Suara Publik Diabaikan, Pelantikan Pegawai KPK Menjadi ASN Tetap Sesuai Jadwal
Kendati persoalan tes wawasan kebangsaan belum diselesaikan, pelantikan pegawai KPK menjadi ASN tetap dilaksanaan sesuai jadwal pada Selasa (1/6/2021) ini. Seruan penundaan dari kalangan masyarakat sipil diabaikan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seruan kalangan masyarakat sipil serta sebagian besar pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai penundaan pelantikan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara tak didengarkan. Pelantikan 1.274 pegawai KPK menjadi ASN tetap dilangsungkan sesuai jadwal pada Selasa (1/6/2021) siang.
Penjagaan ketat oleh aparat Kepolisian Negara RI terlihat di seputaran Gedung Merah Putih KPK di Kuningan, Jakarta. Kendaraan taktis kepolisian pun menutup jalan menuju Gedung Merah Putih KPK. Aparat keamanan tampak berjaga di sepanjang jalan yang mengarah ke Gedung KPK. Setiap kendaraan yang tidak berkepentingan diarahkan untuk berputar balik.
Menurut rencana, pelantikan dan pengambilan sumpah pegawai KPK menjadi ASN akan dilangsungkan sekitar pukul 13.30. Pelatikan akan berlangsung secara daring dan luring. Hanya 53 pegawai yang akan mengikuti acara pelantikan secara langsung atau luring.
Mereka adalah perwakilan dari pegawai KPK ataupun yang berasal dari pejabat struktural. Adapun selebihnya mengikuti pelantikan melalui aplikasi daring dan diwajibkan melakukan absensi serta menunjukkan bukti kehadiran.
Menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, ke-53 perwakilan pegawai yang dilantik dan diambil sumpah secara langsung tersebut berasal dari beberapa unsur. ”Berasal dari Polri, Kejaksaan, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), dan lain-lain,” kata Ali.
Seperti diketahui sebelumnya, sebanyak 1.349 pegawai KPK mengikuti serangkaian tes sebagai syarat alih status menjadi ASN, salah satunya tes wawasan kebangsaan. Dari 1.349 pegawai itu, sebanyak 1.274 di antaranya dinyatakan lolos, sedangkan 75 pegawai lainnya dinilai tak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan.
Keputusan pimpinan KPK menetapkan 75 pegawai tak lolos tes wawasan kebangsaan pun kemudian menjadi polemik. Tak hanya dinilai cacat administrasi, tes wawasan kebangsaan digelar sebagai syarat alih status kepegawaian di KPK juga diduga melanggar hak asasi manusia. Apalagi, kemudian pimpinan KPK membebastugaskan 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan.
Keputusan pimpinan KPK juga melanggar amanat Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang menyatakan, tidak boleh ada satu pun kebijakan yang merugikan pegawai KPK dalam proses alih status menjadi ASN.
Presiden Joko Widodo pun kemudian memperkuat dengan menyatakan bahwa tes wawasan kebangsaan tidak serta-merta bisa dijadikan landasan untuk memberhentikan pegawai. Jika ada pegawai yang dinilai masih bermasalah, sebaiknya diberi pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan.
Namun, arahan Presiden kembali diabaikan. Dalam rapat koordinasi antara pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Kepala Lembaga Administrasi Negara Adi Suryanto, Komisi Aparatur Sipil Negara, dan tim asesor dari Badan Kepegawaian Negara, Selasa (25/5/2021), diputuskan 51 dari 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan akan diberhentikan karena dinilai sudah tidak bisa dibina lagi. Sementara 24 pegawai KPK lainnya diputuskan akan dibina agar memenuhi syarat menjadi ASN.
Belum selesainya permasalahan alih status kepegawaian itu membuat para pegawai KPK yang lolos tes pun mengusulkan agar pelantikan ASN ditunda. Hingga Senin (31/5/2021) setidaknya sekitar 700 pegawai KPK meminta pelantikan pegawai KPK menjadi ASN ditunda. Dari informasi yang diterima Kompas, selain meminta penundaan, para pegawai tersebut juga menyatakan tidak terima atas perlakuan pimpinan KPK terhadap para pegawai KPK yang dinilai tidak memenuhi syarat karena hal itu dinilai telah merugikan mereka.
Tidak hanya itu, sebagian pegawai tersebut juga tidak setuju dengan upaya atau tindakan lain yang mengarah kepada pemberhentian pegawai KPK dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Mereka juga meminta agar Sekretaris Jenderal KPK untuk membuka hasil asesmen tes wawasan kebangsaan sebagai bentuk transparansi kepada pegawai KPK.
Seruan penundaan pelantikan pegawai KPK menjadi ASN pun meluas. Tak hanya para pegawai di internal KPK, seruan juga datang dari kalangan masyarakat sipil. Sejumlah 77 guru besar, misalnya, meminta Presiden Jokowi membatalkan rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN.
Mereka berharap Presiden Joko Widodo menarik pendelegasian kewenangan pengangkatan ASN dari KPK sesuai dengan Pasal 3 Ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Presiden bisa mengambil alih pendelegasian pengangkatan PNS jika terdapat persoalan hukum yang belum terselesaikan.
Ketika diminta tanggapan tentang tetap dilangsungkannya acara pelantikan tersebut, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-komisi dan Instansi KPK Sujanarko belum bersedia memberikan komentar. ”Nanti setelah pelantikan saya akan buat pernyataan, ya,” kata Sujanarko. (NAD)