Polri Tegaskan Profesional Tangani Laporan Terkait SARA di Media Sosial
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono menegaskan, Polri profesional menangani laporan dugaan ujaran terkait agama dan terkait Natalius Pigai di medsos, dengan terlapor Permadi Arya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI memastikan akan menuntaskan kasus dugaan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA secara profesional dan terbuka. Masyarakat diharapkan tidak melakukan tindakan yang berujung pada kegaduhan.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono, dalam jumpa pers, Selasa (2/2/2021). Pernyataan itu merujuk pada laporan dugaan ujaran terkait agama dan terkait Natalius Pigai di media sosial dengan pihak terlapor adalah Permadi Arya.
”Semua akan diproses, ditangani oleh penyidik Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Polri. Tentunya jika suatu kasus telah dipercayakan diselesaikan dengan melalui jalur hukum, percayakan kepada Polri untuk menyelesaikan itu semua,” kata Rusdi.
Rusdi mengatakan, saksi atas nama Permadi Arya alias Abu Janda telah diperiksa penyidik pada Senin (1/2/2021). Pemeriksaan tersebut berdasarkan Laporan Polisi (LP) Nomor 56 yang terkait dengan agama tertentu di Indonesia. Dalam pemeriksaan itu, Permadi menjawab 50 pertanyaan dari penyidik.
Sebelumnya, cuitan Permadi Arya alias Abu Janda yang menyinggung agama tersebut berawal saling balas cuitan di Twitter dengan akun Tengku Zulkarnain. Cuitan tersebut dipublikasikan pada Minggu (24/1). Berdasarkan cuitan itu, Abu Janda dilaporkan ke Bareskrim oleh Ketua Bidang Hukum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Medya Rischa, pada Jumat (29/1).
Menurut Rusdi, Permadi akan kembali dipanggil penyidik untuk diminta keterangan pada Kamis mendatang. Pemeriksaan tersebut terkait dengan Laporan Polisi (LP) Nomor 52 terkait dengan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai.
”Masyarakat tidak perlu melakukan tindakan-tindakan kontra produktif yang berujung dengan kegaduhan. Yakini Polri akan menyelesaikan seluruh kasus-kasus yang dilaporkan secara profesional akuntabel dan terbuka,” ujar Rusdi.
Secara terpisah, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos berpandangan, secara umum, dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah mengubah lanskap sosial politik banyak negara di dunia, termasuk negara-negara maju. Meski memiliki banyak hal positif, medsos juga bersifat problematis karena siapapun dapat mengekspresikan pandangannya tanpa memperhatikan konteks.
”Isu terkait dengan agama dan ras memang mudah menyeruak karena kita memang belum selesai dengan kedua isu tersebut. Terlebih jika dikaitkan dengan isu Papua yang dipersepsi dengan isu separatisme,” kata Bonar.
Menurut Bonar, dari sisi pengguna, diperlukan literasi politik yang baik agar mereka dapat memahami tanggung jawab maupun konsekuensi atas ujaran yang dilontarkan medsos. Sebab, medsos tidak lagi hanya sebatas dunia maya, melainkan telah menjadi sebuah ruang publik.
Di sisi lain, lanjut Bonar, perdebatan di medsos lebih baik diselesaikan bukan dengan pendekatan pidana, tetapi pendekatan mediasi. Di sini aparat keamanan dapat memanggil pihak-pihak yang berdebat atau bersengketa untuk kemudian mencari keseimbangan dan meredakan ketegangan.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tersangka dan menahan Ambroncius Nababan yang diduga melakukan ujaran kebencian bernada rasisme terhadap Natalius Pigai.
Kasus pembakaran bendera RI
Terkait dengan video pembakaran bendera RI yang viral di medsos, menurut Rusdi, Polri telah mengidentifikasi akun Tiktok Aldi622. Akun tersebut dimiliki seseorang bernama AK yang berusia 25 tahun dan bertempat tinggal di Aceh. Saat ini yang bersangkutan bekerja di Malaysia.
”Polri telah mengambil langkah-langkah kerja sama dengan instansi terkait untuk menyelesaikan masalah ini, yakni dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Interpol untuk menelusuri keberadaan AK yang melakukan tindak pidana pembakaran lambang negara RI,” kata Rusdi.