Jelang Pemungutan Suara Ulang, Pengawasan Tak Boleh Kendur
Calon gubernur Kalimantan Selatan, Denny Indrayana, melaporkan dugaan pelanggaran dan kecurangan kepada Badan Pengawas Pemilu. Jelang pemungutan suara ulang di sejumlah daerah, pengawasan oleh Bawaslu tak boleh kendur.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi pelanggaran, terutama politik uang, dikhawatirkan masih terjadi menjelang pemungutan suara ulang Pemilihan Kepala Daerah 2020. Badan Pengawas Pemilu dan aparat penegak hukum harus tetap waspada untuk mencegah dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang berpotensi mencederai pilkada.
Dugaan pelanggaran dilaporkan salah satu calon gubernur Kalimantan Selatan, Denny Indrayana, kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di Jakarta, Senin (12/4/2021). Menjelang pelaksanaan pemungutan suara ulang 9 Juni, ia menyampaikan ada sejumlah dugaan kecurangan dan politik uang dengan berbagai modus, antara lain pembagian bakul berisi sembako dan memborong barang dagangan disertai pembagian uang kepada warga.
”Kami juga menemukan fakta pelibatan aparat pemerintah dari level kepala dinas sampai level kepala desa dan ketua RT-RW yang digaji Rp 2,5 juta, kemudian kepala desa digaji Rp 5 juta per bulan untuk menggalang suara pemilih. Ini sangat sistematis dan masif sekali,” ujarnya.
Temuan lain, pemasangan stiker bertanda khusus di rumah-rumah warga sebagai kamuflase pendataan pemilih yang diduga akan digunakan untuk data pemberian politik uang. Temuan lain adalah kegiatan ibadah yang diikuti dengan pembagian uang.
Denny menuturkan, Bawaslu seharusnya aktif memantau dan tidak hanya menunggu laporan dari kandidat maupun masyarakat. Bawaslu perlu turun ke lapangan untuk mencegah dan menindak pelanggaran-pelanggaran itu.
”Sanksi politik uang bisa berupa pidana dan sanksi diskualifikasi sehingga praktik-praktik ini harus segera dihentikan,” ujarnya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, mengingatkan, potensi pelanggaran menjelang pemungutan suara ulang (PSU) cenderung tinggi. Apalagi sebagian besar PSU hanya dilakukan di beberapa tempat pemungutan suara dengan jumlah pemilih tidak sebanyak saat pemungutan suara 9 Desember 2020.
”Semakin kecil wilayah pertarungannya, pertarungan untuk memperebutkan suara pemilih semakin tinggi sehingga potensi pelanggaran meningkat,” katanya.
Pada Pilkada 2020, ada 15 daerah yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melakukan PSU dan 1 daerah melakukan penghitungan suara ulang. PSU di Teluk Wondama telah dilaksanakan 8 April dan penghitungan suara ulang di Sekadau dilaksanakan 12 April.
Masih ada 14 daerah yang masih akan melaksanakan PSU. Daerah tersebut adalah Morowali Utara (19/4), Indragiri Hulu (20/4), Penukal Abab Lematang Ilir (21/4), Rokan Hulu (21/4), Labuhan Batu (24/4), Mandailing Natal (24/4), Labuhan Batu Selatan (24/4), Kota Banjarmasin (28/4), Halmahera Utara (28/4), Yalimo (5/5), Provinsi Jambi (5/5), Provinsi Kalimantan Selatan (9/6), Boven Digoel (23/6), dan Nabire (14/7).
Meskipun kampanye jelang PSU dilarang, menurut Fadli, kegiatan sosialisasi, terutama yang dilakukan pasangan calon, rentan ditunggangi praktik politik uang. Potensi ini cenderung meningkat karena ada ritual keagamaan berupa pembagian zakat saat bulan Ramadhan yang bisa dimanfaatkan sekelompok orang dan mengajak untuk memilih pasangan calon tertentu.
”Politik uang dan pemberian zakat bukan hal yang perlu dipertentangkan, tetapi penyelenggara harus waspada agar tidak ditunggangi kepentingan politik. Bawaslu bisa mengimbau agar pasangan calon menyalurkan zakat melalui badan amil zakat,” tuturnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran pilkada tidak boleh mengendur. Kewaspadaan Bawaslu dan aparat penegak hukum mesti ditingkatkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran akibat sengitnya persaingan dalam PSU.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, pihaknya mendorong jajaran Bawaslu untuk tetap melakukan pengawasan guna mencegah politik uang. Kandidat dan tim pemenangan juga diminta untuk menghindari praktik politik uang. Kegiatan kampanye pun dilarang untuk dilaksanakan.
Menurut dia, pengawasan terhadap praktik politik uang saat PSU kali ini cenderung menghadapi tantangan. Sebab, pelaksanaannya di sebagian daerah berlangsung saat bulan Ramadhan. Kegiatan keagamaan, seperti pembagian zakat, rentan ditunggangi kepentingan politik.
Meskipun pada 2018 Bawaslu pernah mengimbau agar pembagian zakat disalurkan melalui lembaga pengelola zakat, tahun ini hal itu sulit dilakukan. Sebab, pada PSU kali ini tidak ada tahapan kampanye, berbeda pada 2018, tahapan kampanye pilkada berlangsung saat bulan Ramadhan.
”Ini menjadi lubang yang harus dipikirkan bersama karena ini tidak hanya dibebankan ke penyelenggara, tim pemenangan juga terus diedukasi,” katanya.