Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan pandemi Covoid-19, menguji desentralisasi atau otonomi daerah yang telah berjalan selama 20 tahun. Inilah tantangannya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang telah berjalan selama 20 tahun kini diuji dengan hadirnya pandemi Covid-19. Pemerintah daerah dengan segala kewenangan yang dimiliki diharapkan saling bersinergi dan menghilangkan ego sektoral agar segera bisa keluar dari pandemi.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, saat ini pelaksanaan otonomi daerah tengah menghadapi ujian karena hadirnya pandemi Covid-19. Praktik otonomi daerah yang telah dipilih sejak 2001 sehingga membuat setiap daerah bisa menjalankan pemerintahannya secara otonom ditantang bersinergi dengan daerah lain dan pemerintah pusat dalam upaya mengatasi pandemi beserta dampaknya.
Di era otonomi daerah, keserentakan langkah dan kebijakan dari seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan. Daerah tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dalam membuat kebijakan untuk mengatasi pandemi karena diperlukan kerja sama dalam membentuk kekebalan imunitas sebagai salah satu solusi untuk keluar dari pandemi.
"Dalam kondisi pandemi ini membutuhkan keserentakan dalam melaksanakan strategi pencegahan penyebaran Covid-19, keserentakan membangun kekebalan komunitas, ketahanan pangan, industri alat kesehatan, dan jaring pengaman sosial," ujar Akmal saat Perayaan Puncak 20 Tahun Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bertajuk "Perkuat Tata Kelola Ekonomi, Daerah Berdaya Saing" yang dilaksanakan secara daring, Jumat (6/8/2021).
"Dalam kondisi pandemi ini membutuhkan keserentakan dalam melaksanakan strategi pencegahan penyebaran Covid-19, keserentakan membangun kekebalan komunitas, ketahanan pangan, industri alat kesehatan, dan jaring pengaman sosial" (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik)
Pemerintah pusat dan daerah, lanjut ia, sama-sama bertanggung jawab menghadirkan pelayanan publik yang baik dan membantu masyarakat keluar dari pandemi. Presiden Joko Widodo pun telah memberikan arahan kepada kepala daerah untuk bersinergi dan berkolaborasi melalui sistem-sistem yang telah dibangun.
"Ini bukan hal yang mudah jika ego sektoral mewarnai praktik-praktik otonomi daerah," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 744,75 triliun pada tahun ini untuk penanganan Covid-19. Anggaran itu mencakup aspek kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas kementerian/lembaga dan pemda, dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, korporasi, serta insentif usaha.
"Pemda diharapkan bisa mempercepat penyerapan anggaran dan memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk membantu masyarakat terdampak sesuai dengan kewenangan yang dimiliki masing-masing pemda," ujarnya.
Hingga 20 tahun otonomi daerah, lanjut Ketua Umum Partai Golkar itu, ketergantungan pemda terhadap dana dari pemerintah pusat masih sangat tinggi. Saat ini, rata-rata ketergantungan dana yang bersumber dari transfer ke daerah dan dana desa mencapai 80,1 persen. Sementara pendapatan asli daerah hanya mampu menyumbang sekitar 12,87 persen dari total APBD.
Di era mendatang, ruang fiskal akan semakin terbatas untuk dapat mencapai tujuan pemerataan ekonomi. Oleh sebab itu, pemda perlu memaksimalkan potensi daerah sesuai kewenangan yang dimiliki dan regulasi yang telah ditetapkan.
"Strategi pendanaan tidak hanya menitikberatkan pada APBD dan APBN, skema lain untuk penyediaan infrastruktur dan layanan publik bisa menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha," tutur Airlangga.
Mampu tingkatkan pembangunan
Pelaksana Direktur Eksekutif KPPOD Herman N Suparman mengatakan, belakangan suara-suara mengenai resentralisasi kembali menguat. Sebagian pihak menilai otonomi daerah gagal yang ditunjukkan dengan adanya belum tercapainya kemandirian fiskal, partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan yang rendah, dan korupsi.
"Kami mendorong agar ada pondasi yang kuat bagi penerapan tata kelola ekonomi daerah karena daerah-daerah yang berhasil menjalankan otonomi daerah selalu memperhatikan tata kelola kebijakan kelembagaan pelayanan publik dan perencanaan penganggaran yang fokus" (Pelaksana Direktur Eksekutif KPPOD Herman N Suparman)
Namun di sisi lain, masyarakat perlu melihat keberhasilan otonomi daerah dengan segala kewenangan yang dimilikinya mampu memberikan peningkatan pembangunan, perbaikan tata kelola daerah, perbaikan kualitas pelayanan publik, serta pengurangan pengangguran dan kemiskinan.
"Kami mendorong agar ada pondasi yang kuat bagi penerapan tata kelola ekonomi daerah karena daerah-daerah yang berhasil menjalankan otonomi daerah selalu memperhatikan tata kelola kebijakan kelembagaan pelayanan publik dan perencanaan penganggaran yang fokus," ucap Herman.
Menurut dia, masih ada sejumlah pekerjaan rumah dalam era otonomi daerah agar bisa berjalan maksimal. Partisipasi publik mesti diperkuat dalam mendesain kelembagaan ekonomi politik yang inklusif. Desentralisasi asimetris perlu diperluas agar mampu menjembatani antara otoritas dan kapasitas.
"Desentraliasasi asimetris tidak hanya terbatas pada daerah otonomi khusus, tetapi perlu diperluas agar apa yang diserahkan pada pemda didukung oleh kapasitas pelaksana yang baik," tutur Herman.