Unit Kerja Resolusi dan Monitoring Ombudsman sedang mencari jalan penyelesaian dengan KPK dan BKN terkait problem TWK. Dua hari ke depan, Ombudsman akan menyurati KPK dan BKN untuk menanyakan tindak lanjutnya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman masih menunggu tindak lanjut dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait temuan malaadministrasi berlapis dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan atau TWK pegawai KPK. Jika KPK tak memberikan tindak lanjut pada hari ke-30 sejak laporan tersebut dikeluarkan, Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi.
Anggota Ombudsman RI (ORI), Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, setelah laporan diserahkan kepada pihak terlapor, yakni KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta disampaikan kepada Presiden, maka tim pemeriksa sudah selesai bekerja. Selanjutnya, laporan ini masuk pada Unit Kerja Resolusi dan Monitoring di ORI.
”Di Ombudsman justru kekuatannya di sini. Banyak sekali hasil laporan kami yang ditindaklanjuti itu bukan semata kekuatan atau kualitas laporannya, melainkan justru pada daya eksekusi yang ditopang oleh Unit Kerja Resolusi dan Monitoring,” kata Robert, Jumat (30/7/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan Robert dalam diskusi publik bertajuk ”Malaadministrasi Tes Wawasan Kebangsaan” yang diselenggarakan secara daring oleh Transparency International Indonesia (TII). Hadir juga sebagai pembicara, anggota Wadah Pegawai KPK, Novariza; Ketua Bidang Advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur; dan Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan H Suyatmiko.
Robert menjelaskan, saat ini Unit Kerja Resolusi dan Monitoring ORI sedang menyamakan persepsi serta mencari jalan penyelesaian bersama dengan pihak terlapor. Dalam dua hari ke depan, Ombudsman akan menyurati KPK dan BKN untuk menanyakan perkembangan tindak lanjutnya.
Pada hari ke-30 setelah laporan diserahkan, Ombudsman akan memastikannya kembali. Robert menegaskan, jika tidak ada hasil yang signifikan, Ombudsman masuk pada tahap rekomendasi.
Sementara rekomendasi dari Ombudsman merupakan produk hukum akhir yang wajib dilaksanakan terlapor. Apabila tidak mematuhi rekomendasi tersebut, maka sama dengan tidak patuh hukum.
Novariza mengatakan, hasil temuan dari Ombudsman menjadi semangat baru bagi pegawai KPK. Sebab, keyakinan mereka selama ini terbukti. Banyak terdapat temuan malaadministrasi serta pelanggaran prosedur dan wewenang dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Menurut Novariza, TWK yang dilaksanakan merupakan bentuk pelemahan kepada KPK. Sebab, cara itu digunakan untuk menyingkirkan pegawai yang dianggap bertentangan dengan keinginan pimpinan. TWK muncul secara tiba-tiba dan tidak ada penjelasan karena keinginan dari pimpinan.
Ia menegaskan, malaadministrasi dan pelanggaran tersebut dapat berdampak pada kepercayaan publik terhadap KPK. Karena itu, KPK diharapkan mematuhi arahan dari Ombudsman. Polemik ini harus disudahi. Jika KPK tidak segera menindaklanjuti, Presiden sebagai pimpinan tertinggi dapat mengambil alih.
Wawan H Suyatmiko mengingatkan, dalam survei Global Corruption Barometer (GCB) Asia 2020, hanya 51 persen publik yang disurvei menilai kinerja KPK cukup baik dalam satu tahun terakhir. Hal tersebut sejalan dengan tren menurunnya tingkat kepercayaan publik. Rendahnya kepercayaan publik kepada KPK sejalan dengan berbagai upaya pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut.
Menurut Muhammad Isnur, Ombudsman bukan pertama kali berani melawan pelemahan terhadap KPK. Ombudsman berhasil membongkar skenario jahat di balik pelemahan tersebut, salah satunya pada perkara TWK ini.
Masih dipelajari
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, hingga kini, hasil pemeriksaan Ombudsman atas pelaksanaan TWK pegawai KPK masih dipelajari oleh Biro Hukum KPK.