Akibat adanya realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19, Komisi Yudisial mengalami kesulitan anggaran untuk rekrutmen calon hakim. DPR pun meminta agar KY menyisir anggaran untuk danai rekrutmen tersebut.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial atau KY saat ini sedang mengalami kesulitan anggaran apabila harus melakukan rekrutmen calon hakim sebagai dampak realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. DPR meminta KY menyisir ulang anggaran nonprioritas sehingga masalah itu dapat diatasi.
Saat ini, Mahkamah Agung (MA) sedang kekurangan hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor). Pada 22 Juli 2021, akan ada empat hakim ad hoc tipikor yang pensiun. Dengan demikian, hanya tersisa tiga hakim ad hoc tipikor untuk menangani ratusan perkara korupsi di tingkat kasasi dan peninjauan kembali yang masuk ke MA setiap tahunnya.
Kebutuhan terhadap hakim ad hoc tipikor di MA masuk dalam radar KY. Namun, untuk memenuhi kebutuhan itu, KY kekurangan anggaran. (Miko Ginting)
Juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, sebelumnya mengatakan, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto telah mengirimkan surat permohonan kebutuhan hakim ad hoc tipikor kepada KY. MA meminta enam hakim ad hoc tipikor untuk mengisi kebutuhan yang ada. Permintaan itu sudah disampaikan ke KY bersamaan dengan kebutuhan 13 hakim agung tahun 2021.
Juru bicara KY, Miko Ginting, saat dikonfirmasi, Kamis (8/7/2021), mengatakan, kebutuhan terhadap hakim ad hoc tipikor di MA masuk dalam radar KY. Namun, untuk memenuhi kebutuhan itu, KY kekurangan anggaran. Sebab, pada rekrutmen hakim ad hoc tipikor akhir tahun 2020, hanya 1 dari 4 calon yang diajukan KY disetujui oleh DPR. Keputusan itu berdampak pada anggaran KY, karena dilakukan pada Januari 2021, pada masa anggaran berjalan.
”Ini situasi yang dilematis. Di satu sisi, KY menyadari betul bahwa ada urgensi untuk melakukan seleksi hakim ad hoc tipikor sesuai kebutuhan MA. Namun, di sisi lain, KY juga harus terbuka kepada publik bahwa KY memiliki dukungan anggaran yang terbatas apabila seleksi dilakukan tahun ini,” kata Miko.
Miko menambahkan, kisaran anggaran yang dibutuhkan untuk standar kualitas KY adalah Rp 2 miliar untuk 10 calon hakim ad hoc tipikor. Ini merupakan jumlah anggaran yang cukup besar bagi KY. Apalagi, anggaran tahun 2021 juga telah mengalami penyesuaian anggaran akibat realokasi untuk penanganan Covid-19.
Sebagai solusinya, KY saat ini sedang berkomunikasi dengan MA untuk merumuskan opsi dan strategi yang akan diambil mengenai persoalan tersebut. KY berharap ada dukungan terhadap persoalan ini dari kementerian/lembaga terkait.
Anggota Komisi III dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, berpandangan, dengan urgensi kebutuhan hakim ad hoc tipikor di MA, KY seharusnya bisa menyisir ulang anggaran. Ruang fiskal yang terbatas itu seharusnya bisa diprioritaskan untuk kegiatan yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi KY, yaitu rekrutmen calon hakim agung dan hakim ad hoc.
Anggaran lain, seperti pendidikan hakim, perjalanan dinas, sosialisasi, dan pengawasan hakim, bisa digeser ke program rekrutmen hakim. Sejumlah kegiatan yang kurang penting, seperti sosialisasi, bisa dialihkan ke webinar.
”Anggaran yang tidak berkaitan langsung dengan core bisnis KY bisa dialihkan, tentu harus memenuhi prosedur yang ada. Jika tahun 2021 tidak bisa selesai, bisa dilanjutkan di tahun anggaran 2022 karena KY mendapatkan pagu indikatif yang lebih besar daripada 2021,” kata Arsul.
Arsul juga mengkritik MA yang telat dalam mengajukan kebutuhan hakim ad hoc tipikor kepada KY. Menurut dia, idealnya permintaan kebutuhan hakim disampaikan setahun sebelum hakim lama pensiun.
Anggaran lain, seperti pendidikan hakim, perjalanan dinas, sosialisasi, dan pengawasan hakim, bisa digeser ke program rekrutmen hakim. (Arsul Sani)
Kendala teknis
Di sisi lain, Miko juga menyampaikan bahwa saat ini KY sedang menyelesaikan seleksi 13 calon hakim agung yang diminta MA. Tahapan itu sudah sampai pada penelusuran dan klarifikasi rekam jejak calon hakim. Namun, tahapan itu terkendala karena bersamaan waktunya dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat 3-20 Juli 2021.
Sementara itu, peraturan perundang-undangan memberikan batasan waktu agar seleksi dituntaskan pada awal Agustus ini. ”Para investigator yang bertugas untuk tahap penelusuran dan klarifikasi rekam jejak ini harus bekerja dengan batasan-batasan itu sehingga situasinya sangat menantang dengan jumlah anggaran yang terbatas,” kata Miko.
Untuk menyiasati kendala tersebut, Arsul menyampaikan, KY bisa bekerja sama dengan lembaga negara yang lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pengawas MA, hingga DPR. KY bisa meminta data dari lembaga tersebut untuk profiling calon hakim yang lolos.
Selain itu, KY juga bisa meminta publik atau masyarakat sipil untuk memberikan informasi terkait rekam jejak calon hakim agung. Informasi harus dipastikan bukan fitnah, framing, dan berdasarkan data faktual. Di situasi darurat, KY harus bisa melakukan terobosan untuk menyiasati tahapan penelusuran rekam jejak yang bersamaan dengan PPKM darurat.
”KY harus menyampaikan dengan terbuka kepada publik dan DPR bahwa situasi yang mereka hadapi tidaklah mudah dan bukan situasi normal. Karena itu, mereka membutuhkan bantuan lebih dari lembaga negara yang lain dan juga masyarakat sipil,” kata Arsul.