100 Hari Kapolri, Kontras: Belum Ada Perubahan Signifikan
Program yang dijanjikan dinilai belum sepenuhnya dijalankan. Sebaliknya, Polri memaparkan sederet perubahan signifikan selama 100 hari kepemimpinan Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja 100 hari pertama Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dinilai kurang signifikan. Program-program yang dijanjikan saat uji kelayakan dan kepatutan menjadi Kapolri di hadapan anggota Komisi III DPR dinilai belum sepenuhnya dijalankan. Kapolri diharapkan menerima kritik dari publik agar visi mewujudkan transformasi kepolisian menjadi Polri Presisi, yakni prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan, bisa terwujud.
Saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) menjadi Kapolri pada Rabu (20/1/2021), Listyo menegaskan tekadnya untuk melakukan transformasi di tubuh Polri pada tataran organisasi, operasional, pelayanan publik, dan pengawasan. Transformasi Polri itu dilakukan dengan menuju Polri Presisi, yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
Untuk itu, ia membuat program 100 hari kerja yang terdiri atas 15 program, di antaranya menuntaskan kasus yang menjadi perhatian publik, mengubah fungsi kepolisian sektor (polsek) untuk tidak lagi melakukan penegakan hukum, serta memperbaiki pelayanan publik.
”Kinerja yang dilakukan Kapolri pada 100 hari pertama belum menunjukkan perubahan yang signifikan,” kata Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar, dihubungi dari Jakarta, Minggu (9/5/2021).
Untuk diketahui, Listyo dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kapolri menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis yang memasuki masa pensiun, Rabu (27/1/2021). Masa 100 hari pertama kerja Kapolri jatuh pada Kamis (6/5/2021).
Rivanlee mencontohkan dalam kasus yang menjadi perhatian publik, seperti penembakan enam anggota Front Pembela Islam, yang dilihatnya tidak memperlihatkan perkembangan yang signifikan, bahkan cenderung stagnan. Kapolri semestinya menjadikan kasus itu sebagai prioritas dan mengawasi jajarannya untuk menuntaskan kasus tersebut.
Sementara terkait rencana mengubah fungsi polsek untuk tidak lagi melakukan penegakan hukum, perubahan sudah mulai terlihat. Sebanyak 1.062 polsek tidak lagi melakukan fungsi penyidikan. Hal ini diputuskan dalam Keputusan Kepala Polri Nomor Kep/613/III/2021 tentang Penunjukan Kepolisian Sektor Hanya untuk Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat pada Daerah Tertentu per 23 Maret 2021.
”Konsekuensinya, kepolisian resor harus menerima kasus-kasus kejahatan dan bisa berakibat pada jumlah kasus yang berlebihan,” ujar Rivanlee.
Dalam hal perbaikan layanan publik, ia mengingatkan Listyo agar lebih mendefinisikan layanan publik yang dimaksud. Sebab, tidak semua pelayanan publik akan bisa diperbaiki secara bersamaan karena ada keterbatasan. ”Mekanisme pengaduan juga sebaiknya turut diperbaiki,” katanya.
Jika hal-hal yang dalam 100 hari pertama tidak dilakukan secara maksimal, hal itu dikhawatirkan memunculkan impunitas-impunitas selama Listyo memimpin Polri. Bahkan, itu bisa berimplikasi pada program-program lain jangka panjang yang telah disusun.
Oleh sebab itu, Rivanlee meminta agar Listyo melibatkan lembaga pengawas internal dan eksternal dalam memperbaiki institusi Polri. Lembaga eksternal yang beranggotakan non-kepolisian, seperti Ombudsman dan Komnas HAM, perlu dilibatkan dalam mengawasi dan mengoreksi kinerja kepolisian.
Selain itu, kepolisian juga diharapkan tidak resisten terhadap kritik dari publik. Polisi jangan sampai melakukan penolakan dan intimidasi dari pelaporan itu karena kritik menjadi bahan perbaikan. ”Buka ruang sebesar-besarnya agar publik mudah untuk mengkritik kepolisian. Sebab, hanya dengan kritik, perbaikan institusi Polri bisa dilakukan,” tutur Rivanlee.
Banyak perubahan
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan, pada prinsipnya Polri akan lebih siap menerima kritik. Hal ini untuk menjadikan Polri yang adil, jujur, dan transparan.
Meski demikian, ia menyatakan banyak perubahan signifikan yang terjadi dalam 100 hari pertama Kapolri. Beberapa program diluncurkan, antara lain aplikasi pengaduan masyarakat (Dumas) Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan). Aplikasi ini diciptakan untuk mewujudkan transparansi dan penanganan keluhan bagi masyarakat agar lebih cepat, mudah, dan terukur.
Kapolri juga meluncurkan aplikasi ”Propam Presisi” yang melayani pengaduan masyarakat terkait kinerja anggota Polri. Dengan hadirnya aplikasi ini, kinerja polisi dapat diawasi tidak hanya secara internal, tetapi juga secara eksternal.
Aplikasi lain, yakni aplikasi SP2HP (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan) dan e-PPNS (penyidik pengawal negeri sipil) berbasis daring. Aplikasi ini merupakan layanan kepolisian yang memberikan informasi kepada masyarakat terkait sejauh mana perkembangan perkara yang ditangani oleh Polri. Dalam aplikasi ini, pelapor bisa mendapat nomor telepon penyidik hingga atasan penyidik dan bisa melakukan komunikasi terkait perkembangan perkara yang dilaporkan oleh pelapor.
”Tujuannya sebagai bentuk transparansi penyidikan. Diharapkan juga tidak ada lagi sumbatan komunikasi atau informasi terkait penyidikan sebuah kasus,” kata Argo.
Di bidang pelayanan, Kapolri meluncurkan aplikasi surat izin mengemudi atau SIM Nasional Presisi (Sinar) untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dalam hal pembuatan hingga perpanjangan SIM. Melalui aplikasi ini, perpanjangan SIM tidak perlu lagi ke kantor Satpas, cukup sambil rebahan di rumah dengan aplikasi tersebut.
Selain itu, lanjut Argo, Kapolri juga mengembangkan sistem Rekrutmen Proaktif (Rekpro) melalui aplikasi e-Rekpro untuk perekrutan anggota Polri, khususnya jalur Bintara. Kemudian, Binmas Online System (BOS) Versi 2 yang dapat digunakan untuk membuat laporan berkenaan dengan kegiatan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat atau Bhabinkamtibmas.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengapresiasi semangat perubahan dan terobosan yang ditawarkan oleh Listyo untuk mewujudkan institusi Polri di era 4.0 yang yang lebih humanis dan berkeadilan.
Program Virtual Police (VP) membuat penegakan hukum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eelektronik lebih proporsional karena telah memberikan peringatan atau teguran kepada 419 akun media sosial yang dinilai melakukan pelanggaran UU ITE.
”Pada masa pandemi Covid-19, institusi Polri adalah salah satu institusi yang menjadi garda terdepan dalam menyukseskan program pemerintah dalam menekan laju penularan Covid-19,” katanya.