Irasionalitas Hasil Tes Wawasan Kebangsaan KPK
Untuk menjadi pegawai KPK, harus bisa melalui serangkaian tes yang berat. Saat sudah lolos, mereka ditanamkan nilai-nilai kebangsaan. Namun, kini, 75 pegawai KPK justru dinyatakan tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan.
Mereka yang kini bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi sama sekali bukan orang sembarangan. Serangkaian tes yang berat dan memakan waktu harus terlebih dahulu dilalui. Ketika sudah lolos seluruh tahapan tes pun, mereka masih harus menjalani pendidikan layaknya polisi dan prajurit TNI. Fisik ditempa. Kecintaan pada tanah air dan nilai-nilai kebangsaan ditanamkan.
Akan tetapi, kerja keras untuk bisa melalui seluruh tahapan tersebut seakan tak dianggap setelah 75 pegawai komisi terancam harus pergi dari lembaga antirasuah itu. Ini semata karena mereka dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pengalihan status menjadi aparatur sipil negara seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
”Indonesia Memanggil”. Begitu nama tajuk dari setiap gelombang rekrutmen pegawai yang dilakukan oleh KPK sejak gelombang pertama pada 2005.
Melalui akun Twitter-nya, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menceritakan sulitnya untuk bisa lolos serangkaian tes ”Indonesia Memanggil 7” atau IM-7, sekitar delapan tahun lalu. Meski demikian, di gelombang rekrutmen ke-7 tersebut, ia berhasil lulus bersama 159 pegawai lain.
Baca juga : Dukungan kepada 75 Pegawai KPK Terus Bergulir
Febri mengungkapkan, seluruh tes sebelum tahap wawancara unit kerja dilakukan oleh konsultan independen yang berpengalaman melakukan tes serupa untuk sejumlah lembaga negara atau swasta.
Ini serupa dengan informasi di situs KPK di mana proses seleksi menggunakan konsultan independen atau pihak ketiga sebagai pelaksana. Mereka yang lulus seleksi IM akan menjadi pegawai tetap KPK.
Empat tahapan
Terdapat empat tahapan dalam seleksi IM, meliputi seleksi administrasi, tes potensi, tes kompetensi bidang, dan tes bahasa Inggris. Diawali dengan seleksi administrasi, di tahap ini ada beberapa pertanyaan awal tentang fondasi-fondasi integritas dan motivasi masuk KPK.
Setelah lolos tes administrasi, akan memasuki tes potensi yang berlangsung selama satu hari penuh. Menurut Febri, soal yang keluar di tes ini tak jauh berbeda dengan soal untuk rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS). ”Ada beberapa soal yang mirip. Tetapi, saya merasakan tesnya sangat berat hari itu. Selain menguji potensi IQ (intelligence quotient/kecerdasan intelektual), juga kesabaran dan konsistensi,” ucap Febri.
Tahapan selanjutnya, tes kompetensi bidang. Soal-soal di dalam tes tersebut disesuaikan dengan bidang yang dilamar oleh pegawai. Misalnya, jika melamar sebagai penyelidik, pertanyaan yang keluar seputar audit.
Selain itu, ada pula soal-soal di dalamnya yang berkaitan dengan pengetahuan umum tentang berbangsa dan bernegara, hukum, serta pemberantasan korupsi.
Pada tahapan tes kompetensi ini, ada pula wawancara dengan konsultan. Febri mengaku, saat itu konsultan hanya menggali hal-hal yang relevan. Bahkan, ada pertanyaan mendalam tentang integritas dan independensi.
”Termasuk pertanyaan, apa yang akan Anda lakukan jika tahu atasan salah? Saya jawab, saya akan ingatkan dengan cara yang tepat. Saya juga ditanya, situasi apa yang paling sulit ketika harus memilih kepentingan pribadi dengan kepentingan pelaksanaan tugas. Hingga terkait kepemimpinan tim dan pengambilan keputusan,” papar Febri.
Menurut Febri, pertanyaan-pertanyaan itu sangat penting dilontarkan kepada calon pegawai karena berkaitan dengan aspek kepemimpinan dan mencegah terjadinya konflik kepentingan ketika diterima bekerja di KPK. Kemudian, tahap keempat adalah tes bahasa Inggris.
”Proses yang dilalui cukup panjang dan saringan yang sangat ketat. Terakhir, kami mengikuti tes kesehatan,” kata Febri.
Ia menjalani seleksi hampir selama enam bulan, sejak pendaftaran pada Mei 2013 hingga masa pendidikan pada November 2013. Setelah seluruh tahapan dilalui, mereka yang lolos seleksi dipanggil wawancara dengan unit kerja.
Pada fase wawancara inilah digali sedemikian rupa kemampuan dan latar belakang. ”Sebelumnya, KPK menerjunkan tim profiling setiap calon,” ujarnya.
Aspek kebangsaan
Setelah lolos seluruh tahapan, pegawai baru KPK memasuki tahapan yang paling ”terkenal” di setiap angkatan KPK. Tahapan pendidikan dasar ini disebut induksi pegawai KPK.
Mereka dididik dan ditempa di Pusat Pendidikan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, selama dua bulan. Namun, ada pula beberapa angkatan menjalani pendidikan dasar di Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI dan Akademi Kepolisian (Akpol).
Di pendidikan dasar ini, pegawai baru KPK diberikan berbagai materi fisik, kedisiplinan, aspek kebangsaan dan cinta tanah air, hingga materi-materi intelijen dan hukum. Mereka selalu bangun pukul 04.00 dan sesi harian selalu berakhir malam hari, sekitar pukul 20.00 atau pukul 21.00.
Selain di Batujajar, mereka dibawa ke tempat pelatihan hutan bagi prajurit Kopassus di Situ Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Di sana, hampir setiap saat pelatih menekankan tentang nilai-nilai kebangsaan.
Namun, menurut Febri, kisahnya dalam melalui seluruh tahapan untuk bisa menjadi pegawai KPK itu masih terbilang ringan dibandingkan angkatan sebelumnya. Dari informasi yang ia peroleh, pegawai-pegawai KPK di angkatan sebelumnya melalui proses yang lebih berat. Tidak hanya itu, seleksi jabatan di KPK juga harus tes dengan tahapan yang ia pernah jalani.
”Karena itu, saya enggak habis pikir sekarang beberapa pegawai senior yang berdedikasi dan berkinerja bagus terancam disingkirkan hanya karena tes wawasan kebangsaan yang kontroversial ini,” ucap Febri.
Isu radikal
Belakangan ramai, sebanyak 75 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pengalihan status merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Aturan ini kemudian diturunkan ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN. Dalam Pasal 3 PP itu disebutkan, salah satu syarat pengalihan menjadi ASN adalah harus setia dan taat pada Pancasila dan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta pemerintahan yang sah. Selanjutnya, dalam Peraturan KPK No 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK Menjadi ASN, syarat itu lebih didetailkan. Untuk memenuhi syarat tersebut, dilaksanakan assessment atau penilaian tes wawasan kebangsaan oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
Tes wawasan kebangsaan dilakukan KPK bersama dengan Badan Kepegawaian Negara, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Tujuan penilaian ini untuk mengukur integritas, netralitas, serta antiradikalisme.
Namun, Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap mendapati hal yang janggal saat mengikuti tes wawancara dalam rangkaian TWK. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan pewawancara adalah soal pengucapan selamat hari raya kepada umat beragama lain.
”Saya heran ketika ada pertanyaan ke saya tentang apakah saya mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain. Saya pikir seharusnya pewawancara sudah mendapatkan informasi bahwa di KPK mengucapkan selamat hari raya kepada rekannya yang merayakan merupakan hal biasa, baik secara langsung maupun melalui grup WA (Whatsapp),” ujar Yudi.
Lagi pula, sebagai Ketua WP KPK, Yudi sudah biasa hadir memberi sambutan langsung ketika acara Natal bersama pegawai di kantor KPK. Istrinya yang berjilbab bahkan pernah diajak ikut dalam acara tersebut. ”Kami disambut dengan hangat oleh kawan-kawan yang merayakan,” kata Yudi.
Baca juga : Pemberhentian Pegawai KPK Bukan Solusi
Dengan segala pengalaman tersebut, Yudi pun menyampaikan kepada pewawancara bahwa seluruh pegawai di KPK tetap bisa bekerja sama dalam memberantas korupsi meski berbeda agama. Ini termasuk dalam setiap penindakan oleh KPK, tetap profesional berlandaskan pada hukum.
”Jadi, isu-isu radikal dan Taliban di luaran hanya isapan jempol,” katanya.
Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers pengumuman 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan, Rabu lalu, menegaskan, lembaga yang ia pimpin tidak punya kepentingan apa pun dengan tes tersebut. Tes sama sekali bukan untuk mengusir pegawai dari KPK, tetapi sepenuhnya untuk menjalankan amanat UU No 19/2019.
Namun, apa daya, ekosistem bekerja di internal KPK yang toleran, profesionalitas mereka bekerja, plus segala kerumitan untuk bisa menjadi pegawai KPK tersebut seperti tak dipertimbangkan. Indikator kecintaan pada Pancasila, konstitusi, dan NKRI semata diukur dari lolos tidaknya tes wawasan kebangsaan. Itu pun dengan pertanyaan-pertanyaan yang janggal di dalamnya. Maka wajar jika kemudian muncul kecurigaan dari sebagian publik bahwa tes hanya akal-akalan untuk melemahkan KPK.