Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Lili Pintauli Cukup Bukti untuk Disidangkan
Lili Pintauli Siregar diduga melanggar kode etik karena menginformasikan kasus yang melibatkan Wali Kota Tanjung Balai (nonaktif) Syahrial. Ia juga diduga menekan Syahrial terkait problem kepegawaian adik ipar Lili.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK akan menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pada pekan depan. Sidang etik ini diharapkan dijadikan momentum bagi Dewas KPK menjawab keraguan publik atas keberadaannya yang dianggap menolerir pelanggar etik oleh insan KPK.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/7/2021), mengatakan, Dewas menemukan cukup bukti untuk menyidangkan Lili Pintauli atas laporan tiga pegawai KPK terkait dugaan kasus jual beli perkara yang melibatkan Wali Kota (nonaktif) Tanjung Balai M Syahrial.
”Sudah siap gelar sidang (etik) minggu depan,” ujar Albertina.
Sebelumnya, dugaan pelanggaran etik Lili dilaporkan oleh Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi nonaktif KPK Sujanarko serta penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata. Laporan dilayangkan pada 8 Juni 2021.
Ada dua dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan. Pertama, dugaan Lili menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Syahrial. Lili diduga melanggar prinsip integritas yang tercantum pada Pasal 4 Ayat (2) Huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Kedua, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Syahrial demi urusan penyelesaian masalah kepegawaian yang dialami adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjung Balai. Terkait hal ini, Lili diduga melanggar prinsip integritas yang diatur di Pasal 4 Ayat (2) Huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK No 2/2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Albertina menegaskan, Dewas KPK akan bekerja sesuai dengan tugasnya seperti yang diatur di dalam perundang-undangan dalam menangani perkara dugaan pelanggaran etik oleh Lili. ”Kami tetap berkomitmen untuk itu,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, belakangan ini, ada dua putusan Dewas KPK yang kontroversial di publik. Pertama, Dewas hanya memberikan teguran tertulis kepada Pelaksana Tugas Direktur Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto, yang terbukti mengetahui pencurian barang bukti 1,9 kilogram emas oleh bawahannya.
Kedua, Dewas KPK memutuskan untuk tidak melanjutkan laporan dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan. Putusan itu bertolak belakang dengan temuan Ombudsman Republik Indonesia yang menemukan malaadministrasi berlapis dalam pelaksanaan tes sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara tersebut.
Fakta persidangan
Di dalam persidangan perkara dugaan suap dengan terdakwa Syahrial yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Senin (26/7/2021), bekas penyidik KPK Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju mengungkapkan adanya dugaan komunikasi antara Lili dan Syahrial.
Terhadap fakta persidangan itu, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, seluruh keterangan saksi ataupun fakta-fakta persidangan akan dikonfirmasi kembali kepada para saksi dan alat bukti lainnya yang akan dihadirkan pada agenda persidangan berikutnya.
”Termasuk pada saatnya nanti juga akan dikonfirmasi kepada terdakwa,” ujar Ali. Berikutnya, jaksa akan menyimpulkan seluruh fakta-fakta tersebut pada bagian akhir persidangan dalam analisis yuridis surat tuntutan.
Kompas sudah mencoba meminta keterangan dari Lili terkait penyebutan dirinya di persidangan Syahrial ataupun rencana Dewas KPK menggelar sidang etik, tetapi tidak direspons.
Dalam jumpa pers pada 30 April 2021, Lili menegaskan tak pernah berkomunikasi dengan Syahrial untuk membahas kasus yang dimaksud. Ia menyebut bahwa sebagai pimpinan KPK yang ditugaskan di bidang pencegahan, ia tidak dapat menghindari komunikasi dengan para kepala daerah.
Menjaga kepercayaan publik
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, berpendapat, siapa pun yang mengetahui dan terlibat atas kasus Syahrial semestinya diperiksa menjadi saksi di pengadilan. Artinya, jaksa dan majelis hakim PN Tipikor Medan harus memanggil Lili untuk membuat kasus ini semakin terang.
Terkait laporan dugaan pelanggaran etik Lili yang naik ke sidang etik Dewas KPK, Azmi mendorong agar Dewas mampu mengusut tuntas kasus ini. Jika terbukti, Dewas tak perlu ragu menjatuhi hukuman kepada Lili.
Apalagi, lanjut Azmi, berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, disebutkan pimpinan KPK dilarang bertemu langsung ataupun tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani KPK.
Jika mengacu pada pasal itu, Lili tak hanya bisa terancam sanksi etik, ia terancam pula pidana penjara paling lama 5 tahun sesuai Pasal 65 UU KPK. Artinya, apabila kelak Lili terbukti dan dikenai sanksi, ia harus diberhentikan. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 32 Ayat (1) huruf f.
”Jelas ini melanggar hukum dan menyalahgunakaan kedudukannya sebagai komisioner KPK. Ini momentum bagi Dewan Pengawas KPK agar bersikap tegas pada komisioner,” kata Azmi.
Azmi menyampaikan, jika putusan Dewas tidak sampai pada ancaman pasal-pasal tersebut, kepercayaan publik terhadap Dewas akan semakin sulit diharapkan. Terlebih, di persidangan Syahrial, nama Lili telah disebutkan oleh Stepanus dan itu harus dinilai sebagai alat bukti yang kuat di sidang etik nanti.
”Kegaduhan dan catatan merah pada KPK di ranah publik sudah terjadi beberapa kali. Ini tidak baik bagi kepercayaan publik pada instansi penegak hukum seperti KPK ke depan,” ujar Azmi.
Lebih dari itu, jika Dewas mampu menjatuhi hukuman yang berat bagi Lili, ini akan menunjukkan peran dan fungsinya yang bekerja secara optimal. Independensi Dewas pun tak diragukan lagi oleh publik.
”Jangan sampai Dewas malah dianggap sebagai pelindung dari para pelanggar etik yang dilakukan oleh insan KPK sendiri. Dewas harus berdiri sebagai lembaga yang disegani dan menjaga kehormatan KPK, bukan sebaliknya,” ucap Azmi.