Memasuki hari kedua implementasi larangan mudik, Sabtu (25/4/2020), masih cukup banyak warga yang tetap mencoba-coba meninggalkan Jakarta untuk mudik ke kampung halaman.
Oleh
DEA/VIO/JOG/TAN/XTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Memasuki hari kedua implementasi larangan mudik, Sabtu (25/4/2020), masih cukup banyak warga yang tetap mencoba-coba meninggalkan Jakarta untuk mudik ke kampung halaman. Selain menggunakan moda transportasi pribadi, ada warga yang kucing-kucingan estafet menggunakan kombinasi moda transportasi umum.
Larangan mudik yang dimulai sejak 24 April hingga akhir Mei itu bertujuan mencegah penyebaran Covid-19. Larangan mudik berlaku bagi warga dari wilayah zona merah Covid-19, daerah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan daerah aglomerasi wilayah PSBB.
Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Polri, pada Sabtu sore, ada sekitar 1.100 kendaraan mencoba keluar dari Jakarta, dipantau dari sejumlah titik sekat. Jumlah itu terdiri dari kendaraan pribadi dan angkutan umum. Jumlah ini turun daripada sehari sebelumnya, yakni sekitar 3.000 kendaraan. Sepeda motor belum termasuk dalam data itu.
”Sudah ada penurunan angka kendaraan yang diminta berputar balik ke Jakarta. Kami harapkan dari hari ke hari masyarakat makin tertib,” ujar Kepala Bagian Operasional Korps Lalu Lintas Polri Komisaris Besar Benyamin saat dihubungi, kemarin.
Berdasarkan evaluasi pada hari pertama larangan mudik, menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra, masih banyak warga yang coba-coba keluar dari Jakarta. Namun, karena Ditlantas Polda Metro Jaya sudah membuat 18 titik pemeriksaan penyekatan kendaraan, mudik berhasil dicegah. Sebanyak 18 titik pemeriksaan itu antara lain terletak di Tol Cikarang Barat arah Cikampek, Tol Bitung arah Merak, serta 16 di jalur arteri.
Akan tetapi, kepolisian mendapati pemudik dari Jakarta yang nekat mudik dengan cara estafet, yakni menggunakan kombinasi angkutan kota, bus antarkota dalam provinsi, dan bus antarkota antarprovinsi.
Di Kota Tegal, Jawa Tengah, sebuah bus yang mengangkut 25 pemudik diminta kembali ke tujuan semula, Sabtu petang. Bus tersebut bertolak dari Cirebon, Jawa Barat, dan sedang dalam perjalanan menuju Semarang, Jawa Tengah.
Saat ditanya petugas Polri, mereka mengaku berangkat dari Jakarta pada Jumat petang menggunakan angkutan kota ke Bekasi. Dari Bekasi ke Karawang, mereka menumpang angkot. Dari Karawang, mereka naik bus kecil ke Cirebon. Dari Cirebon, perjalanan dilanjutkan dengan bus antarkota antarprovinsi tujuan Semarang yang singgah di Terminal Tegal.
”Tadi ketahuan waktu pemeriksaan. Kami minta putar balik,” ujar Kepala Kepolisian Resor Tegal Kota Ajun Komisaris Besar Siti Rondijah saat ditemui di Terminal Tipe A Kota Tegal, Sabtu malam.
Tindakan tegas
Wakil Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah mengatakan, pola komunikasi dan kebijakan pemerintah yang inkonsisten terkait dengan larangan mudik ataupun berkaitan dengan penanganan Covid-19 secara umum membuat masyarakat berpikir situasi yang mereka hadapi tidak serius. Akibatnya, masyarakat terdorong untuk mencoba-coba melanggar aturan.
Terkait hal itu, Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas mengatakan, supaya aturan efektif di lapangan, diperlukan ketegasan penegakan hukum di lapangan. Menurut dia, pemerintah tidak perlu menunggu sampai 7 Mei untuk menerapkan penegakan hukum tegas.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menuturkan, aparat keamanan bisa menindak tegas dengan menghentikan pemudik di tengah perjalanan. Penegakan akan dilakukan aparat hukum secara ketat agar masyarakat mematuhi aturan yang dikeluarkan pemerintah.
Larangan mudik akan diberlakukan sampai sesudah hari raya Idul Fitri. Meski begitu, kata Mahfud, waktu larangan bisa menyesuaikan dengan perkembangan situasi yang terjadi di tengah masyarakat.
Berkaitan dengan penegakan hukum, Asep menuturkan, saat ini kepolisian masih menindak warga yang melanggar ketentuan dengan upaya persuasif. Mereka diberi peringatan, kemudian disuruh berputar balik.
Namun, mulai 7 Mei, ada kemungkinan dilakukan penegakan hukum. Mereka yang tetap nekat mudik meski sudah diperingatkan bisa terancam sanksi 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Hal itu diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
PSBB
Kepala Departemen Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Irwandy, saat dihubungi dari Jakarta menilai, larangan mudik bisa efektif menekan penularan Covid-19. Meski begitu, upaya penanggulangan di setiap daerah, terutama daerah episenter, harus lebih masif.
”Larangan mudik akan efektif memutus mata rantai penularan dari satu daerah ke daerah lain. Namun, masalahnya, dalam daerah masih berisiko terjadi penularan lokal. Maka, PSBB harus makin diperketat. Kegiatan di masyarakat harus benar-benar dikurangi. Jika tidak, risikonya adalah terjadi gelombang kedua penularan Covid-19,” tuturnya.
Iswandy mengingatkan bahwa kunci keberhasilan PSBB adalah pengawasan yang ketat dan kedisiplinan warga untuk membatasi kegiatan di luar rumah.
Adapun operasionalisasi Pelabuhan Merak untuk penyeberangan Jawa-Sumatera, kemarin, tetap berjalan. General Manager PT ASDP Cabang Merak Hasan Lessy menuturkan, pelabuhan dibuka untuk pelayanan pengiriman logistik ataupun angkutan penumpang.
Menurut dia, hal itu tak menyalahi Peraturan Menteri Perhubungan No 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Penyebabnya, Cilegon, Banten, dan Lampung tak termasuk wilayah yang menetapkan PSBB.
Ia menambahkan, penumpang dari Cilegon tetap diperbolehkan menyeberang ke Lampung melalui Pelabuhan Merak. Warga yang dilarang menyeberang adalah mereka yang berasal dari daerah yang berstatus PSBB, misalnya dari Jakarta. Dia menambahkan, pemeriksaan terhadap identitas dan daerah asal penumpang juga dilakukan tim gabungan di jalan arteri dan gerbang tol menuju Pelabuhan Merak. Penumpang yang berasal dari wilayah PSBB tidak diizinkan melanjutkan perjalanan.