Pemerintah berjanji lebih tegas mengatur larangan mudik tahun 2021. Namun, upaya ini dinilai sulit berhasil jika tidak disertai dengan payung hukum dan sanksi yang tegas.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan kasus baru Covid-19 yang terjadi beberapa kali setelah libur panjang 2020 menjadi pelajaran berharga untuk mencegah agar hal serupa tidak kembali terjadi seusai Idul Fitri 2021. Pemerintah berjanji menyiapkan langkah yang lebih tegas, mengikuti kebijakan pelarangan mudik 2021.
Larangan mudik diberlakukan 6-17 Mei 2021 bagi aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, karyawan badan usaha milik negara (BUMN), karyawan swasta, dan elemen lain masyarakat. Sebelum dan sesudah periode larangan mudik, masyarakat diimbau tak melakukan pergerakan ke luar daerah, kecuali dalam keadaan mendesak.
Berdasarkan laporan yang diterima Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kasus aktif Covid-19 di Tanah Air sudah turun menjadi 7,4 persen, jauh di bawah rata-rata kasus aktif dunia 17,3 persen. Hanya saja, kasus kematian di Indonesia, yakni 2,7 persen, masih lebih tinggi dari rata-rata dunia 2,17 persen.
”Presiden meminta supaya menggunakan momentum positif saat ini sebaik-baiknya, tetapi juga harus hati-hati,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat dihubungi seusai sidang kabinet paripurna membahas penanganan Covid-19 menghadapi bulan puasa dan libur Idul Fitri di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (7/4/2021) sore.
Presiden Joko Widodo, lanjut Muhadjir, menyampaikan perlunya langkah cermat dan tegas dalam pelaksanaan kebijakan larangan mudik Lebaran tahun ini. Sebab, berdasarkan pengalaman tahun lalu, kasus Covid-19 setelah Idul Fitri naik tajam karena implementasi pembatasan kegiatan atau larangan mudik dinilai kurang cermat dan tegas.
Pada tahun 2020, dari catatan Kompas, masih ada warga yang nekat mudik meski sudah ada larangan pemerintah. Selain menggunakan moda transportasi pribadi, ada juga warga yang kucing-kucingan estafet menggunakan kombinasi moda transportasi umum.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanggulangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, dalam keterangan pers virtual sesuai sidang kabinet, memaparkan, setelah Idul Fitri tahun 2020 terjadi kenaikan kasus harian Covid-19 hingga 93 persen. Lonjakan kasus Covid-19 juga terjadi setelah libur panjang Agustus 2020, saat libur panjang Oktober, serta saat libur Natal dan Tahun Baru.
Masih mengancam
Saat ini sejumlah negara di Eropa dan Asia kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19. Kondisi itu menunjukkan Covid-19 masih mengancam. Di sisi lain, survei Kementerian Perhubungan mengindikasikan animo masyarakat untuk mudik cukup tinggi. Sebanyak 33 persen warga, yakni 81 juta warga, akan mudik Lebaran jika tak ada larangan dari pemerintah. Sementara jika pemerintah melarang mudik, 11 persen atau 27 juta warga ingin tetap mudik.
”Presiden menugaskan kami untuk melakukan mitigasi agar apa yang terjadi tahun sebelumnya (lonjakan kasus) tidak terjadi lagi,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah membuat penyekatan di lebih dari 300 lokasi. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengurangi layanan kereta pada musim mudik Lebaran. Transportasi laut juga akan dibatasi.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai, larangan mudik tidak akan efektif mencegah penularan, apalagi mengendalikan Covid-19. Salah satunya karena masyarakat umumnya tak disiplin. ”Masyarakat selalu mencari jalan agar bisa tetap mudik,” ujarnya.
Selain itu, larangan mudik juga hanya diatur melalui surat edaran menteri sehingga tidak bisa mengikat secara hukum. Sanksi juga tidak bisa diterapkan karena tidak ada payung hukum cukup kuat yang mengatur larangan mudik.
Surat edaran
Dalam rapat di Komisi V DPR, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, para direktur jenderal di lingkup Kemenhub akan membuat surat edaran menyangkut hal yang lebih teknis soal larangan mudik. Hal itu, antara lain, terkait pengaturan kapasitas kendaraan, kendaraan yang beroperasi di setiap operator, dan simpul-simpul transportasi.
Meski demikian, masih ada peluang bagi ASN, TNI, Polri, dan masyarakat melakukan perjalanan untuk kepentingan khusus, misalnya ada keluarga sakit, meninggal, ataupun kepentingan tugas.
Kemarin, Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menandatangani Surat Edaran Nomor 08 Tahun 2021 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Mudik dan/atau Cuti bagi Pegawai ASN dalam Masa Pandemi Covid-19.
”Pegawai ASN dan keluarganya dilarang bepergian ke luar daerah dan atau mudik pada 6 sampai 17 Mei 2021,” ujar Tjahjo, seperti tertulis dalam surat edaran.
Namun, ada pengecualian bagi ASN yang melakukan perjalanan dinas dan bersifat penting. Mereka harus tetap mengantongi surat tugas yang ditandatangani minimal oleh pejabat eselon II atau kepala kantor satuan kerja.
Sejumlah kepala daerah juga menyambut larangan mudik ini dengan meminta warganya mematuhi kebijakan demi kebaikan bersama itu.
”Pemerintah masih melarang mudik. Masyarakat harus longgar hati demi menjaga keselamatan bersama. Tolong dipatuhi aturan ini,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Di sisi lain, pemerintah daerah juga mengantisipasi jika ada warga yang tetap mudik. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro akan dioptimalkan dalam pengawasan lingkungan.
”Karena sudah ada PPKM mikro, (pemudik diisolasi) bisa ditempatkan di (balai) desa, RT, RW, atau tempat tertentu. Tempat bisa di mana-mana. Yang jelas daerah mesti menyiapkan tempat isolasi,” ujar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang.
THR tepat waktu
Selain penanganan Covid-19, sidang kabinet kemarin juga membahas upaya pemulihan ekonomi nasional. "Presiden juga menyampaikan bahwa kita harus menjaga momentum pertumbuhan, dimana pertumbuhan ekonomi dan penanganan Covid-19 ini harus berjalan seiring," kata Airlangga.
Karena itulah Presiden menekankan pentingnya mendorong konsumsi masyarakat. Salah satunya adalah pemberian tunjangan hari raya untuk karyawan perusahaan swasta tepat waktu. Apalagi, pemerintah telah memberikan fasilitas dan insentif kepada pelaku usaha di berbagai sektor.
”Ini tadi disampaikan bahwa sudah waktunya pihak swasta untuk memberi THR Lebaran kepada karyawan karena berbagai kegiatan (insentif) sudah diberikan. Kalau THR dibayarkan, dana yang bisa masuk ke pasar sampai Rp 215 triliun,” ujar Airlangga.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mendorong konsumsi masyarakat adalah mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos). Semua jenis bansos dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Bantuan Langsung Tunai untuk bulan Mei-Juni akan diberikan pada awal Mei.
Bukan hanya itu, pemerintah juga mendorong terselenggaranya hari belanja daring nasional pada sepuluh hari hingga lima hari menjelang Lebaran. Untuk itu, pemerintah menyiapkan anggaran hingga Rp 500 miliar untuk subsidi ongkos kirim. (NTA/CAS/BOW/NIK/MEL/RTG/DIT)