selamat, sehat, dan jauh dari marabahaya,” kata Said Aqil.
Said Aqil pun mengajak menjadikan bulan Muharam sebagai momentum spiritual, momentum kemanusiaan, dan momentum berdedikasi. ”Dengan demikian, hubungan dengan Allah SWT semakin dekat, hubungan dengan sesama manusia semakin baik, dan dedikasi terhadap kemajuan bangsa serta kemajuan peradaban semakin nyata,” katanya.