Semangat Kebangkitan Nasional bisa menjadi energi bagi bangsa ini untuk kembali bangkit dari pandemi. Merawat demokrasi yang sedang tumbuh dan memperkuat perekonomian sebagai penopang menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Oleh
Arita Nugraheni/Litbang Kompas
·5 menit baca
Semangat Kebangkitan Nasional yang sudah berjalan 113 tahun diwarnai pasang surut dinamika politik dan ekonomi. Kondisi politik dan ekonomi Indonesia diharapkan turut bangkit dengan api dukungan publik, terutama di saat pandemi Covid-19 yang sudah berjalan lebih dari satu tahun.
Hasil survei nasional harian Kompas pada April 2021 merekam apresiasi sekaligus kritik publik pada kinerja pemerintah di bidang politik dan ekonomi. Di bidang politik, secara umum sepanjang survei digelar selalu menempati apresiasi paling tinggi dibandingkan dengan bidang lainnya. Meskipun demikian, di dalam aspek bidang politik ini juga menyimpan pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Salah satunya adalah masalah kebebasan sipil. Sebut saja soal jaminan kebebasan warga untuk berpendapat. Secara umum apresiasi responden dalam aspek ini sudah terjaga baik, tetapi jika dibandingkan dengan aspek lainnya, kebebasan berpendapat relatif paling rendah apresiasinya. Setidaknya di survei paling akhir pada April 2021, seperempat responden menyatakan ketidakpuasannya di aspek kebebasan berpendapat.
Begitu pula kinerja pemerintah yang terkait dengan kebebasan berekspresi, kurang lebih seperempat responden menganggap pemerintah belum membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan. Respons publik di dua aspek utama kebebasan berekspresi tersebut setidaknya juga tergambar dari pencapaian indeks demokrasi Indonesia yang menurun.
Indeks Demokrasi Dunia yang dirilis The Economist Intelligence Unit pada 2020, misalnya, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-64 dari 167 negara. Meski berada di posisi yang sama dari tahun sebelumnya, skor Indonesia mengalami kemunduran di angka 6,30. Angka ini turun 0,14 poin dari tahun 2019. Salah satu yang diukur dalam indeks ini tak lain adalah kebebasan sipil.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Moch Nurhasim, memaknai turunnya Indeks Demokrasi Indonesia ini dengan meminjam konsep resesi ekonomi, yang secara umum disebabkan oleh krisis atau situasi yang tidak stabil. Menurut dia, demokrasi yang stagnan ibarat ekonomi tanpa pertumbuhan, dan stagnasi demokrasi akan berakibat pada kurang maksimalnya fungsi pemerintahan demokratis, yang idealnya dituntut untuk hadir dalam setiap persoalan masyarakat (Kompas, 7/2/2020).
Berpijak dari kondisi ini, ke depan aspek kebebasan sipil mesti diperhatikan serius oleh pemerintah guna menjaga kualitas demokrasi. Hal ini sekaligus untuk menjaga momentum kebangkitan bangsa, terutama untuk mengatasi pandemi yang dihadapi saat ini.
Selain aspek politik, kebangkitan bangsa dari situasi pandemi juga harus ditopang oleh kondisi ekonomi yang baik. Hasil survei Kompas pada April 2021 ini menunjukkan, sebanyak 57,8 persen responden puas pada kerja-kerja pemerintah di bidang ekonomi. Data ini melampaui angka apresiasi di awal periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 di mana angka apresiasi baru sebesar 49,8 persen.
Kepuasan di bidang ekonomi ini disampaikan responden lintas generasi dan kelas sosial. Kecenderungan tidak puas pada kinerja pemerintah di bidang ekonomi lebih banyak disampaikan oleh kelompok responden di kategori milenial madya (usia 24-40 tahun) dan kelompok responden dari kategori ekonomi atas.
Sementara jika dilihat dari preferensi politik, kelompok responden pemilih Prabowo Subianto (66,6 persen) pada Pemilihan Presiden 2019 lebih banyak menunjukkan sikap tidak puas pada capaian pemerintah di bidang ekonomi. Sebaliknya, sebanyak 72,3 persen dari total simpatisan Jokowi menyatakan puas. Jadi bisa dikatakan, isu kepuasan terhadap kinerja pemerintah, terutama terkait ekonomi ini, tidak lepas dari isu partisan terkait pilihan politik di pemilu.
Apresiasi publik yang cenderung stabil terkait kondisi ekonomi ini tentu menjadi modal sosial bagi pemerintah di tengah pandemi Covid-19. Meski demikian, aspek ekonomi di tataran lebih mikro memang harus menjadi perhatian serius pemerintah. Seperti halnya di bidang politik, survei pada April 2021 ini juga merekam sejumlah aspek di bidang ekonomi. Di antaranya ada aspek pemerataan pembangunan antarwilayah yang dinilai baik dan memuaskan oleh 68,9 persen responden.
Aspek lainnya adalah memberdayaan petani serta nelayan (57,5 persen), mencukupi kebutuhan pangan tanpa impor (54,8 persen), mengendalikan harga barang sekaligus jasa (52,3 persen), dan mengurangi pengangguran (41,6 persen). Dari data tersebut tampak aspek pemerataan pembangunan adalah kerja yang paling diapresiasi. Merunut ke belakang, kepuasan di aspek pemerataan pembangunan selalu unggul dibandingkan dengan aspek lainnya.
Pengangguran
Sementara jika dilihat data di atas, aspek penyediaan lapangan kerja demi mengurangi angka pengangguran belum sebaik kerja di aspek lainnya. Meskipun paling rendah, aspek lapangan kerja ini trennya menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan survei sebelumnya. Pada survei Januari 2015 skornya tidak pernah mencapai 50 persen. Angka terendah adalah 28,6 persen pada April 2015, tetapi survei pada Januari lalu sempat meningkat di angka 46,9 persen.
Tentu saja tantangan penyediaan lapangan kerja di tengah pandemi saat ini menjadi hal yang tidak mudah bagi pemerintah. Apalagi data Badan Pusat Statistik menyebutkan, tingkat pengangguran terbuka per Februari 2021 sebesar 6,26 persen, naik 1,32 poin dari tahun lalu yang tercatat sebesar 4,94 persen.
Dari sisi lapangan pekerjaan juga terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dibandingkan pada Februari 2020. Tujuh dari 17 sektor pekerjaan utama mengalami penurunan jumlah tenaga kerja, yakni industri pengolahan, konstruksi, jasa pendidikan, transportasi, administrasi pemerintahan, jasa keuangan, serta pengadaan listrik dan gas.
Hal yang sama juga tercatat dengan terjadinya penurunan upah yang turut memperburuk kesejahteraan masyarakat. Sebanyak sepuluh dari 17 sektor pekerjaan utama mengalami penurunan upah rata-rata. Penurunan upah terbesar terjadi di sektor pertambangan dan penggalian sebesar 16,02 persen, akomodasi makan dan minum (9,93 persen), serta transportasi dan pergudangan (7,28 persen).
Program
Pada akhirnya langkah unggulan pemerintah dengan program-program seperti bantuan subsidi upah, bantuan produktif bagi usaha mikro, dan kartu prakerja diharapkan dapat mengungkit kesejahteraan masyakakat. Di satu sisi juga diharapkan mampu meningkatkan dukungan publik pada kerja-kerja pemerintah, terutama dalam menghadapi pandemi.
Bagaimanapun, kinerja di bidang ekonomi ini akan turut memengaruhi kepercayaan publik pada pemerintah. Aspek ekonomi turut menentukan dukungan publik pada program-program pemerintah. Memperkuat kerja-kerja pemerintah di bidang politik dan ekonomi pada akhirnya juga memperkuat komitmen bersama bangsa ini untuk selalu merawat harapannya untuk kembali bangkit dari pandemi ini. Semoga.