Seruan Tunda Pelantikan Pegawai KPK Menjadi ASN Terus Bergaung
Sejumlah 77 guru besar fakultas hukum dari sejumlah perguruan tinggi menyerukan agar pelantikan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara yang sedianya diselenggarakan pada 1 Juni 2021 ditunda.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seruan untuk menunda pelantikan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara atau ASN terus digaungkan. Tak hanya dari pegawai KPK, bahkan 77 guru besar meminta Presiden Joko Widodo membatalkan rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN yang akan dilaksanakan pada 1 Juni 2021.
Sebanyak 77 guru besar tersebut di antaranya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Atip Latipulhayat, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto, dan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra. Ada tiga harapan mereka kepada Presiden Joko Widodo.
Melalui keterangan tertulis, Senin (31/5/2021), para guru besar fakultas hukum berharap Presiden Joko Widodo menarik pendelegasian kewenangan pengangkatan ASN dari KPK.
Melalui keterangan tertulis, Senin (31/5/2021), para guru besar fakultas hukum berharap Presiden Joko Widodo menarik pendelegasian kewenangan pengangkatan ASN dari KPK. Sebab, terdapat sejumlah persoalan hukum yang belum terselesaikan, yakni sesuai Pasal 3 Ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Mereka juga meminta Presiden untuk membatalkan pelantikan yang akan dilaksanakan pada 1 Juni. ”Membatalkan rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN yang sedianya dilakukan pada 1 Juni 2021,” kata Atip.
Selain membatalkan, guru besar tersebut berharap agar Presiden Jokowi mengangkat semua pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020.
Atip mengungkapkan, seusai pemberhentian 51 pegawai KPK, akan muncul beberapa permasalahan. Di antaranya, penanganan perkara besar akan terganggu, citra kelembagaan KPK akan semakin menurun di mata publik, dan permasalahan di internal KPK tersebut akan memicu kembali menurunnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
Sebelumnya, 588 pegawai KPK telah meminta pimpinan KPK menunda pelantikan pegawai KPK menjadi ASN yang sedianya dilaksanakan pada 1 Juni 2021 (Kompas, 31/5/2021).
Menanggapi dukungan yang diberikan oleh sesama pegawai KPK tersebut, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan hal tersebut sebagai sebuah solidaritas.
”Mereka bergerak sebagai solidaritas dan rasa sayang mereka kepada kami karena kami sudah belasan tahun bekerja bersama. Mereka tahu kami seperti apa kinerjanya. Kami tahu mereka pun sedih ketika kami, 75 orang ini, tiba-tiba tidak memenuhi syarat dan kemudian 51 orang sudah jelas diberhentikan,” kata Yudi.
Kompas sudah meminta tanggapan dari Ketua KPK Firli Bahuri dan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri terkait kepastian pelantikan pegawai KPK menjadi ASN tersebut, tetapi tidak direspons. Padahal, sedianya pegawai KPK itu akan dilantik sebagai ASN pada 1 Juni 2021 yang jatuh pada Selasa esok.
Yudi mengungkapkan, dengan solidaritas tersebut, mereka lebih bersemangat untuk berjuang. Jika pelantikan tersebut ditunda, mereka masih mempunyai waktu hingga Presiden Jokowi melihat bahwa arahannya yang sudah sangat jelas dan tegas bahwa 75 pegawai KPK tidak boleh diberhentikan dengan tes wawasan kebangsaan (TWK), tidak didengarkan. Yudi menegaskan, pelantikan pegawai KPK menjadi ASN masih ada waktu sampai Oktober 2021.
Kompas sudah meminta tanggapan dari Ketua KPK Firli Bahuri dan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri terkait kepastian pelantikan pegawai KPK menjadi ASN tersebut, tetapi tidak direspons. Padahal, sedianya pegawai KPK itu akan dilantik sebagai ASN pada 1 Juni 2021 yang jatuh pada Selasa esok.
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai memeriksa pengurus wadah pegawai KPK. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, pemeriksaan dilakukan untuk memperdalam karakteristik pola kerja, hubungan kerja, termasuk terkait dengan TWK.
Anam menuturkan, agenda selanjutnya kembali pendalaman sembari menyiapkan proses pemanggilan dan pemeriksaan pimpinan KPK serta pimpinan dari berbagai instansi yang terlibat dalam proses TWK. Ia juga akan memeriksa pegawai KPK yang lulus TWK.
Selain melapor kepada Komnas HAM, perwakilan pegawai KPK juga melapor kepada Komnas Perempuan. Salah satu pegawai KPK, Tata Khoiriyah, mengatakan, pegawai KPK yang mengikuti proses TWK tersebut diduga ada pelecehan. Ia berharap dari insiden ini akan ada perbaikan ke depan.
Melalui siaran pers, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada KPK agar mengembangkan dan merekomendasikan mekanisme pengaduan dan penanganan keluhan terkait dengan proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN secara transparan dan akuntabel.
Selain itu, menginformasikan hasil TWK di KPK secara jelas dan menggunakan hasil TWK tersebut sebagai dasar rencana pembinaan terhadap pegawai KPK dan bukan untuk pemutusan hubungan kerja. Komnas Perempuan juga mendukung upaya pemulihan bagi karyawan KPK, baik yang lolos maupun tidak, yang mengalami kekerasan maupun berulangnya trauma akibat proses wawancara KPK.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman telah mendaftarkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait status pegawai KPK yang diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Kedua pasal itu di antaranya mengatur pegawai KPK adalah ASN. Boyamin berharap, tidak boleh merugikan pegawai KPK memiliki arti pegawai KPK tidak boleh diberhentikan kecuali melanggar hukum dan kode etik.