Berdasarkan data terakhir, setidaknya 113 pegawai di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi terkonfirmasi positif Covid-19.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 kembali melonjak tajam di Indonesia. Sebanyak 113 pegawai di Komisi Pemberantasan Korupsi dinyatakan terinfeksi Covid-19. Dari jumlah tersebut, 5 orang dirawat, 107 orang menjalani isolasi mandiri, serta 1 orang meninggal.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, saat dihubungi, Jumat (2/7/2021), mengatakan, KPK terus melakukan upaya-upaya pencegahan demi memutus rantai penularan Covid-19. Misalnya, KPK saat ini memperbanyak jumlah tes bagi para pegawainya. Kegiatan pencegahan rutin, seperti penyemprotan cairan disinfektan pada ruang-ruang kerja, juga tetap dilakukan secara berkala.
”Kami melakukan penyesuaian jumlah kehadiran pegawai menjadi maksimal 25 persen bekerja di kantor yang telah diberlakukan sejak 23 Juni 2021,” ujar Ipi.
Berdasarkan data terakhir, setidaknya 113 pegawai di lingkungan KPK terkonfirmasi positif Covid-19. Dari jumlah itu, 5 orang dirawat dengan kondisi tanpa gejala hingga gejala ringan dan sedang. Kemudian, 107 orang lainnya menjalani isolasi mandiri di kediaman masing-masing. Lalu, satu orang meninggal, yakni penyidik KPK Ardian Rahayudi.
”Dengan upaya-upaya ini, KPK berharap dapat menekan laju penularan Covid-19 di lingkungan KPK dan aktivitas kerja diharapkan dapat segera kembali normal,” ucap Ipi.
Kondisi rutan dan lapas
Sebagaimana telah diberitakan, Presiden Joko Widodo telah mengumumkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Pembatasan ini akan diterapkan di 122 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Pulau Bali mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, melalui keterangan tertulis, menyayangkan, di tengah situasi darurat ini, tak ada data pasti yang dikeluarkan pemerintah terkait penyebaran Covid-19 di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas).
Data soal penyebaran virus korona di rutan dan lapas terakhir disampaikan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pada Februari 2021. Saat itu, Menkumham melaporkan terdapat 4.343 warga binaan pemasyarakatan (WBP), termasuk anak-anak, yang telah terinfeksi Covid-19. Selain itu, terdapat pula 1.872 petugas pemasyarakatan yang terjangkit.
”Data ini tidak dapat dipantau secara berkala oleh masyarakat. Intervensi penanganan Covid-19 di lapas juga minim dari pengawasan publik karena sumber informasi hanya berasal dari pihak lapas dan Kemenkumham tanpa komitmen penyampaian kepada publik secara berkala,” tutur Erasmus.
Hal lain yang penting disorot, lanjut Erasmus, hingga kini WBP dan tahanan tidak pernah menjadi prioritas vaksinasi. Padahal, mereka tidak dapat melakukan jaga jarak karena kondisi lapas dan rutan yang telah overkapasitas.
”Dalam skema vaksinasi WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), seharusnya WBP dan tahanan masuk ke kelompok prioritas kedua setelah tenaga kesehatan. Hal ini menimbulkan tanda tanya terkait komitmen pemerintah dalam memperhatikan kesehatan WBP dan tahanan,” ucap Erasmus.
Atas hal ini, Erasmus yang mewakili ICJR, Indonesia Judicial Research Society (IJRS), serta Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), meminta kepada Presiden agar menerbitkan kebijakan penghentian penahanan dalam lembaga bagi kepolisian dan kejaksaan. Kebijakan lain yang dapat dimaksimalkan adalah penangguhan penahanan dengan jaminan, tahanan rumah, atau tahanan kota.
Selain itu, Presiden diharapkan dapat melanjutkan kebijakan asimilasi di rumah untuk WBP. Kemudian, menerbitkan kebijakan pengeluaran WBP berbasis kerentanan untuk WBP lansia, perempuan dengan anak atau beban pengasuhan, dengan riwayat penyakit bawaan, dan pencandu narkotika.
”Menerbitkan kebijakan untuk vaksinasi langsung dan segera bagi seluruh penghuni rutan dan lapas, termasuk penghuni rutan selain di bawah Kemenkumham,” kata Erasmus.