Merunut Jejak Kebijakan Larangan Mudik 2020
Ragam upaya dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran virus korona. Setelah menerapkan pembatasan sosial berskala besar di beberapa daerah, pemerintah juga melarang masyarakat untuk mudik Idul Fitri.
Untuk mencegah meluasnya penyebaran wabah korona, pada 23 April 2020 pemerintah mengeluarkan larangan mudik Idul Fitri. Kebijakan tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Melihat tujuan kebijakan ini, setidaknya ada tiga poin risiko yang hendak dicegah oleh pemerintah dengan melarang mudik. Tiga risiko tersebut adalah mencegah meluasnya kontak erat, isolasi zona merah, serta memutus risiko penularan antarmanusia.
Faktor pertama adalah memutus rantai penularan dengan menghentikan kontak erat kasus korona. Kontak erat yang dimaksud adalah ketika seseorang melakukan kontak dengan orang lain yang dinyatakan positif Covid-19. Kontak yang yang berisiko terjadi pada dua hari sebelum timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Kontak erat tersebut dapat terjadi kepada semua orang yang berada di lingkungan tertutup yang sama dengan pembawa virus korona, seperti rekan kerja, orang yang berada satu rumah, satu kelas atau satu sekolah, serta satu pertemuan.
Melihat faktor risikonya, terdapat dua kategori terkait orang paling berisiko tertular virus korona, yaitu pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP). Hingga 8 Mei 2020, di Indonesia terdapat 244.480 orang dalam pemantauan dan 29.087 pasien dalam pengawasan.
Episentrum
Faktor berikutnya adalah isolasi daerah rawan wabah. Melihat persebaran wilayahnya, kasus Covid-19 di Indonesia masih terkonsentrasi di lima lokasi, terutama di DKI jakarta dan Jawa Barat.
Jumlah kasus korona di Ibu Kota per 8 Mei 2020 menyentuh angka 4.901 orang. Persentase kasus di Ibu Kota adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan total kasus yang terjadi di Indonesia, yaitu 37 persen. Provinsi lain yang juga menjadi wilayah dengan kasus positif Covid-19 terbanyak adalah Jawa Barat dengan 1.404 kasus.
Agar tidak menyebar, pembatasan sosial berskala besar diterapkan di seluruh wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Mencermati substansi peraturan gubernur, tujuan pembatasan ini dimaksudkan membatasi kegiatan tertentu dan pergerakan orang dalam menekan penyebaran Covid-19.
Tujuan tersebut beririsan dengan faktor risiko terakhir yang menjadi pertimbangan melarang mudik, yaitu menekan bahaya penularan. Publikasi Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan pada 23 Maret 2020 menjelaskan bahaya penularan Covid-19 dari manusia ke manusia.
Penularan virus korona tersebut sangat mudah, melalui percikan batuk/bersin (droplet). Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan hingga 5 Mei 2020, terdapat 79 kabupaten/kota yang melaporkan kasus transmisi lokal, yaitu kasus konfirmasi yang penularannya diketahui secara lokal di wilayahnya.
Jejak kebijakan
Melihat risiko-risiko yang ditimbulkan, dalam masa pandemi ini pemerintah mengambil kebijakan melarang mudik Lebaran. Merunut kebijakan yang diambil, keputusan pemerintah yang paling awal ialah dibatalkannya program mudik gratis tahun ini. Kementerian Perhubungan membatalkan program mudik gratis pada masa Lebaran 2020.
Kebijakan tersebut diambil dalam rangka tanggap darurat bencana Covid-19. Status tanggap darurat berlaku pada 29 Februari-29 Mei 2020.
Keputusan Kemenhub didasarkan pada upaya pencegahan penyebaran virus korona baru ke luar daerah merah, utamanya dari wilayah DKI Jakarta dan daerah penyangga Ibu Kota.
Semenjak diberlakukan situasi tanggap darurat Covid-19, pemerintah juga menerapkan pembatasan jarak fisik atau physical distancing. Hal ini membatasi ruang gerak dan aktivitas masyarakat khususnya di kawasan Jabodetabek.
Pembatasan jarak fisik ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan imbauan bekerja dan bersekolah dari rumah. Pada 15 Maret 2020 Presiden Jokowi menyampaikan imbauan ini untuk dilaksanakan oleh lembaga pemerintah dan swasta, pabrik, pemberi pekerjaan lainnya, serta institusi pendidikan.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kemudian mengeluarkan Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di lingkungan instansi pemerintah.
Sebatas imbauan
Namun, hingga Maret 2020 berakhir pemerintah belum juga mengeluarkan aturan soal larangan mudik. Hanya ada imbauan tanpa ada sanksi bagi pelanggar imbauan.
Meski sudah ada imbauan untuk tidak mudik, mobilitas warga perantau datang ke kota asal tetap terlihat. Hingga 26 Maret 2020, setiap malam terpantau sekitar 20 bus membawa pemudik dari Jakarta dan sekitarnya masuk wilayah Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Jakarta merupakan salah satu muara arus pulang kampung para perantau. Gubernur DKI Anies Baswedan sudah mengimbau warga Ibu Kota supaya tidak pulang ke kampung halaman sejak awal Maret 2020.
Belum munculnya larangan mudik dari pemerintah pusat disambut seruan tegas dari kepala daerah. Imbauan larangan mudik diserukan oleh pemerintah daerah. Pemda melayangkan kampanye ”jangan mudik” atau mengingatkan konsekuensi apabila nekat pulang kampung.
Suara tersebut antara lain disampaikan Pelaksana Tugas Wali Kota Medan, Sumatera Utara, Akhyar Nasution dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Di Jawa Timur, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengambil langkah menutup 40 akses dari dan ke wilayahnya.
Akses hanya melalui tiga jalan nasional Trenggalek dari dan ke Tulungagung, Pacitan, dan Ponorogo. Di tiga lokasi ini, tim terpadu mendata dan memeriksa semua orang yang melintas.
Praktis kebijakan larangan mudik pada periode Maret 2020 hingga April 2020 diambil secara inisiatif para kepala daerah. Kepala daerah melakukan beragam upaya untuk membendung arus kepulangan para perantau.
Dilarang mudik
Pada awal April, Presiden Joko Widodo memutuskan tidak akan melarang mudik. Hal ini disampaikan dalam rapat terbatas pada 2 April 2020. Kendati demikian, pemerintah pusat tetap menyerukan anjuran untuk tidak mudik.
Apabila masyarakat tetap mudik, maka harus melakukan karantina mandiri selama 14 hari di kampung halaman. Artinya masyarakat yang pulang kampung otomatis berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP).
Berselang 19 hari kemudian, Pesiden memberi putusan tentang kejelasan larangan mudik. Presiden Joko Widodo memutuskan melarang mudik 2020 dalam rapat terbatas pada 21 April 2020.
Larangan mudik efektif diberlakukan mulai Jumat, 24 April, hingga 31 Mei 2020. Lalu lintas orang keluar dan masuk wilayah Jabodetabek tidak diperbolehkan.
Selama masa larangan mudik, layanan transportasi publik di area Jabodetabek masih berjalan, tetapi hanya untuk mobiitas lokal. Transportasi publik seperti Transjakarta dan kereta rel listrik tetap dioperasikan. Kebutuhan transportasi tenaga medis atau layanan kesehatan serta pegawai layanan publik dasar lainnya juga masih diperbolehkan beroperasi.
Sanksi
Untuk mendukung kebijakan tersebut, sanksi hukum juga disertakan. Ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 mengatur sanksi bagi pelanggar berupa sanksi tertulis yang berlaku pada 24 April hingga 7 Mei 2020.
Kemudian pada kurun waktu 8 Mei hingga 31 Mei 2020 diberlakukan sanksi lain. Pelanggar diarahkan kembali menuju titik asal keberangkatan (Pasal 6) dan sanksi administrasi berupa pencabutan izin rute perjalanan (Pasal 25).
Praktik sanksi di lapangan berupa pengarahan kembali pemudik ke titik asal sudah diberlakukan mulai 24 April 2020. Pemerintah bekerja sama dengan kepolisian dan PT Jasamarga menjaga jalan akses keluar dan masuk wilayah Jabodetabek.
Pemerintah daerah di luar wilayah Jabodetabek menanggapi secara positif aturan pemerintah pusat ini. Pemprov Jawa Tengah dan DI Yogyakarta mendukung kebijakan kendaraan pemudik untuk putar balik ke tempat keberangkatan.
Pemerintah daerah juga bersinergi dengan kepolisian daerah masing-masing menempatkan petugas di terminal, pintu-pintu tol, serta perbatasan wilayah untuk mencegah pemudik yang berasal dari daerah bahaya Covid-19.
Baca juga : Dilema Teknologi Pelacakan Kontak Korona
Pada hari pertama pemberlakuan larangan mudik (24/4/2020) dan Sabtu (25/4/2020) dilaporkan sebanyak 463 kendaraan yang hendak memasuki Jawa Tengah diminta putar balik. Sepanjang 24 April 2020 hingga 2 Mei 2020, sebanyak 29.166 kendaraan pemudik dari DKI Jakarta yang menuju wilayah Jawa Barat diminta balik arah.
Ketegasan pemerintah pusat dan peran aktif pemerintah daerah akan menjadi kombinasi yang solid untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19. Sinergi pemerintah pusat dan daerah dapat mencegah meluasnya penularan virus korona di Indonesia yang terus bertambah kasusnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?