Diperlukan Ikhtiar Menanamkan ”Cip” Pancasila di Benak Generasi Muda
Pancasila harus mampu menjadi ”processor” di dalam jantung hati anak-anak milenial Indonesia. Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana menginstalasi Pancasila sebagai cip dalam benak generasi muda.
Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Lahir Pancasila 2021 mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi Pancasila tidaklah semakin ringan. Kondisi ini terjadi walaupun Pancasila telah menyatu dalam kehidupan kita sepanjang Republik Indonesia berdiri.
Globalisasi dan interaksi antarbelahan dunia tidak serta-merta meningkatkan kesamaan pandangan dan kebersamaan. Terkait hal tersebut, meningkatnya rivalitas dan kompetisi, termasuk rivalitas antarpandangan, antarnilai, dan antarideologi, mesti diwaspadai.
”Ideologi transnasional cenderung semakin meningkat, memasuki berbagai lini kehidupan masyarakat, dengan berbagai cara dan berbagai strategi,” kata Presiden Jokowi saat memberi amanat dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, Selasa (1/6/2021).
Ideologi transnasional cenderung semakin meningkat, memasuki berbagai lini kehidupan masyarakat, dengan berbagai cara dan berbagai strategi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memengaruhi lanskap kontestasi ideologi. Revolusi Industri 4.0 telah menyediakan berbagai kemudahan dalam berdialog, berinteraksi, dan berorganisasi di skala besar, lintas negara.
Baca Juga: Pancasila Menjadi Jembatan bagi Segala Perbedaan
Ketika konektivitas 5G melanda dunia, lanjut Presiden, interaksi antardunia juga akan kian mudah dan cepat. Kemudahan ini bisa digunakan oleh ideolog-ideolog transnasional radikal untuk merambah ke seluruh pelosok Indonesia, kalangan, dan usia dengan tidak mengenal lokasi serta waktu.
Kecepatan ekspansi ideologi transnasional radikal bisa melampaui standar normal ketika memanfaatkan disrupsi teknologi ini. ”Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, menghadapi semua ini perluasan dan pendalaman nilai-nilai Pancasila tidak bisa dilakukan dengan cara-cara biasa,” kata Presiden saat itu.
Menurut Kepala Negara, cara-cara baru yang luar biasa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, terutama Revolusi Industri 4.0, diperlukan untuk menghadapi semua tantangan tersebut. Dan, sekaligus, Pancasila harus menjadi fondasi di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkeindonesiaan.
Seluruh aparat pemerintahan, tokoh agama, tokoh masyarakat, para pendidik, kaum profesional, generasi muda, dan seluruh rakyat Indonesia diajak bersatu padu dan bergerak aktif memperkokoh nilai-nilai Pancasila dalam mewujudkan Indonesia maju yang dicita-citakan bersama. ”Selamat memperingati Hari Lahir Pancasila. Selamat membumikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujar Presiden Jokowi.
Milenial
Apabila kita cermati, pemanfaatan perkembangan teknologi untuk menghadapi tantangan yang dihadapi Pancasila berikut ajakan bagi generasi muda untuk mengokohkan nilai-nilai Pancasila adalah isu relevan. Generasi muda adalah populasi terbesar di negeri ini yang dapat diharapkan untuk menjaga ideologi Pancasila tetap lestari melintasi perkembangan zaman berikut teknologi.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Struktur penduduk Indonesia tersebut didominasi oleh generasi milenial (lahir antara tahun 1981 dan 1996) sebesar 25,87 persen dan generasi Z (lahir antara 1997 dan 2012) sebanyak 27,94 persen.
Berikutnya adalah generasi X (lahir 1965-1980) sebanyak 21,88 persen, generasi baby boomer (1946-1964) sebanyak 11,56 persen, post gen Z (2013 dan seterusnya) 10,88 persen, dan pre-boomer (lahir sebelum 1945) sebanyak 1,87 persen.
Mengutip Kompas, komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), M Syahyan, menuturkan bahwa pengguna internet di Indonesia awal tahun 2021 tercatat 202,6 juta jiwa dari 274,9 juta jiwa. ”Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa dibandingkan pada Januari 2020,” katanya pada seminar dalam jaringan bertajuk ”Nilai-nilai Pancasila pada Generasi Milenial di Era Keterbukaan Informasi” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat (4/6/2021).
Baca Juga: Generasi Z dan Y Dominasi Media Daring
Sementara itu, hasil riset perusahaan media asal Inggris menyebutkan rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan waktu 3 jam 14 menit sehari untuk mengakses media sosial. Nama Indonesia tercatat dalam daftar 10 besar negara yang kecanduan bermedia sosial. Indonesia berada di peringkat 9 dari 47 negara yang dianalisis.
Founder Freepo Business System dan motivator nasional, Legisan S Samtafsir, menuturkan sekian tantangan dan peluang dari dampak masyarakat supercerdas (super smart society) atau Society 5.0. Pertama, hal ini mencakup banjir informasi yang dapat menjadikan masyarakat semakin analitis kritis atau instant mood.
Kedua, ketika semua serba daring (online), orang bisa semakin kreatif, tetapi juga bisa kian konsumtif. Ketiga, saat kita hidup dalam campur aduk budaya atau multikultur, hal yang mesti dipertanyakan adalah apakah budaya kita akan menjadi pemimpin atau pengikut. Keempat, ketika semua serba terbuka, bahkan lintas bangsa, lintas negara, maka yang terjadi adalah kompetisi atau kolaborasi atau, bisa jadi, kooptasi.
Kalau kita menjadi lebih kritis terhadap situasi, kita akan bisa menguasai. Kita lebih kreatif, kita menjadi leader, kita bahkan bisa menjadi pemenang dalam pencampuran budaya atau kompetisi tingkat dunia, kita bisa memanfaatkan 5.0 untuk kemajuan Indonesia.
”Bicara hal ini pasti ada tantangan dan peluang. Kalau kita menjadi lebih kritis terhadap situasi, kita akan bisa menguasai. Kita lebih kreatif, kita menjadi leader, kita bahkan bisa menjadi pemenang dalam pencampuran budaya atau kompetisi tingkat dunia, kita bisa memanfaatkan 5.0 untuk kemajuan Indonesia,” kata Legisan.
Karakter
Menurut Legisan, Pancasila harus mampu menjadi processor di dalam jantung hati anak-anak milenial Indonesia. Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana menginternalisasi atau menginstalasi, menjadikan Pancasila sebagai cip dalam benak generasi muda sehingga kelak menjadi personalitas atau karakter mereka.
”Kalau di keluarga, ya, menjadi keluarga yang mempunyai nilai-nilai Pancasila. Di sekolah juga memiliki nilai Pancasila. Organisasinya, ketika dia di perusahaan, perdagangan, dan sebagainya (juga) sama (memiliki nilai Pancasila). Begitu juga di bangsanya. Dan, akhirnya, ini akan berdampak kepada peradaban dunia,” katanya.
Sementara itu, dosen Etika dan Filsafat Komunikasi pada Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Jakarta, Yohannes Don Bosco Doho, merinci tujuh karakter milenial yang menjadi peluang untuk diberdayakan dalam rangka membumikan nilai-nilai Pancasila. Pertama, generasi milenial memiliki ambisi besar untuk sukses, tetapi lebih menyukai kewirausahaan. Kedua, berperilaku instan, kreatif, inovatif, dan informatif, tetapi mudah bosan.
Ketiga, milenial cinta kebebasan dan lebih dekat dengan media sosial. Keempat, percaya diri dan lebih menghargai passion dibanding gaji. Kelima, menyukai hal yang detail dan lebih mengutamakan pengembangan diri. Keenam, milenial mempunyai keinginan mendapatkan pengakuan dan memiliki daya saing tinggi. Adapun karakter ketujuh milenial adalah melek digital dan teknologi informasi.
Baca Juga: Tafsir Segar Pancasila untuk Generasi Milenial
Menurut Don Bosco ada berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila bagi generasi milenial dengan menimbang karakter-karakter mereka tersebut. Teknik penanaman nilai-nilai Pancasila bisa dilakukan kepada para wirausaha muda.
”Para dosen dan praktisi yang mengajarkan nilai-nilai Pancasila juga harus bisa mencari kiat yang baik, jangan sampai terlalu berkepanjangan, terlalu letterlijk (harfiah), terlalu textbook (terpaku pada naskah buku), yang membuat para milenial bosan,” katanya.
Para pengajar Pancasila pun boleh menggunakan media sosial. Hal ini menimbang karakter milenial yang suka kebebasan berpendapat dan berekspresi serta menjadikan media sosial sebagai sarana informasi dan komunikasi. ”Ber-Tiktok sambil ber-Pancasila, ber-WA sambil ber-Pancasila, ber-Facebook sambil ber-Pancasila. Saya kira itu menjadi kemungkinan yang bisa dilakukan,” ujar Don Bosco.
Ber-Tiktok sambil ber-Pancasila, ber-WA sambil ber-Pancasila, ber-Facebook sambil ber-Pancasila. Saya kira itu menjadi kemungkinan yang bisa dilakukan.
Don Bosco menuturkan bahwa Pancasila sangat memungkinkan diperkuat menjadi virtual ideology untuk memenuhi kebutuhan milenial yang jumlahnya begitu besar. Mengutip Ronald Dworkin, dalam membaca konstitusi tidak boleh hanya membaca secara tekstual dari konstitusi, tetapi juga menyibak makna mendalam dari konstitusi dengan mengedepankan pada moral reading of the constitution.
Dan, kini, para pembaca moral dari konstitusi itu didominasi oleh kaum milenial. ”Dengan demikian, membaca Pancasila harus mengedepankan moral reading of ideology sehingga untaian lima sila dalam Pancasila dapat menunjukkan eksistensi dari pancaran moral sekaligus disosialisasikan secara progresif sesuai dengan perkembangan zaman,” kata Don Bosco.