Pertanyaan kepada Calon Hakim Agung agar Lebih Substantif
Komisi Yudisial akhirnya menyiarkan secara utuh sesi wawancara para calon hakim agung pada Seleksi Calon Hakim Agung 2021 hari kedua, Rabu (4/8/2021). Hal ini pun disambut baik masyarakat sipil.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wawancara hari kedua untuk seleksi calon hakim agung 2021, pada Rabu (4/8/2021), akhirnya disiarkan secara utuh lewat Youtube oleh Komisi Yudisial. Pertanyaan seputar rekam jejak dan integritasnya kepada publik turut diperdengarkan kepada publik.
Sebelumnya, pada hari pertama wawancara Seleksi Calon Hakim Agung 2021 pada Selasa (3/8/2021) kemarin, KY tak menyiarkannya secara utuh. Beberapa pertanyaan seputar rekam jejak dan integritas calon hakim tidak diperdengarkan suaranya. Publik pun tidak dapat mengikuti wawancara yang berlangsung saat itu meski dapat mengikuti secara visual. Hal itu pun sempat menuai kritik dari masyarakat sipil.
Kali ini, KY melanjutkan wawancara lima calon hakim agung untuk kamar pidana. Mereka adalah Adly, Catur Iriantoro, Suharto, Subiharta, dan Prim Haryadi. Mereka diwawancari oleh sembilan orang, terdiri dari seluruh komisioner KY dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie.
Suharto, salah satu calon hakim agung ini, misalnya, mendapat pertanyaan dari Komisioner KY Siti Nurjanah terkait dengan potensi konflik kepentingan. Bagaimana sikap Soeharto apabila dihadapkan dengan pengawasan hakim yang sulit dibina, tetapi hakim tersebut adalah anak dari hakim agung. Kebetulan, dari data KY, Suharto memiliki dua anak yang menjabat sebagai hakim. Nurjanah juga menanyakan bagaimana Suharto mengelola konflik kepentingan, apabila perkara yang ditangani anaknya mengajukan kasasi atau peninjauan kembali di MA.
Soeharto menjawab, sesuai dengan Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman, hakim berhak mundur dari perkara yang ditangani apabila ada potensi konflik kepentingan. Karena itu, apabila kelak dirinya terpilih sebagai hakim agung, kemudian menangani perkara yang sebelumnya diputus oleh anaknya, dia akan melapor kepada ketua muda MA agar diganti majelisnya.
Suharto, salah satu calon hakim agung ini, misalnya, mendapat pertanyaan dari Komisioner KY Siti Nurjanah terkait dengan potensi konflik kepentingan. Bagaimana sikap Soeharto apabila dihadapkan dengan pengawasan hakim yang sulit dibina, tetapi hakim tersebut adalah anak dari hakim agung.
”Di MA sudah ada mekanismenya sesuai Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman sehingga tidak ada masalah,” kata Suharto.
Terkait dengan jabatan anaknya yang juga hakim di pengadilan tingkat pertama, Suharto menegaskan bahwa dirinya sudah mewanti-wanti anaknya agar tidak menggunakan jabatan bapaknya. Saat ini, Suharto menjabat sebagai Panitera Muda Pidana Khusus di MA.
Sementara itu, Prim Haryadi, calon hakim agung lainnya, juga mendapatkan pertanyaan tajam dari Komisioner KY Sukma Violetta. Sukma menanyakan temuan KY pada saat proses asesmen tahun 2019. Prim ketahuan mencontek pada tahapan itu. Namun, Prim membantah temuan itu. Menurut dia, mencontek pada saat proses asesmen sulit dilakukan karena diawasi ketat oleh pegawas. Dia juga meminta KY mengecek rekaman CCTV untuk membuktikan apakah dia benar-benar mencontek.
”Saya klarifikasi tidak benar jika dikatakan saya mencontek saat itu. Posisi di depan saya ada pengawas, dan di dekat saya ada calon lain. Bisa dikroscek di rekaman CCTV saat itu,” ujar Prim, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA.
Sukma juga menanyakan tentang bagaimana Prim menjaga relasi sosial untuk menjaga integritas dan menghindari konflik kepentingan apabila telah menjadi hakim agung. MA, misalnya, wajib menjaga relasinya dengan organisasi advokat yang dapat berpotensi konflik kepentingan saat penanganan perkara.
Namun, berdasarkan catatan KY, Prim pernah mengikuti kegiatan golf sehat bersama anak dari mantan Ketua MA Hatta Ali, dan pimpinan himpunan bank negara. Sukma mempertanyakan apakah pertemuan itu etis karena berkaitan dengan pihak-pihak yang berpotensi berperkara di MA.
Prim menjawab, saat itu dia diundang dalam acara golf sehat bersama ulang tahun Universitas Islam Indonesia (UII). Kebetulan, Ketua MA sekarang adalah Ketua Ikatan Alumni UII sehingga dia diperintahkan untuk menghadiri undangan tersebut. Kegiatan tidak hanya golf, tetapi juga kegiatan sosial.
”Berkaitan dengan permainan golf, kami tidak bersentuhan dengan pimpinan himpunan bank negara. Kami bermain sendiri dengan rekan sesama pengadilan,” kata Prim.
Kurang substantif
Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pihaknya mengapresiasi perbaikan yang dilakukan oleh KY pada hari kedua seleksi wawancara. Menurutnya, keterbukaan forum klarifikasi rekam jejak sangat penting dan prinsipil karena hukum yang berlaku untuk persidangan adalah terbuka untuk umum. Karena itu, calon hakim agung yang akan bersidang wajib dibuka riwayat rekam jejaknya kepada publik.
”Namun, kami masih menyayangkan pertanyaan klarifikasi rekam jejak belum tajam dan spesifik. Pertanyaan masih sebatas formalitas, yang tidak menyentuh hal-hal substantif,” ujar Julius.
Keterbukaan forum klarifikasi rekam jejak sangat penting dan prinsipil. (Julius Ibrani)
Julius berharap, dalam seleksi wawancara berikutnya, KY dapat menggali lebih dalam, misalnya terkait putusan-putusan yang dibuat oleh hakim tersebut ataupun yang menjadi perdebatan publik. Selain itu, terkait dengan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) dan asal-usul harta kekayaan juga dapat diperdalam pertanyaannya.
”Namanya seleksi, pertanyaan harus betul-betul selektif. Jangan sampai KY hanya menjadi panitia seleksi yang mengejar formalitas semata,” ucap Julius.