Pascatemuan Ombudsman, 75 Pegawai KPK Pertimbangkan Upaya Hukum Lanjutan
Upaya hukum lanjutan dengan melaporkan pimpinan lembaga yang melakukan malaadministrasi ke lembaga penegak hukum. Adapun KPK dan BKN sebagai pihak yang melakukan malaadministrasi masih mempelajari temuan Ombudsman.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, yang tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan, tengah mempertimbangkan upaya hukum lebih lanjut menyusul hasil pemeriksaan Ombudsman RI yang menemukan malaadministrasi berlapis dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Hal ini bertujuan untuk mengungkap motif di balik tindakan malaadministrasi.
Sebelumnya diberitakan, Ombudsman RI (ORI) menemukan sejumlah malaadministrasi dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pihak terlapor, yakni pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara, diminta melakukan sejumlah tindakan korektif atas malaadministrasi yang terjadi. Seperti diketahui, total ada 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Kepala Bagian Perancanganan Peraturan dan Produk Hukum KPK nonaktif Rasamala Aritonang, yang menjadi bagian dari pegawai yang tak lolos TWK, dalam jumpa pers secara virtual, Rabu (21/7/2021), mengatakan, ada tiga hal yang patut dicatat dari temuan ORI, yakni malaadministrasi, penyimpangan prosedur, serta penyalahgunaan wewenang.
Terkait dengan tiga hal ini, para pegawai TMS yang tergabung dalam Tim Advokasi Save KPK akan mempertimbangkan upaya hukum lebih lanjut untuk memeriksa lebiih jauh motif yang mendasari dilakukannya pelanggaran-pelanggaran serius tersebut. ”Motif ini perlu didalami secara serius, apakah ada unsur kesengajaan di dalamnya,” ujar Rasamala.
Hadir dalam jumpa pers tersebut, dua pegawai KPK lainnya yang tak lolos TWK, yakni Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK nonaktif Hotman Tambunan serta Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) nonaktif KPK Sujanarko.
Rasamala menyampaikan, ada sejumlah fakta yang diungkap Ombudsman dan perlu didalami motifnya. Misal, dalam pelaksanaan rapat harmonisasi terakhir pada 26 Januari 2021. Rapat harmonisasi dihadiri langsung oleh pimpinan lembaga, seperti Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Ketua KPK, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB). Padahal, seharusnya rapat tersebut dihadiri oleh para perancang aturan atau pejabat pimpinan tinggi dan pejabat administrator.
Selain itu, dari yang terungkap dalam pemeriksaan ORI, Kepala BKN malah mengajukan diri untuk melaksanakan TWK. Padahal, BKN tidak berkompeten atau tidak memiliki instrumen dan asesor dalam melaksanakan tes itu.
”Sudah tahu tak punya instrumen atau penguasaan di bidang itu, tetapi mengusulkan untuk melakukan asesmen, apa motifnya? Ini perlu diperiksa,” ujar Rasamala.
Lebih jauh, yang paling penting perlu diungkap adalah berdasarkan temuan ORI, diperoleh nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa dan kontrak swakelola terkait dengan TWK antara Sekretaris Jenderal KPK dan Kepala BKN yang ditandatangani pada 8 dan 20 April 2021, tetapi dibuat dengan tanggal mundur (backdate) menjadi tanggal 27 Januari 2021.
Melaporkan
Rasamala mengatakan, untuk pendalaman lebih lanjut, Tim Advokasi Save KPK akan melaporkan para pimpinan lembaga yang disebutkan Ombudsman telah melakukan malaadministrasi kepada sejumlah lembaga penegak hukum sesuai dengan dugaan pelanggarannya. Setidaknya, ada tiga dugaan pelanggaran, yakni pelanggaran etik, pelanggaran hukum administrasi, dan pelanggaran pidana.
Untuk dugaan pelanggaran etik, misalnya, disebutkan dari hasil pemeriksaan ORI, terjadi penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan prosedural, dan pelanggaran administrasi. Berdasarkan itu, ada kemungkinan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pihak terkait. Misal, jika dugaan pelanggaran dilakukan oleh pimpinan KPK dan pejabat bawahnya, mereka akan dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK.
Kemudian, terkait dugaan pelanggaran hukum administrasi. Jika ada penyalahgunaan wewenang, ini area hukum administrasi. Untuk itu, forum penyelesaiannya lewat peradilan administrasi negara.
Lalu, untuk bebrapa fakta yang menunjukkan dugaan pelanggaran pidana, tim berencana pula melaporkannya ke kepolisian. Dugaan pelanggaran itu terlihat, misalnya, dari dokumen yang backdate, serta dokumen yang ditandatangani oleh pajabat yang tidak berwenang. ”Jadi, kami pelajari dulu. Nanti kami lihat indikasi itu cukup kuat ke arah mana berdasarkan bukti-bukti yang ada,” kata Rasamala.
Untuk pelaporan, lanjut Rasamala, akan dilakukan sesegera mungkin. Sebab, para pegawai yang tak lolos TWK hanya memiliki waktu hingga awal November atau waktu pemberhentian mereka dari KPK, seperti diputuskan pimpinan KPK. Sembari menyusun langkah selanjutnya, tim juga masih menanti hasil pemeriksaan Komnas HAM terkait dengan dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
”Mudah-mudahan hasilnya juga bisa memberi gambaran yang positif bagi kami sekaligus kami akan menggunakan itu sebagai bahan untuk menentukan upaya selanjutnya,” ujar Rasamala.
Dipelajari
Dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, KPK menghormati hasil pemeriksaan Ombudsman terhadap prosedur dan proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, yang telah disampaikan kepada publik, Rabu ini. ”Kami telah menerima salinan dokumen dimaksud dan segera mempelajarinya lebih detail dokumen yang memuat saran dan masukan dari Ombudsman tersebut,” ujar Ali.
Saat ini, lanjut Ali, KPK juga masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) tentang hasil uji materi atas Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN, dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan yang diajukan oleh beberapa pihak.
”KPK menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di kedua lembaga tersebut, yaitu MA dan MK,” tutur Ali.
Yang pasti, menurut Ali, sampai saat ini KPK tidak pernah memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK. KPK masih fokus untuk menyelenggarakan pendidikan latihan bela negara dan wawasan kebangsaan, yang akan diikuti oleh 18 pegawai.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK, ada 24 di antaranya yang dinilai masih bisa dibina. Adapun, 51 orang lainnya akan diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai KPK per 1 November 2021.
”Selanjutnya, sebagai lembaga negara yang taat hukum, KPK akan menghormati setiap putusan hukum. Dan, KPK akan memberitahukan kepada publik,” ucap Ali.
Pelaksana Tugas Kepala BKN Bima Haria Wibisana juga menyampaikan, pihaknya akan mempelajari terlebih dulu hasil laporan Ombudsman secara komprehensif sebelum mengambil keputusan.