Persoalan Belum Tuntas, Pelantikan Pegawai KPK Dikritik
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan sebanyak 1.271 pegawai KPK telah dilantik menjadi ASN. Namun, pelantikan ini dikritik karena persoalan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan belum tuntas.
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (1/7/2021), melantik 1.271 pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara di tengah adanya seruan dari sejumlah masyarakat sipil dan sebagian pegawai KPK agar pelantikan itu ditunda. Pelantikan dilakukan di tengah belum tuntasnya persoalan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos berdasarkan tes wawasan kebangsaan hingga tak ikut dilantik.
Selama pelantikan, aparat Polri terlihat di seputaran Gedung Merah Putih KPK di Kuningan, Jakarta. Kendaraan taktis kepolisian juga menutup jalan menuju Gedung KPK. Setiap kendaraan yang tidak berkepentingan diarahkan untuk berputar balik.
Pelantikan berlangsung secara daring dan luring. Hanya 53 pegawai yang mengikuti acara pelantikan secara langsung atau luring. Mereka adalah perwakilan dari pegawai KPK atau yang berasal dari pejabat struktural. Adapun selebihnya mengikuti pelantikan melalui aplikasi daring dan diwajibkan melakukan presensi serta menunjukkan bukti kehadiran.
Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, dihubungi dari Jakarta, Selasa, mengkritik acara pelantikan itu. Menurut dia, ada waktu yang cukup hingga batas waktu dua tahun sejak UU KPK diundangkan, yakni sampai 17 Oktober 2021, bagi KPK untuk menyelesaikan lebih dulu masalah 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Ia juga mempertanyakan mengapa pelantikan harus dibarengkan dengan peringatan Hari Pancasila. ”Hari Pancasila memang hari sakral, kita harus hormati. Tetapi, ini tidak ada kaitannya (dengan alih status pegawai KPK),” ujarnya.
Hibnu merupakan salah satu dari 77 guru besar yang mendesak agar pimpinan KPK membatalkan penonaktifan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Mereka juga meminta pimpinan KPK menunda pelantikan pegawai KPK menjadi ASN pada 1 Juni.
Dalam jumpa pers seusai pelantikan dan pengambilan sumpah pegawai KPK menjadi ASN, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, sebanyak 1.271 pegawai KPK telah dilantik dan diambil sumpah menjadi ASN. Mereka hadir secara langsung di lokasi kegiatan ataupun mengikuti secara daring.
Dianggap selesai
Terkait adanya sekitar 700 pegawai KPK yang sebelumnya meminta agar pelantikan ditunda, menurut Firli, hal itu telah diselesaikan. Pihaknya telah menemui perwakilan kelompok dan menyatakan bahwa kegiatan pelantikan tetap harus dilakukan karena menyangkut hak seluruh pegawai beserta keluarganya.
”Saya ingin katakan bahwa ini sudah selesai karena buktinya 1.271 orang hadir dan diambil sumpah,” kata Firli sambil didampingi Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa dan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Sebanyak 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN, lanjut Firli, menjadi pekerjaan rumah bagi KPK untuk segera diselesaikan. Salah satunya dengan memberikan kesempatan kepada 24 orang di antaranya untuk mengikuti pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan melalui kerja sama dengan lembaga lain. ”Nanti untuk 24 orang kami akan ajak bicara, bersedia mengikuti atau tidak,” ujar Firli.
Baca juga : Suara Publik Diabaikan, Pelantikan Pegawai KPK Menjadi ASN Tetap Sesuai Jadwal
Menurut Firli, dengan pelantikan dan pengambilan sumpah tersebut, semangat pemberantasan korupsi para pegawai KPK tidak berubah. Namun, dia mengakui terdapat pekerjaan rumah ke depan, yakni konsolidasi internal dan kasus-kasus yang masih belum selesai.
Secara terpisah, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo memberikan selamat terhadap pegawai KPK yang telah dilantik. Dia berharap agar mereka tetap bersemangat dan tetap menjaga integritas. Menurut Yudi, pelantikan itu bukan merupakan titik akhir perjuangan. Dia meminta agar pegawai KPK kembali menyatukan langkah untuk tetap mengawal arahan Presiden Joko Widodo agar 75 pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat sebagai ASN tidak diberhentikan.
”Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas, alih status tak boleh merugikan pegawai yang sudah lama memberantas korupsi dan tidak diragukan komitmen dan kompetensinya dalam pekerjaan memberantas korupsi,” katanya.
Sementara itu, mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-komisi dan Instansi KPK Sujanarko menyampaikan selamat kepada Ketua KPK Firli Bahuri. ”Tentu ini kabar baik bagi oligarki,” ujar Sujanarko.
Sujanarko berharap para pegawai KPK yang telah dilantik menjadi ASN tetap menjaga kekompakan dan tetap kokoh dalam idealisme memberantas korupsi.
Paksakan pelantikan
Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman menduga pimpinan KPK memiliki agenda tersembunyi dengan memaksakan pelantikan pada 1 Juni. Pemaksaan pelantikan ketika sejumlah persoalan belum selesai menandakan bahwa pimpinan KPK tidak Pancasilais.
Sebab, saat ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Ombudsman RI masih mendalami adanya dugaan pelanggaran HAM dan malaadministrasi dalam penyelenggaran tes wawasan kebangsaan. Tes itu menjadi salah satu dasar pemberhentian 51 pegawai KPK dan tak lolos menjadi ASN.
”Sebenarnya (pelantikan) tidak harus dilakukan sekarang (1 Juni). Akan tetapi, tampaknya pimpinan KPK sangat ngotot supaya yang tidak lolos segera kelihatan. Seperti memang ada niat untuk mempermalukan,” ujarnya.
Selain itu, ia menduga ada tujuan lain dengan mempercepat pelantikan tersebut, yaitu menutup perkara besar. ”Karena kalau tidak distop dari sekarang, akan membesar ke mana-mana,” ujarnya sembari menyebut sejumlah kasus besar seperti korupsi bantuan sosial, benih lobster, pencucian uang dalam perkara KTP elektronik, dan juga bekas sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Menurut dia, jika mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019 tentang uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, MK telah menggarisbawahi dalam pertimbangannya bahwa ”pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun di luar desain yang telah ditentukan tersebut. Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan”.
Namun, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Dari jumlah tersebut, pimpinan KPK kemudian membaginya menjadi 51 pegawai KPK tidak dapat dibina sehingga harus diberhentikan, sedangkan 24 lainnya dipertimbangkan masih dapat berubah. Sebanyak 1.274 pegawai lainnya lolos dan dapat dialihkan statusnya.
MAKI mengajukan uji materi terhadap Pasal 69 B Ayat (1) dan Pasal 69 C UU No 19/2019 terkait alih status pegawai ke MK. Dalam permohonannya, MAKI menilai terdapat pemaknaan berbeda antara maksud putusan MK No 70/PUU-XVII/2019 dan langkah yang diambil pimpinan KPK. MK mengamanatkan agar alih status tak merugikan hak pegawai dengan alasan apa pun, tetapi pimpinan KPK menjadikan UU itu untuk menyisir siapa yang berhak diangkat menjadi ASN.
Dalam permohonannya, MAKI meminta agar MK menjatuhkan putusan sela untuk memerintahkan pemerintah RI dan pimpinan KPK menghentikan proses alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN sampai adanya putusan final atas perkara tersebut dari MK.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso saat dikonfirmasi mengenai kemungkinan dikabulkannya putusan sela mengungkapkan, dalam praktiknya, sebagai bagian dari permohonan, pemohon dapat meminta putusan sela dalam perkara pengujian undang-undang. Akan tetapi, soal dikabulkan atau tidak oleh majelis hakim, hal tersebut sangat bergantung pada pertimbangan majelis hakim.
Ia sependapat bahwa pertimbangan dalam putusan MK sama kuatnya dan mengikatnya dengan amar putusan yang dijatuhkan. Saat ditanya mengapa MK tak bersuara ketika ada dugaan pertimbangan putusan MK soal tidak boleh adanya kerugian pegawai dalam proses alih status, Fajar mengungkapkan, MK bersuara lewat putusan.
”Kenapa MK tak bersuara? Suara MK ya lewat putusan itu. Mengenai bagaimana melaksanakan putusan, itu domain pelaksana UU karena putusan MK harus dibaca senapas dengan UU yang diuji. MK sudah menyelesaikan tugasnya memutus sengketa soal norma dan sudah pula memberikan rambu konstitusionalitasnya,” katanya.