Presiden: ASN Jangan seperti Pejabat Zaman Kolonial
Dalam kegiatan peluncuran ”Core Values dan Employer Branding ASN”, Presiden Joko Widodo meminta agar ASN mempunyai jiwa melayani. Kapasitas dan kompetensi harus terus ditingkatkan. Begitu pula kemampuan beradaptasi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aparatur sipil negara atau ASN diharapkan berjiwa melayani untuk membantu masyarakat. Pola kerja yang berkolaborasi lintas organisasi, daerah, ilmu, dan profesi juga harus senantiasa diterapkan oleh ASN karena problem-problem yang dihadapi selalu lintas sektor dan disiplin.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam kegiatan peluncuran ”Core Values dan Employer Branding ASN” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Selasa (27/7/2021). Kegiatan ini bertepatan dengan penetapan hari jadi Kemenpan dan RB pada 27 Juli.
“Setiap ASN harus mempunyai orientasi yang sama, yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. ASN bukan pejabat yang justru minta dilayani yang bergaya seperti pejabat zaman kolonial dulu. Itu tidak berlaku. Bukan zamannya lagi,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menegaskan, setiap ASN harus mempunyai jiwa melayani untuk membantu masyarakat. Karena itu, ASN dilengkapi kewenangan dan sumber daya yang diberikan oleh negara. Otoritas dan sumber daya ini harus digunakan secara akuntabel dengan loyalitas tinggi kepada pemerintah, bangsa, dan negara. ASN harus menjaga kehidupan masyarakat yang harmonis.
Di tengah disrupsi, ASN harus meningkatkan kapasitas, kompetensi, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan. Sebab, banyak sekali masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh satu dinas, daerah, kementerian atau lembaga, maupun satu keahlian dan disiplin ilmu.
”Kolaborasi lintas organisasi, lintas daerah, lintas ilmu, lintas profesi menjadi sangat penting. Semua masalah selalu lintas sektor dan lintas disiplin. Saat ini dunia menjadi serba hibrid, Serba kolaboratif. Tidak boleh ada lagi ego, baik ego sektor, ego daerah, dan ego ilmu,” tegas Presiden Jokowi.
Menpan dan RB Tjahjo Kumolo mengungkapkan, pemerintah terus mendorong terciptanya birokrasi yang dinamis. Dalam artian, birokrasi yang efektif dan efisien melalui percepatan reformasi birokrasi. Tata kelola pemerintahan yang bersih pun terus diupayakan.
Reformasi birokrasi dilakukan sebagai ikhtiar untuk membuat birokrasi lebih adaptif dan cepat dalam proses pelayanan serta pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai dengan visi-misi Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta Prioritas Kerja Pemerintah Tahun 2019-2024, yakni pembangunan sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur, simplifikasi regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Tjahjo mengungkapkan, penyederhanaan birokrasi dimulai dari merubah pola pikir aparatur yang cenderung hierarkis menjadi lebih lincah dan inovatif. Perubahan mendasar terhadap pola pikir dan sikap mental aparatur sangat penting. Sebab, hal ini menjadi salah satu prasyarat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang dinamis.
Konsep operasional dari tata kelola pemerintahan yang dinamis adalah kemampuan pemerintah menyesuaikan kebijakan dengan perubahan lingkungan global yang cepat dan tidak menentu, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Ia menegaskan, birokrasi menjadi motor utama dalam pembangunan yang digerakkan oleh SDM aparatur. Karena itu, peran aparatur menjadi sangat signifikan bagi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Urgensi transformasi pengelolaan SDM aparatur perlu dipercepat. Kemenpan dan RB terus mendorong akselerasi transformasi SDM aparatur dalam mendukung reformasi birokrasi sesuai tuntutan perkembangan zaman.
Fondasi baru
Dalam acara tersebut, Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan fondasi baru berupa nilai-nilai dasar bagi ASN. Sebagai core values atau nilai inti adalah 'Berakhlak'. Adapun sebagai employer branding atau semboyan adalah 'Bangga Melayani Bangsa'.
Presiden menjelaskan, sejak lama setiap pemerintah daerah memiliki nilai dan semboyan sendiri sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing. Hal itu memang memperkaya keberagaman daerah di Indonesia, tetapi lebih baik apabila seluruh ASN, baik di pusat atau daerah, memegang teguh satu nilai dasar dan semboyan yang sama.
Pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, menilai, reformasi birokrasi sebagai sebuah tatanan mengalami perubahan drastis, tetapi belum sesuai harapan masyarakat. “Reformasi birokrasi idealnya menjadi sebuah gerakan masif dan terintegrasi,” kata Gitadi.
Menurut Gitadi, reformasi birokrasi seolah diinisiasi dari luar birokrasi. Ia melihat, dari dalam birokrasi tidak punya cukup keinginan untuk berubah secara drastis. Saat ini yang tampak hanya perubahan-perubahan sporadis dan parsial.
Ia berharap, reformasi birokrasi menjadi gerakan masif yang terintegrasi. Karena itu, dibutuhkan figur yang tepat. Sebab, selama ini rekrutmen elite birokrasi di beberapa bidang relatif tidak cukup mempertimbangkan kompetensi dan komitmen. Padahal, mereka menjadi motor penggerak. Gitadi melihat, elite birokrasi tersebut lebih dominan pada dimensi politik.