Jamaah Islamiyah Diburu, Peran Masyarakat Diperlukan
Sebanyak 22 tersangka terorisme yang ditangkap di beberapa kota di Jawa Timur dipindahkan ke rumah tahanan Cikeas, Bogor. Meski demikian, Densus 88 terus memburu kelompok Jamaah Islamiyah yang masih belum tertangkap.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia terus memburu kelompok Jamaah Islamiyah yang disebut menjalankan aktivitasnya secara tersembunyi dan dengan cara yang legal. Kepolisian pun mengajak masyarakat untuk turut serta menanggulangi terorisme di lingkungannya masing-masing.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono seusai pemindahan tersangka terorisme dari Surabaya ke Jakarta, Kamis (18/3/2021). Sebanyak 22 tersangka terorisme yang ditangkap di beberapa kota di Jawa Timur dipindahkan ke rumah tahanan Cikeas.
Rusdi mengatakan, sejak 26 Februari hingga 2 Maret 2021, Densus 88 Antiteror mengamankan 22 tersangka tindak pidana terorisme di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Kediri, Malang, dan Bojonegoro. Mereka merupakan kelompok Jamaah Islamiyah yang disebut sebagai kelompok Fahim karena dipimpin orang bernama Fahim.
”Kelompok ini telah melakukan aktivitas-aktivitas pelatihan di sekitar Gunung Bromo dan telah merencanakan aksi-aksi terorisme yang akan menebarkan rasa kekhawatiran dan ketakutan di masyarakat,” kata Rusdi.
Kelompok ini telah melakukan aktivitas-aktivitas pelatihan di sekitar Gunung Bromo dan telah merencanakan aksi-aksi terorisme yang akan menebarkan rasa kekhawatiran dan ketakutan di masyarakat.
Salah satu sasaran aksi teror kelompok tersebut adalah aparat keamanan, khususnya anggota Polri yang sedang bertugas di lapangan. Namun, sebelum aksi teror dilakukan, aparat keamanan telah lebih dulu menangkap mereka.
Menurut Rusdi, masyarakat perlu menyadari bahwa kelompok teror masih ada di masyarakat. Sementara, upaya penanggulangan terorisme tidak akan bisa dilakukan secara tuntas oleh pemerintah atau aparat penegak hukum.
”Oleh karena itu, Polri mengimbau peran serta masyarakat dalam rangka penanggulangan terorisme di Tanah Air. Karena dengan peran serta masyarakat bisa mempersempit ruang gerak kelompok terorisme. Peran serta masyarakat bisa menjadi peringatan dini sehingga aktivitas terorisme dapat terdeteksi dari awal,” kata Rusdi.
Pemimpin kelompok Jamaah Islamiyah di Jatim, yakni Fahim, diketahui pernah dilatih dan melakukan aksi teror di Afghanistan. Dia pernah divonis penjara 5 tahun karena merencanakan pengeboman di beberapa lokasi kantor polisi. Dari penangkapan tersebut, dia disebutkan telah membangun tempat pelatihan dan menciptakan program perekrutan anggota baru.
Semacam early warning system tetapi tanpa harus jatuh pada pemicu konflik atau pelaporan antar masyarakat. Yang dikembangkan bukan saling curiganya, tetapi bagaimana masyarakat dalam suatu komunitas saling merangkul.
Perlu pelibatan masyarakat
Secara terpisah, Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpandangan, pelibatan masyarakat perlu dilakukan untuk mendeteksi gejala ekstremisme di tengah masyarakat. Untuk itu, masyarakat perlu diberi pemahaman dalam kerangka merangkul masyarakat yang terdeteksi menjauh atau menutup diri dari masyarakat.
”Semacam early warning system tetapi tanpa harus jatuh pada pemicu konflik atau pelaporan antar masyarakat. Yang dikembangkan bukan saling curiganya, tetapi bagaimana masyarakat dalam suatu komunitas saling merangkul,” kata Khairul.
Menurut Khairul, pelibatan masyarakat diperlukan untuk deteksi awal. Bagi aparat penegak hukum, hal itu akan memudahkan pengambilan tindakan berikutnya. Tantangannya adalah selama ini masyarakat cenderung apatis atau permisif.