Densus 88 Antiteror Kembali Tangkap 22 Anggota Jamaah Islamiyah
Densus 88 Antiteror Polri terus menangkap kelompok Jamaah Islamiyah di berbagai daerah di Indonesia. Terakhir, sebanyak 22 orang ditangkap di wilayah DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Sumatra Barat.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali menangkap 22 orang tersangka teroris di tiga wilayah, yakni di DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Penangkapan tersebut merupakan pengembangan dari penangkapan 22 tersangka teroris dari kelompok Jamaah Islamiyah di wilayah Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono, Senin (22/3/2021), mengatakan, setelah penangkapan 22 orang tersangka teroris di wilayah Jatim, Densus 88 Antiteror Polri terus mendalami jaringan kelompok tersebut. Hasilnya, pada 19 Maret lalu, Densus 88 Antiteror Polri menangkap beberapa orang lagi di wilayah yang berbeda.
"Densus 88 telah melakukan upaya penegakan hukum. Di Jakarta ada 2 orang tersangka ditangkap. Kemudian di Sumatera Barat itu ada 6 orang yang ditangkap dan di Sumatera Utara itu ada 14 orang yang ditangkap. Semua masih dikembangkan oleh Densus 88 dan ini termasuk jaringan Jamaah Islamiyah," kata Rusdi.
Penangkapan di ketiga wilayah tersebut merupakan pengembangan dari penangkapan kelompok Fahim yang terafiliasi dengan kelompok JI
Menurut Rusdi, penangkapan di ketiga wilayah tersebut merupakan pengembangan dari penangkapan kelompok Fahim yang terafiliasi dengan kelompok JI. Hingga saat ini, penelusuran terhadap kelompok tersebut oleh Densus 88 Antiteror Polri Masih belum tuntas dan akan terus berkembang.
Sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri, sejak 26 Februari hingga 2 Maret 2021 telah mengamankan 22 tersangka tindak pidana terorisme di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Kediri, Malang, dan Bojonegoro. Mereka merupakan bagian dari jaringan JI yang disebut sebagai kelompok Fahim. Mereka telah dipindahkan ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan, penegakan hukum berupa penangkapan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri tidak lepas dari adanya Undang-Undang Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebab, banyak dari mereka yang ditangkap adalah orang-orang yang baru sebatas melakukan perencanaan terkait terorisme.
Penangkapan tersangka terorisme seperti yang terjadi di wilayah Makassar, Lampung, dan Jatim tersebut merupakan bagian dari upaya pencegahan
Perencanaan yang dimaksud seperti rencana pemberangkatan orang-orang ke Irak dan Suriah hingga pembelian bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai bahan peledak. Penangkapan tersangka terorisme seperti yang terjadi di wilayah Makassar, Lampung, dan Jatim tersebut merupakan bagian dari upaya pencegahan.
"Jadi penangkapan terhadap mereka yang melakukan perencanaan itu merupakan pengembangan dari jaringan terorisme yang ada baik dari Jamaah Ansharut Daulah maupun Jamaah Islamiyah di mana mereka telah bermetamorfosis dengan melahirkan kader-kader baru. Sehingga sebelum kader-kader baru ini melakukan aksi, mereka dapat diamankan," kata Boy.
Terkait dengan warga negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan kelompok teroris di luar negeri, BNPT melalui satuan tugas foreign terrorist fighter (FTF) berencana untuk melakukan asesmen terhadap mereka yang berada di Irak dan Suriah. Kegiatan tersebut akan dilakukan jika pandemi Covid-19 telah usai.
"Satgas FTF akan melakukan asesmen sehingga nantinya akan dapat memberikan masukan kepada pimpinan dan anggota dewan (DPR) tentang langkah selanjutnya karena banyak pihak yang mendesak kita untuk merepatriasi mereka. Hingga saat ini belum ada keputusan karena tentu harus asesmen dan evaluasi terlebih dahulu," ujar Boy dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR.
Hingga 2020, BNPT mencatat terdapat 20 orang WNI yang berada di kamp yang terletak di perbatasan Turki dan 115 orang WNI di kamp perbatasan Suriah. Sementara 272 orang WNI lainnya masih belum diketahui keberadaaannya dan diperkirakan ada yang meninggal maupun berpindah tempat tinggal ke lokasi lain.