Berbagai upaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi terus berlanjut. Namun, hal itu tak menyurutkan semangat untuk menggelorakan perlawanan terhadap korupsi yang merupakan akar dari berbagai persoalan bangsa.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·6 menit baca
Benteng terakhir pemberantasan korupsi goyah saat 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dinonaktifkan lantaran tak lolos tes wawasan kebangsaan. Mimpi penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi pun terasa semakin jauh dari jangkauan karena kekuatan lembaga antirasuah terus dilemahkan. Lalu, akankah ini menjadi akhir perang melawan korupsi? Anak muda menolaknya!
Sabtu (5/6/2021) malam, 50 muda-mudi Ibu Kota antre memasuki Mako Coffee, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Satu per satu mereka menempati kursi yang tersedia di halaman kafe setelah mengisi daftar hadir. Tak sampai 10 menit, semua kursi yang disediakan penuh. Para pemuda yang tak kebagian kursi rela berdiri demi mengikuti pemutaran film dokumenter berjudul The Endgame.
Sekitar pukul 19.00, film mulai diputar. Panitia penyelenggara dari Centennialz dan Jakarta Maju Bersama mematikan lampu. Suasana menjadi hening, hadirin yang wajib menjaga jarak dan tidak diperbolehkan membuka masker fokus pada tayangan film berdurasi dua jam.
Film dokumenter The Endgame karya Dandhy Dwi Laksono dari Watchdoc itu merekam sejarah upaya sistematis pelemahan KPK melalui penuturan para pegawainya. Sebagian besar merupakan penyelidik dan penyidik yang jarang muncul di hadapan publik karena tanggung jawab mereka pada penanganan kasus.
Para pegawai bercerita, pelemahan KPK sudah lama terjadi, mulai dari kriminalisasi pimpinan KPK pada 2009, penghambatan penanganan korupsi aparat penegak hukum, hingga teror dan penyerangan kepada para penyidik.
Pelemahan juga dilakukan melalui upaya berulang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sejak 2010. Setelah melalui berbagai penolakan, UU KPK akhirnya berhasil dirombak pada tahun 2019. Bukannya menguatkan, UU KPK baru (UU No 19/2019) malah dinilai melemahkan KPK. Tak hanya mengamputasi kewenangan penindakan, UU No 19/2019 juga menempatkan KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif dan mengubah status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Belum lagi keberadaan Dewan Pengawas yang memperpanjang birokrasi dan mempersempit ruang gerak penindakan korupsi. KPK dinilai kian lemah karena pimpinan mendukung UU KPK baru. Tudingan pelemahan semakin kuat dengan pemberlakuan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.
Megakorupsi
Melalui The Endgame, 16 pegawai KPK mengungkapkan kekecewaan atas penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK. Apalagi, menurut mereka, pertanyaan dalam tes tak berhubungan dengan pemberantasan korupsi. Lebih mirip skrining ideologi sekaligus melekatkan stigma bahwa mereka tak sejalan dengan Pancasila.
Mereka menduga TWK adalah alat untuk menyingkirkan pegawai yang pernah dan tengah menangani megakorupsi yang melibatkan orang-orang berpengaruh di Indonesia. Sebut saja kasus simulator surat izin mengemudi (SIM) pada 2012, korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) pada 2017, suap bantuan sosial Covid-19, dan izin benur lobster pada 2020.
Pada salah satu segmen, para pegawai yang telah belasan tahun bekerja itu pun berkisah, ia rela meninggalkan pekerjaan sebelumnya untuk bergabung di KPK demi cita-cita besar memberantas korupsi yang merupakan akar berbagai persoalan bangsa.
Film juga memperlihatkan, betapa sejumlah pegawai justru terancam kehilangan masa depan karena integritasnya. Tak hanya kehilangan pekerjaan, mereka juga hidup dalam bayang-bayang stigma anti-Pancasila. Mereka di antaranya Novel Baswedan, Sujanarko, Harun Al Rasyid, Herbert Nababan, Rasamala Aritonang, Yudi Purnomo, Rieswin Rachwell, Ita Khoiriyah, dan Tri Artining Putri.
Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya mengatakan, 75 orang yang tidak lolos TWK hanya sebagian kecil dari total pegawai sejumlah 1.351 orang. Dari 75 pegawai, masih ada 24 orang yang akan dibina untuk menjadi ASN. Sementara itu, 51 orang lainnya dianggap tidak bisa bergabung lagi di KPK.
Firli menegaskan, tidak pernah terpikir untuk memberhentikan dengan hormat ataupun tidak hormat para pegawai yang tidak lolos TWK. Sebanyak 1.271 pegawai KPK pun telah dilantik menjadi ASN, 1 Juni, sehingga polemik kepegawaian dianggap selesai. ”Saya ingin katakan bahwa ini sudah selesai karena buktinya 1.271 orang hadir dan diambil sumpah,” katanya seusai pelantikan.
Harapan baru
Setelah dua jam, tayangan film berakhir disambut tepuk tangan para penonton yang hadir. Namun, tak satu pun hadirin beranjak. Mereka antusias mengikuti diskusi yang dipantik oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari, pegiat Centennialz, Manik Marganamahendra dan Sultan, serta pegiat Jakarta Maju Bersama, Usamah. Politikus Partai Gelora, Fahri Hamzah, yang awalnya akan hadir, tak tampak hingga acara usai pukul 23.30.
Penonton yang sebagian besar merupakan mahasiswa peserta aksi #reformasidikorupsi, September 2019, berebut angkat suara. Salah satunya Faisal Amir, mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia yang sempat menjadi korban kericuhan pada demonstrasi di depan Gedung DPR tahun 2019.
Baginya, pertemuan di kafe itu menjadi momentum untuk mengembalikan harapan memperkuat gerakan antikorupsi. ”Output-nya mau apa? Jika kita akan kembali ke jalan seperti 2019, saya pun siap,” katanya dengan suara bergetar, mengingat masa mengharukan yang dialami hampir dua tahun lalu.
Momentum ini, kata Manik Marganamahendra, mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang juga terlibat aktif dalam aksi #reformasidikorupsi, merupakan waktu yang tepat untuk kembali berkonsolidasi. Gerakan politik melawan oligarki yang melemahkan pemberantasan korupsi secara sistematis harus terus dibangun.
Manik mengingatkan, generasi muda, khususnya generasi Z, mesti mulai sadar politik agar tidak sekadar menjadi obyek politik elektoral, yang hanya memberikan suara untuk memilih pemimpin yang belum tentu bebas dari korupsi setelah menjabat. Kesadaran politik yang dimaksud bisa dimulai dengan membumikan isu antikorupsi. ”Pentingnya pemberantasan korupsi harus dipahami dan jadi bahan pembicaraan anak muda di mana pun. Di tempat ibadah, kantin, bahkan klub, harus didiskusikan,” kata Manik.
Menurut Usamah, anak muda bisa memperkuat gerakan antikorupsi dengan cara-cara yang bisa diterima publik, seperti mengadakan sekolah antikorupsi, kemudian belajar soal integritas dari pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Sultan menambahkan, pelemahan KPK bukan hanya persoalan penonaktifan 75 pegawai yang tidak lolos TWK. Hal ini perlu dilihat sebagai usaha untuk melemahkan gerakan antikorupsi secara keseluruhan. Itu akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat ke depan. ”Kami adalah generasi yang berharap, Indonesia ke depan masih bersih. Kalau mau buat SIM, misalnya, tidak perlu nembak,” ujarnya.
Feri Amsari mengibaratkan kondisi ini seperti perang terakhir dalam seri film The Avengers, yaitu Avengers: Endgame. Dalam film itu, pahlawan super dari berbagai wilayah dan zaman bersatu untuk melawan Thanos, monster yang ingin menguasai dunia.
Di Indonesia, masyarakat dari seluruh lapisan juga perlu bergabung untuk menyelamatkan KPK dan gerakan antikorupsi. Perjuangan akan berat dan panjang karena pandemi Covid-19 menjadi tantangan yang telah membuat masyarakat terpencar. ”(Untuk melawan korupsi), orang baik tidak boleh diam,” kata Feri.
Pendukung gerakan antikorupsi memang tidak pernah diam apalagi patah arang sekalipun KPK telah dilemahkan sedemikian rupa. Melalui film The Endgame yang ditayangkan di 169 lokasi, perjuangan melawan korupsi terus digaungkan. Bagi mereka, tak ada kata akhir dalam peperangan melawan korupsi.