Data Harun Masiku belum dipublikasikan di situs Interpol. Padahal KPK menyatakan “red notice” sudah diterbitkan akhir Juli lalu. Validitas penerbitan ”red notice” untuk Harun Masiku pun dinilai patut dipertanyakan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi mencari Harun Masiku, buronan kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan, masih dipertanyakan. Data Harun Masiku belum dipublikasikan di situs resmi Interpol meski KPK menyatakan bahwa red notice sudah diterbitkan sejak akhir Juli 2021.
Berdasarkan penelusuran Kompas pada Minggu (8/8/20210), di situs resmi Interpol, www.interpol.int, terdapat lima buronan internasional berkewarganegaraan Indonesia yang masuk red notice. Akan tetapi, tidak satu pun mencantumkan data Harun Masiku. Red notice yang dimaksud adalah keterangan untuk mencari atau menangkap seseorang yang dicari penegak hukum atau pengadilan internasional untuk keperluan ekstradisi.
Berdasarkan penelusuran Kompas pada Minggu (8/8/20210), di situs resmi Interpol, www.interpol.int, terdapat lima buronan internasional berkewarganegaraan Indonesia yang masuk red notice. Akan tetapi, tidak satu pun mencantumkan data Harun Masiku.
Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan telah meminta bantuan pihak Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Interpol untuk mencari Harun Masiku. Diduga Harun Masiku berada di luar negeri sehingga KPK pun meminta Interpol menerbitkan red notice atas dirinya (Kompas, 3/8/2021).
Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada awal Januari 2020. Ia diduga menyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar dirinya dapat menjadi pengganti caleg terpilih, Nazarudin Kiemas, yang meninggal. Harun Masiku merupakan calon anggota legislatif (caleg) PDI-P dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka, keberadaannya tak diketahui.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Minggu sore, mengakui, data Harun Masiku tidak ada di situs resmi interpol. Terkait hal itu, pihaknya telah berkoordinasi dan mempertanyakan kepada kepolisian.
Menurut dia, publikasi nama buronan didasarkan pada permintaan negara lain. Sementara itu, buronan yang diajukan oleh negara asalnya tidak dipublikasikan di situs NCB-Interpol Indonesia. ”Kalau dari permintaan dalam negeri Indonesia sendiri itu tidak dicantumkan, tetapi bisa diakses oleh seluruh anggota Interpol,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Minggu sore, mengakui, data Harun Masiku tidak ada di situs resmi interpol.
Oleh karena itu, kata Ali, data Harun Masiku sebagai buronan internasional tetap dapat diakses seluruh anggota Interpol. Penegak hukum juga bisa mengaksesnya melalui sistem jaringan Interpol. ”Tidak terpublikasinya di website tentu tidak mengurangi upaya pencarian buronan tersebut karena negara-negara lain masih bisa mengaksesnya,” katanya.
Direktur Penyidikan KPK Setyo Budianto mengatakan, pencarian Harun Masiku masih terus diupayakan. Salah satunya berkoordinasi dengan Interpol dan meminta penerbitan red notice karena pihaknya menduga buronan itu saat ini berada di luar negeri.
Menurut dia, koordinasi dengan sejumlah negara juga sudah dilakukan. Beberapa negara yang dimaksud telah memberikan respons dan mengoordinasikannya dengan Interpol. Akan tetapi, ia tidak bisa membeberkan informasi terkait. ”Informasi itu bersifat internal,” kata Setyo.
Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, validitas penerbitan red notice untuk Harun Masiku patut dipertanyakan. Semestinya, buronan internasional yang masuk dalam kategori tersebut datanya akan terpublikasikan di situs resmi Interpol secara otomatis.
Meski demikian, menurut Hikmahanto, penerbitan red notice sebenarnya tidak serta-merta akan mempermudah pencarian Harun Masiku. Sebab, penangkapan buronan di luar negeri harus disertai dengan insiden yang memungkinkan keberadaan mereka diketahui oleh otoritas setempat. Contohnya, buronan menyalahi aturan imigrasi atau melakukan tindak pidana.
Tanpa pelanggaran tersebut, kata dia, polisi di berbagai negara tidak bisa diharapkan untuk mencari Harun di negaranya. ”Untuk mengatasi kendala ini, KPK harus menyewa detektif swasta untuk mencari tahu keberadaannya di luar negeri,” ujar Hikmahanto.
Ia menambahkan, inisiatif seperti itu memungkinkan KPK mendapatkan informasi seputar Harun Masiku. Informasi yang dimaksud nantinya dapat disampaikan kepada otoritas setempat untuk ditindaklanjuti. ”Pada saat bersamaan, KPK juga perlu meminta central authority Indonesia yang berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM untuk mengantisipasi apabila keberadaan Harun Masiku di luar negeri sudah diketahui,” katanya.