Dianggap Terbukti Terima Uang, Irjen Napoleon Bonaparte Dituntut Tiga Tahun Penjara
Jaksa menilai Irjen Napoleon Bonaparte terbukti menerima uang dari terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra, 370.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura. Jaksa menuntutnya tiga tahun penjara.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Napoleon dinilai telah menerima uang 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura untuk menghapus nama buron Joko Tjandra dari sistem di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta di Jakarta Pusat, Senin (15/2/2021). ”Kami menuntut supaya majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk menghukum pidana penjara tiga tahun, menghukum denda Rp 100 juta subsider kurungan 6 bulan,” kata penuntut umum.
Menurut penuntut umum, Napoleon telah menerima uang dari terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang buron, Joko Tjandra, sebesar 370.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura. Uang tersebut berasal dari Joko Tjandra yang diberikan melalui Tommy Sumardi. Penuntut umum juga menyebut bahwa selain Napoleon, Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo juga menerima uang dari Joko Tjandra dengan nilai 100.000 dollar AS.
Atas pemberian uang yang dilakukan dalam beberapa kesempatan itu, penuntut umum menilai, Napoleon menerbitkan beberapa surat untuk menghapus nama Joko Tjandra dari sistem di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Tiga surat ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, yakni pada 29 April 2020, 4 Mei 2020, dan 5 Mei 2020. Akibatnya, Joko Tjandra dapat masuk dan keluar Indonesia melalui Pontianak untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurut penuntut umum, Napoleon bersama dengan Prasetijo dinilai mengetahui sedari awal bahwa Joko Tjandra adalah buronan yang masuk dalam red notice Interpol. Sebagai seorang polisi, seharusnya mereka justru menangkap buron.
”Kewajiban seorang polisi untuk tidak menerima hadiah atau janji sebagai anggota Polri. Kewajiban sebagai polisi untuk menjaga informasi Interpol hanya untuk kepentingan kepolisian dan penegakan hukum,” ujar penuntut umum.
Atas perbuatannya, menurut penuntut umum, Napoleon dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, perbuatan Napoleon merusak wajah institusi penegak hukum.
Terhadap tuntutan itu, Napoleon menyatakan akan melakukan pembelaan. Penasihat hukum Napoleon, Santrawan T Paparang, meminta waktu satu minggu kepada majelis hakim untuk menyiapkan pembelaan.
Pembelaan Prasetijo
Dalam sidang yang berbeda dengan agenda pembacaan pembelaan, Prasetijo menyatakan bahwa dirinya hanya menerima uang 20.000 dollar AS, bukan 100.000 dollar AS. Uang itu diberikan oleh Tommy Sumardi sebagai uang pertemanan, bukan untuk pengurusan perkara red notice Joko Tjandra.
”Penerimaan uang itu murni karena pertemanan saya dengan Tommy Sumardi. Lagi pula jabatan saya tidak ada kewenangan terkait dengan penghapusan red notice Joko Tjandra,” kata Prasetijo.
Saat itu Prasetijo menjabat Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri. Menurut Prasetijo, uang 20.000 dollar AS tersebut telah dikembalikan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk dikembalikan kepada Tommy Sumardi.
Sebelumnya, Prasetijo dituntut pidana penjara dua tahun enam bulan dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam kasus tersebut, sebelumnya majelis hakim telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan kepada Tommy Sumardi.
Penasihat hukum Prasetijo, Petrus Bala Pattyona, dalam pembelaannya mengatakan, uang 20.000 dollar AS diterima karena pertemanan. Apalagi, Prasetijo disebutkan pernah membantu keluarga Tommy untuk masuk ke Indonesia pada masa pandemi Covid-19.
”Kami menjadi heran, punya andil apa terdakwa (Prasetijo) menerima 100.000 dollar AS, padahal hanya mengenalkan Tommy Sumardi ke Kepala Divhubinter,” kata Petrus Bala.