Data dan arsip tentang berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia kerap hilang atau tak jelas rimbanya. Pengumpulan arsip dan data yang didigitalisasi dan bisa diakses semua orang dapat melawan lupa.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
Data dan arsip tentang berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia kerap kali hilang atau tak jelas rimbanya. Pengumpulan arsip dan data yang didigitalisasi dan bisa diakses semua orang tidak saja bisa melawan lupa, tetapi menguatkan perjuangan melawan pelanggaran hak asasi manusia.
Sejarawan Andi Achdian mengatakan, untuk inilah Indah diadakan. Indah adalah Indeks Dokumentasi dan Arsip Hak Asasi Manusia yang mengarsipkan 1.864 dokumen perjuangan hak asasi manusia (HAM). Indah dilluncurkan secara daring, Selasa (30/3/2021).
Dokumen itu terdiri dari foto, teks, dan audiovisual. Dokumen-dokumen yang telah diarsipkan sebagian besar berasal dari gudang Omah Munir dan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Sebagian besar adalah jejak-jejak perjuangan almarhum Munir dalam mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran HAM di Timor Timur, Tanjung Priok, perjuangan buruh dan petani, dan kasus-kasus orang hilang.
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menyampaikan, peluncuran arsip tersebut bertujuan memperkaya literasi tentang HAM.
Arsip-arsip yang ada di Kontras berbentuk hardcopy sehingga mulai dimakan rayap. Oleh karena itu digitalisasi semakin penting. Semakin hilangnya arsip-arsip itu bisa memudarkan ingatan tentang masa lalu.
“Dan kita juga perlu menjaga dari kerusakan-kerusakan alam dan pemerintah yang mau memberangus bukti-bukti pelanggaran HAM,” kata Fatia.
Andi mengatakan, inisiatif ini baru menjadi langkah awal yang baru. Harta karun berupa arsip-arsip itu terdiri dari catatan personal hingga catatan publik. Ke depan diharapkan akan ada banyak pihak yang bisa menyumbangkan arsipnya juga.
“Kalau tidak dikelola nanti hilang. Sengaja kita bikin dalam bentuk digital biar bisa dibagi-bagi,” kata sejarawan ini.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman berharap kehadiran Indah bisa berkembang menjadi sumber pengetahuan bahkan mendorong produksi pengetahuan. Selain itu, bisa menjadi basis advokasi yang merujuk pada kisah, foto, data, atau apapun mediumnya.
Herlambang mengingat, saat kuliah di Belanda ia menemukan arsip poster tentang kebebasan pers yang tidak tunduk pada penguasa. Rupanya poster–poster itu pun tidak lagi dimiliki organisasi pers dan aktivis pers di Indonesia. Padahal, poster-poster itu misalnya mewakili dinamika dan pergulatan pada jamannya. Setelah bertahun berlalu diharapkan poster itu bisa menjadi bagian dan ingatan kolektif masyarakat.
“Kita sering dihadapkan pada realitas hari ini misalnya narasi kembali ke UUD 1945 atau 3 periode, arsip-arsip ini makanya perlu untuk merawat kewarasan agar bisa melihat hari ini,” katanya.
Saran dari Herlambang, untuk mengembangkan Indah perlu dibangun jaringan. Tidak saja antar-museum tetapi juga dengan individu, organisasi, kampus, dan pemerintah.
Hal senada disampaikan oleh Sandra Moniaga, salah satu Komisioner Komnas HAM. Sandra mengatakan, dokumentasi dan pengarsipan sangat berkontribusi dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. “Tapi itu kalau didata dengan baik dan bisa diakses semua pihak,” kata Sandra yang menyebutkan beberapa kasus penyitas.
Sandra mengingatkan, yang penting untuk dipertahankan adalah fokus dan kolaborasi. Tanpa fokus, inisiatif ini tidak akan berjalan seterusnya. Selain itu juga kolaborasi, misalnya dengan keluarga pejuang HAM atau penyintas HAM.
Indah harus bisa meyakinkan dan meraih kepercayaan mereka. Selain itu dengan institusi lain. Komnas HAM misalnya tengah berencana untuk mengembangkan pusat data HAM. Indah bisa meraih kerja sama di sektor ini juga.