Tidak Ada Calon Hakim TUN Pajak yang Lolos Seleksi KY
Dari 24 calon hakim agung yang lolos seleksi di Komisi Yudisial, tidak ada sama sekali calon hakim agung tata usaha negara (TUN) khusus pajak. Padahal, Mahkamah Agung meminta dua orang hakim agung TUN pajak.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial atau KY meloloskan 24 calon hakim agung untuk selanjutnya melangkah ke tahap wawancara. Namun, dari 24 calon yang lolos itu tidak ada sama sekali calon hakim agung tata usaha negara atau TUN khusus pajak. Padahal, MA meminta dua orang hakim agung TUN pajak untuk mengisi kekosongan hakim yang pensiun.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Fajar Mukti Nur Dewata dalam konferensi pers secara daring, Jumat (30/7/2021), mengatakan, ada 24 calon hakim agung yang lolos seleksi kesehatan, asesmen kepribadian, dan rekam jejak. Mereka di antaranya 15 calon hakim agung pidana. Mereka akan memperebutkan delapan formasi kebutuhan hakim agung di kamar pidana MA.
Nama-nama yang lolos seleksi ini pun tidak asing bagi publik karena telah menjabat di MA. Sebut saja Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Prim Haryadi, Kepala Badan Pengawasan MA Dwiarso Budi Santoso, dan sejumlah pejabat di MA lainnya.
Di kamar perdata, KY berhasil meloloskan enam orang calon hakim agung. Mereka akan memperebutkan dua formasi kebutuhan hakim agung di kamar perdata. Di kamar militer terseleksi tiga orang calon hakim agung yang akan mengisi kebutuhan satu orang di kamar militer. Adapun kebutuhan dua orang di kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak tidak berhasil diloloskan oleh KY. ”Calon hakim agung dari kamar TUN pajak tidak ada yang lolos pada tahapan seleksi ini,” ujar Juru Bicara KY Miko Ginting.
Mukti menjelaskan, KY telah melakukan seleksi calon hakim agung sejak Maret 2021. Seleksi dilakukan untuk mengisi kekosongan 13 calon hakim agung di MA. Komposisinya adalah 2 orang di kamar perdata, 8 orang di kamar pidana, 1 orang di kamar militer, dan 2 orang di kamar TUN khusus pajak.
Pada tahapan awal ada 409 peserta yang ikut seleksi administrasi. Hanya 116 calon yang lolos pada tahapan itu. Kemudian, dari 166 calon menyusut menjadi 45 setelah mengikuti seleksi kualitas. Memasuki tahapan seleksi kesehatan, kepribadian, dan seleksi rekam jejak hakim, hanya ada 24 calon yang lolos.
”Pada 6-30 Juli ini, 45 calon lolos masuk pada tahap seleksi kesehatan, kepribadian, dan rekam jejak. Dari hasil rapat pleno, hanya 24 di antaranya yang lolos seleksi,” kata Mukti.
Para calon yang lolos ini selanjutnya akan mengikuti seleksi wawancara pada 3-7 Agustus mendatang. Calon yang memenuhi syarat akan diusulkan ke DPR untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan.
Para calon yang lolos ini selanjutnya akan mengikuti seleksi wawancara pada 3-7 Agustus mendatang.
Carikan solusi
Anggota Komisi III, Taufik Basari, menyoroti terkait tidak adanya calon hakim TUN khusus pajak yang lolos seleksi KY. Menurutnya, persoalan itu harus dicarikan solusi. Sebab, MA secara spesifik telah menyurati KY terkait kebutuhan dua hakim agung (TUN) pajak. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi, dikhawatirkan akan mengganggu kinerja MA dalam penanganan perkara.
Oleh karena itu, KY harus berkomunikasi dengan MA terkait dengan permasalahan itu. Sejumlah opsi bisa dipilih, misalnya dengan mendorong perguruan tinggi dan praktisi perpajakan untuk melakukan talent scouting calon hakim TUN pajak. Ini bisa menjadi cara untuk mencari calon terbaik dari kalangan akademisi dan praktisi pajak dalam mencari calon hakim agung tersebut.
”Masalah itu tentu harus dicarikan solusi. Apakah dengan cara memperpanjang seleksi untuk mencari kebutuhan calon hakim agung TUN pajak? Ini harus dibicarakan bersama antara KY dan MA,” kata Taufik.
Politikus Nasdem itu berpandangan, KY dan MA harus memiliki kesepahaman dalam mengatasi perkara kekurangan hakim TUN khusus pajak. Kesepahaman itu bisa dijadikan dasar untuk mencari opsi mengatasi persoalan yang ada.
Adapun terkait dengan minimnya calon hakim agung yang lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR, Taufik mengatakan, ada banyak faktor yang memengaruhinya. Pertama adalah kualitas calon hakim itu sendiri. Dari sisi kualitas, apabila calon tersebut plagiat saat membuat makalah, tidak mungkin dipaksakan lolos.
Adapun terkait dengan minimnya calon hakim agung yang lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR, Taufik mengatakan ada banyak faktor yang memengaruhinya. Pertama adalah kualitas calon hakim itu sendiri.
Demikian juga saat yang bersangkutan tidak bisa menerangkan dasar tugasnya sebagai hakim agung. Calon seperti itu tidak akan diloloskan dalam uji kepatutan dan kelayakan. ”DPR juga harus mengikuti aturan UU yang ada yang telah diperbarui dengan putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013. Jumlah calon hakim agung yang diajukan ke DPR harus sesuai dengan kebutuhan MA sehingga DPR tinggal menyetujui atau tidak. Ketika ada banyak calon yang tidak disetujui oleh DPR, itu akan berefek pada kekurangan hakim di MA,” ujar Taufik.