Pemerintah Tak Gunakan UU ITE untuk Melawan Penyebar Hoaks Covid-19
Pemerintah menyatakan tidak akan menggunakan UU ITE untuk menangani penyebar hoaks seputar Covid-19 di media sosial. Sebaliknya, para tokoh agama digandeng untuk melawan hoaks.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak akan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menangani penyebar hoaks atau kabar bohong terkait Covid-19 di media sosial. Kontranarasi di dunia maya dan dunia nyata terus diperkuat dengan melibatkan para tokoh agama agar masyarakat tidak terhasut hoaks.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengakui, masih banyak hoaks terkait Covid-19 yang tersebar di media sosial. Hoaks itu antara lain berupa narasi provokatif kepada masyarakat agar tidak mengikuti program vaksinasi dan mengajak masyarakat tidak percaya Covid-19 karena hanya konspirasi.
Untuk mengatasi hoaks itu, pemerintah melawannya dengan kontranarasi melalui penyebaran fakta-fakta mengenai Covid-19. Pemerintah tidak akan mengambil langkah hukum dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam melawan penyebar hoaks karena berpotensi menjadi tindakan sewenang-wenang yang tidak selaras dengan semangat demokrasi.
Masih banyak hoaks terkait Covid-19 yang tersebar di media sosial. Hoaks itu antara lain berupa narasi provokatif kepada masyarakat agar tidak mengikuti program vaksinasi dan mengajak masyarakat tidak percaya Covid-19 karena hanya konspirasi.
Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Implementasi UU ITE yang ditandatangani Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Dalam SKB itu ditegaskan bahwa pihak yang bisa membuat laporan adalah korban.
”Kalau pemerintah melakukan tindakan hukum kepada penyebar hoaks, maka tidak sesuai dengan semangat demokrasi, apalagi jumlahnya banyak,” kata Mahfud saat Silaturahim Virtual Menko Polhukam dengan Alim Ulama, Pengasuh Pondok Pesantren, Pimpinan Organisasi Masyarakat Lintas Agama, dan Forum Koordinasi Pimpinan Daeah se-Jawa Tengah, Sabtu (31/7/2021).
Berdasarkan catatan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), dalam periode 1 Januari 2020-16 Juli 2021, beredar 1.064 hoaks terkait Covid-19. Temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika jauh lebih banyak. Dalam rentang 23 Januari 2020-17 Juli 2021, terdapat 1.760 hoaks seputar Covid-19.
Mahfud menuturkan, tidak semua penyebar hoaks sengaja memprovokasi masyarakat untuk tidak percaya dengan Covid-19. Sebagian hoaks juga disebarkan oleh masyarakat yang tidak tahu bahwa informasi yang mereka bagikan adalah kabar bohong.
Oleh sebab itu, ia mengajak seluruh masyarakat, terutama para tokoh agama, untuk ikut memerangi hoaks. Mereka bisa turut aktif di media sosial dengan menyebarkan informasi-informasi yang benar. Di dunia nyata pun, para tokoh agama diminta ikut mengedukasi masyarakat agar patuh melaksanakan protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi.
”Perilaku tokoh agama selalu diikuti oleh masyarakat sehingga, jika semua masyarakat secara kolektif berperilaku melawan Covid-19, penyebaran bisa dihentikan,” tuturnya.
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah Musahadi menilai, pemerintah belum memenangi perang melawan hoaks di media sosial. Menurut dia, kelompok masyarakat yang paling mudah mempercayai hoaks adalah kelompok yang terdampak secara ekonomi dari kebijakan pembatasan yang dilakukan pemerintah.
”Harus ada pendekatan personal dengan mendatangi secara langsung karena pendekatan berbasis kebudayaan jauh lebih efektif,” katanya.
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah Musahadi menilai, pemerintah belum memenangkan perang melawan hoaks di media sosial.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengingatkan masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan. Apalagi, penularan di Jateng cukup tinggi karena sebagian besar pasien tertular varian Delta yang bisa menular dengan cepat.
Penambahan kapasitas tempat tidur dan fasilitas penunjang di rumah sakit bukanlah solusi terbaik karena tidak menghilangkan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19. ”Sehebat apa pun layanan di rumah sakit, kalau kita tidak mengendalikan diri, potensi terpapar akan tinggi,” ucapnya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, pandemi mengajarkan masyarakat untuk peduli terhadap sesama dan memperkuat solidaritas. Oleh sebab itu, semua elemen masyarakat harus bergotong rotong melawan pandemi bersama-sama. Para tokoh agama memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan dalam penanganan pandemi kepada masyarakat.
”Kita membutuhkan kolektivitas, kebersamaan, kedisipilinan, dan kesadaran bersama karena Covid-19 tidak akan bisa bertahan jika ada pembatasan jarak fisik,” kata Yaqut.