Menerawang Kans Nostalgia ”Mega-Pro” di Pilpres 2024
Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali memperlihatkan kedekatan mereka saat peresmian patung Bung Karno. Akankah keharmonisan ini berlanjut ke koalisi PDI-P dan Gerindra di Pemilu Presiden 2024?
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·6 menit baca
Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali memperlihatkan kedekatan mereka saat peresmian patung Bung Karno di depan gedung utama Kementerian Pertahanan, Jakarta, Minggu (6/6/2021). Dalam pidatonya, Megawati bahkan sempat menyebut Prabowo sebagai sahabatnya. Akankah kedekatan tokoh puncak dari dua partai politik peraih suara terbanyak di Pemilu 2019 tersebut berlanjut ke koalisi kedua partai di Pemilu Presiden 2024?
Sepanjang acara peresmian selama sekitar 30 menit, Prabowo tak pernah beranjak jauh dari tamunya, Megawati Soekarnoputri. Ketika tiba waktu Megawati berpidato di podium, Prabowo ikut mendampingi di sampingnya selain putra Megawati yang turut hadir, Prananda Prabowo. Hingga Megawati masuk ke dalam mobil, meninggalkan tempat acara seusai peresmian, Prabowo masih setia menemani. Di sela-sela pengambilan foto di depan patung, keduanya pun tampak akrab berbincang, sesekali tertawa bersama.
Atas kehadiran patung Bung Karno yang sedang menunggang kuda di depan gedung utama Kementerian Pertahanan, Megawati mengucapkan terima kasih bahkan penghormatan khusus kepada Prabowo. Bahkan ia sempat menyebut Prabowo sebagai sahabatnya.
”Atas nama pribadi dan keluarga besar Bung Karno, saya mengucapkan terima kasih dan penghormatan secara khusus kepada Bapak Prabowo, Menteri Pertahanan Republik Indonesia dan sekaligus sahabat saya atas peresmian patung Bung Karno ini,” tutur Megawati.
Adapun Prabowo, dalam pidatonya sebelum Megawati, menyampaikan alasan kehadiran patung tersebut di areal Kementerian Pertahanan. Menurut dia, patung itu terinspirasi peristiwa saat Bung Karno menginspeksi pasukan dengan menunggang kuda ketika peringatan Hari Angkatan Perang yang pertama, pada 5 Oktober 1946, di Yogyakarta.
”Kita mengetahui sejarah bahwa pada saat itu Bung Karno jarang naik kuda. Tetapi, karena beliau sadar peran beliau sebagai panglima tertinggi, akhirnya beliau latihan hanya tiga hari dan kemudian bersedia menjadi inspektur upacara di atas kuda. Karena itulah, Kementerian Pertahanan merasa bangga untuk membuat patung di mana panglima tertinggi kita yang pertama di atas kuda,” ujar Prabowo.
Menurut Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, keinginan Prabowo membangun patung Bung Karno menunggang kuda, sudah disampaikan ketika Prabowo dan Megawati sama-sama menghadiri peresmian patung Bung Karno, di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, awal Februari 2020.
”Kita menyambut patung ini akhirnya terealisasi berdiri. Apalagi peresmian patung bersamaan dengan hari lahir Bung Karno dan bulan ini sebagai bulan Bung Karno,” katanya.
Relasi ”Mega-Pro”
Kedekatan Megawati dan Prabowo tak hanya mewujud dalam momentum pembangunan patung Bung Karno tersebut. Setidaknya dalam 12 tahun terakhir, kedekatan itu berulang kali terlihat. Yang paling menonjol saat Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 ketika Megawati dan Prabowo berdampingan menjadi calon presiden-wakil presiden. Pasangan yang dijuluki ”Mega-Pro” ini diusung PDI-P yang dipimpin Megawati dan Partai Gerindra yang didirikan oleh Prabowo.
Sekalipun gagal meraih kemenangan, relasi keduanya tak putus. Di gelaran Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta Tahun 2012, PDI-P dan Gerindra kembali berkoalisi mengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Hasilnya, pasangan ini berhasil menang mengungguli sang petahana, yakni Fauzi Bowo.
Memang relasi itu sempat terkoyak menjelang Pilpres 2014. Megawati memutuskan partainya mengusung Jokowi dan Jusuf Kalla sekalipun kabarnya, ada perjanjian Batu Tulis, perjanjian yang disepakati menjelang Pilpres 2009 antara PDI-P dan Gerindra. Dalam kesepakatan itu, PDI-P dan Gerindra akan sama-sama mengusung Megawati-Prabowo di Pilpres 2009, tetapi untuk Pilpres 2014, Megawati yang akan mendukung Prabowo sebagai calon presiden.
Seperti diketahui, Jokowi-Jusuf Kalla memenangi Pilpres 2014, mengalahkan Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Hatta Rajasa. Selanjutnya, Gerindra memutuskan untuk menjadi oposisi ketika pemerintahan Jokowi-Kalla berkuasa.
Kontestasi antara PDI-P dan Gerindra lalu berlanjut di Pilpres 2019. Megawati memutuskan PDI-P mengusung Jokowi-KH Ma’ruf Amin, bersaing dengan Prabowo yang berpasangan dengan Sandiaga Uno. Capres-cawapres yang diusung PDI-P kembali berhasil meraih suara terbanyak. Namun, kali ini, sikap politik Prabowo dan Gerindra berubah selepas Pilpres 2019.
Megawati dan Prabowo kembali menunjukkan kedekatan. Prabowo memenuhi undangan Megawati untuk hadir ke kediamannya di Teuku Umar, Jakarta. Mereka menyantap nasi goreng bersama, masakan dari Megawati. ”Tadi Ibu Mega memenuhi janjinya, memasak nasi goreng untuk kami. Luar biasa nasi gorengnya. Saya sampai nambah, padahal beliau sudah mengingatkan saya sudah terlalu gemuk,” ujar Prabowo seusai pertemuan, 24 Juli 2019.
Selepas pertemuan itu, relasi keduanya tampak kian erat. Prabowo pernah diundang hadir saat Kongres V PDI-P, Agustus 2019. Kemudian pada Agustus 2020, giliran Megawati diberi ruang menyampaikan pidato sambutan secara virtual dalam Kongres Luar Biasa Partai Gerindra.
Keharmonisan keduanya kemudian berujung pada masuknya Gerindra dalam jajaran parpol koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Amin. Prabowo dan sejumlah elite Gerindra bahkan ditunjuk Presiden Jokowi untuk menjadi menteri di kabinetnya.
Probabilitas koalisi
Sebelum keharmonisan ”Mega-Pro” tampak kembali ketika meresmikan patung Bung Karno di Kementerian Pertahanan, Hasto Kristiyanto pernah menyampaikan bahwa partainya membuka diri untuk berkoalisi dengan Gerindra pada Pilpres 2024.
”Kami membuka diri berkoalisi dengan Gerindra, Mas Muzani (Sekjen Gerindra) menyebut ada kedekatan Pak Prabowo dengan Ibu Megawati. Bagi kami, karena ada kesamaan aspek ideologi, kedekatan kultural, hingga basis massa, itu juga menjadi pertimbangan,” ujar Hasto dalam sebuah diskusi yang digelar secara daring pada 28 Mei 2021.
Sehari sebelum Hasto melontarkan pernyataan itu, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani memang lebih dulu menyampaikan probabilitas koalisi PDI-P dan Gerindra. ”Sejak beliau (Prabowo) belum ditetapkan sebagai Menteri Pertahanan dan sampai sekarang hubungan itu baik, tidak ada masalah, dan itu menjadi sebuah kemungkinan adanya peluang untuk dimungkinkannya Pak Prabowo maju bersama PDI-P,” ucap Muzani.
Meski demikian, ia menyampaikan, hingga kini belum ada pembicaraan resmi mengenai koalisi kedua parpol di Pilpres 2024. Yang jelas bagi segenap kader dan pengurus Gerindra, Prabowo masih diharapkan untuk maju kembali sebagai capres di Pilpres 2024.
Dari analisa Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, jika menilik ke belakang, berbagai momen yang terjadi di antara Megawati dengan Prabowo memang dapat dipandang sebagai landasan PDI-P berkoalisi dengan Gerindra.
Sejarah relasi kedua sosok tersebut juga jelas berupa hubungan darah biru antara keluarga Soekarno dengan Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah dari Prabowo yang pernah menjadi Menteri Keuangan di era pemerintahan Soekarno.
Hanya saja, untuk pembentukan koalisi di pilpres mendatang, terdapat variabel yang dapat menghalangi. ”Dalam survei, PDI-P itu jauh di atas Gerindra. Jadi sulit dalam logika bargaining of power jika PDI-P mengalah untuk posisi capres. Di sisi lain, sulit untuk menempatkan Prabowo menjadi nomor dua atau cawapres,” ujar Yunarto.
Berkaca pada Pilpres 2014, lanjut Yunarto, bukan tidak mungkin PDI-P kembali bersikap pragmatis, terutama jika ada kadernya yang berpotensi memenangkan pilpres. Apalagi, menempatkan kader parpol sendiri di posisi capres bisa menggenjot elektabilitas PDI-P di Pemilu Legislatif 2024. Ini selaras dengan target PDI-P di 2024, yaitu kembali meraih suara terbanyak atau melanjutkan tren kemenangan sejak dua pemilu legislatif sebelumnya.
Dengan demikian, menurut Yunarto, momen seperti peresmian patung Bung Karno kemungkinan lebih sebagai upaya membangun keharmonisan politik. Upaya itu dilakukan oleh Prabowo dan diterima dengan baik oleh Megawati.
”Tetapi, pada saat momen perebutan kekuasan, faktor elektoral yang akan lebih diperhitungkan,” ujar Yunarto.
Di sisi lain, lanjut Yunarto, selama ini Prabowo selalu melekatkan penampilan dalam komunikasi politiknya dengan hal-hal yang terkait dengan Bung Karno, seperti gaya berpidato, lalu memakai peci, dan ide-ide besar Bung Karno yang kerap pula disampaikannya. Maka, tak mengejutkan jika kemudian Prabowo mendekatkan diri ke Megawati dan PDI-P yang memang ideologinya berpusat pada Bung Karno.
Pilpres 2024 masih tersisa tiga tahun lagi. Ke mana sikap politik PDI-P dan Gerindra akhirnya berlabuh? Masih banyak kemungkinan bisa terjadi.