Terbukti Korupsi dan Cuci Uang, Pauline Divonis 18 Tahun Penjara
Terdakwa kasus pembobolan kas BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta, Maria Pauline Lumowa, divonis 18 tahun penjara karena terbukti korupsi dan melakukan pencucian uang. Ia juga wajib membayar denda Rp 185,82 miliar.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus pembobolan kas Bank Negara Indonesia atau BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta, Maria Pauline Lumowa, divonis 18 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan. Putusan itu lebih ringan dua tahun dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum.
Selain pidana penjara, hakim menjatuhkan denda uang pengganti senilai Rp 185,82 miliar. Uang pengganti harus dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jika harta bendanya tidak cukup untuk menutup uang pengganti, diganti dengan pidana penjara selama tujuh tahun.
Sebelumnya, Pauline dituntut pidana 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Pauline terbukti korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,2 triliun.
Sidang putusan terhadap perempuan berusia 62 tahun itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (24/5/2021). Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta diketuai Saifuddin Zuhri, dan hakim anggota Sapta Diharja, Makmur, Moch Agus Salim, serta Ali Muhtarom.
”Mengadili, satu menyatakan Pauline Maria Lumowa alias Eri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjut dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dakwaan pertama dan kedua primer,” ujar hakim Saifuddin.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebutkan, perbuatan Pauline bersama sembilan orang lainnya dalam pencairan fasilitas surat kredit (L/C) fiktif pada 2002-2003 dengan dokumen ekspor fiktif dalam perusahaan Gramarindo Group telah merugikan negara total Rp 1,2 triliun. Perbuatan itu juga telah memperkaya Pauline dan sembilan orang lainnya.
Modus yang dilakukan Pauline adalah meminta direktur-direktur di perusahaan tersebut mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI Cabang Kebayoran Baru sehingga seolah-olah perusahaan mengadakan kegiatan ekspor. Namun, setelah uang dicairkan, tidak ada ekspor dan pinjaman tidak dibayarkan sehingga menimbulkan kerugian negara.
Selain itu, Pauline juga terbukti melakukan TPPU dengan cara menempatkan uang hasil korupsi ke sejumlah perusahaan penyedia jasa keuangan, baik atas nama diri sendiri maupun orang lain. Ia disebutkan menempatkan uang Rp 1,2 triliun hasil korupsi ke perusahaan penyedia jasa keuangan, yakni PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Infinity Finance.
Hal-hal yang dianggap memberatkan dalam persidangan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, terdakwa selama 17 tahun juga masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Seperti diketahui, Pauline kabur ke luar negeri pada 2003. Ia baru berhasil dipulangkan ke Indonesia oleh otoritas penegak hukum setelah proses ekstradisi dari Serbia selesai pada Juli 2020.
Adapun, untuk hal-hal yang meringankan, majelis hakim menilai terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dan aset perusahaan milik terdakwa yang berada di bawah Gramarindo Group dan PT Sagared Team telah disita oleh negara.
Atas putusan tersebut, baik Pauline maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Mereka memiliki waktu sepekan untuk bersikap.