Divonis Lebih Berat dari Tuntutan, Brigjen (Pol) Prasetijo Menerima
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman satu tahun lebih berat daripada tuntutan jaksa kepada Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Ia terbukti menerima uang 100.000 dollar AS terkait penghapusan red notice Joko Tjandra.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus penghapusan daftar pencarian orang atas nama Joko Tjandra di sistem keimigrasian berdasarkan red notice, Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo, divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Prasetijo menerima vonis tersebut meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Hakim ketua dalam perkara penghapusan DPO atas nama Joko Tjandra, Muhammad Damis, menyatakan, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum kepada Prasetijo. Adapun Prasetijo dituntut pidana 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
”Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum tentang lamanya pidana sebagaimana yang dimohonkan penuntut umum dalam tuntutan pidana. Menurut hemat majelis hakim, pidana sebagaimana tuntutan penuntut umum terlalu ringan untuk dijatuhkan kepada terdakwa,” kata hakim ketua ketika membacakan putusan dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan terhadap Prasetijo.
Majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum kepada Prasetijo.
Sidang dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (10/3/2021). Duduk sebagai hakim anggota adalah Saifuddin Zuhri dan Joko Subagyo.
Dalam amar putusan, majelis hakim mengatakan, hal yang memberatkan Prasetijo adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi yang grafiknya terus meningkat, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Perbuatan terdakwa dinilai juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum, khususnya kepada Kepolisian Negara RI.
Sementara itu, keadaan yang meringankan adalah Prasetijo berlaku sopan selama persidangan dan telah mengabdi selama 30 tahun di kepolisian. Selain itu, terdakwa juga masih memiliki tanggungan keluarga dan mengakui menerima uang meski hanya 20.000 dollar AS dan disebut sebagai uang pertemanan.
Prasetijo terbukti menerima uang 100.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,4 miliar dari Tommy Sumardi untuk pengurusan penghapusan DPO Joko Tjandra dari sistem keimigrasian.
Menurut majelis hakim, Prasetijo terbukti menerima uang 100.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,4 miliar dari Tommy Sumardi untuk pengurusan penghapusan DPO Joko Tjandra dari sistem keimigrasian. Meskipun Prasetijo menyatakan bahwa kewenangannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri tidak terkait dengan hal itu, peran Prasetijo adalah mengenalkan Tommy kepada Napoleon dan mengenalkan Anita Kolopaking kepada Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Selain itu, Prasetijo juga terbukti tidak hanya mengenalkan Tommy kepada Napoleon, tetapi juga mencari tahu mengenai pengurusan penghapusan DPO di sistem keimigrasian berdasarkan red notice NCB Interpol. Prasetijo juga turut berperan merealisasikan penyerahan uang dari Tommy kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte serta turut menerima uang dari Tommy.
”Melihat secara utuh mulai dari mengenalkan saksi Tommy Sumardi kepada saksi Irjen Napoleon Bonaparte, tidak hanya dari tugas terdakwa sebagai Karo Korwas PPNS,” kata majelis hakim.
Atas vonis majelis hakim tersebut, Prasetijo mengatakan menerima vonis tersebut. Sementara itu, penuntut umum menyatakan pikir-pikir.