Mitigasi Risiko Penularan Pascapilkada
Menyusul meninggalkan Ketua KPU Kota Tangerang Selatan Bambang Dwitoro, KPU dan pemerintah diminta untuk memitigasi risiko penularan Covid-19 pascapilkada. KPU diminta melakukan tes cepat ulang terhadap penyelenggara
JAKARTA, KOMPAS – Risiko penularan Covid-19 masih membayangi pascapemungutan suara Pilkada 2020. Meninggalnya Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan Bambang Dwitoro setelah terpapar Covid-19 menjadi sinyal ancaman dan bahaya Covid-19 itu nyata dalam perhelatan Pilkada 2020. Oleh karena itu, upaya mitigasi harus dilakukan untuk melacak kemungkinan penularan di dalam tahapan selanjutnya.
Bambang meninggal di Rumah Sakit Sari Asih, Ciputat, Sabtu (12/12/2020), pukul 03.40 WIB. Kondisinya memburuk, Jumat siang, setelah ia dirawat secara intensif dan diberi bantuan ventilator sejak sehari sebelumnya. Pelaksana harian (Plh) Ketua KPU Kota Tangsel Taufiq MZ, yang dihubungi, Sabtu, mengatakan, Bambang diketahui positif setelah tes usap pada 8 Desember 2020. Itu adalah hasil tes usap kedua yang dijalani oleh Bambang.
Sebelumnya, seluruh anggota KPU Tangsel menjalani tes usap, 1 Desember 2020. Tes dilakukan bekerja sama dengan RS Medika. Ketika itu, hasil tes semua anggota dan jajaran KPU Tangsel negatif. Pada 2-3 Desember, Bambang masih berkativitas, termasuk menerima kunjungan dari Komisi II DPR yang memantau kesiapan logistik di gudang dan sejumlah titik di kecamatan terdekat dengan kantor KPU Tangsel.
Pada Sabtu siang, seluruh jajaran KPU Tangsel juga kembali mengikuti tes usap
Pada 3 Desember malam, Bambang yang dijadwalkan menghadiri debat kandidat kedua mengeluh sakit, sehingga memutuskan untuk istirahat di rumah. Bambang akhirnya menjalani rawat jalan di RS Hermina, Ciputat, 4 Desember. Pada 5 Desember, ia menjalani rawat inap di RS Sari Asih dan menjalani pemeriksaan paru-paru. Berdasarkan hasil rontgen paru-paru yang menunjukkan adanya flek, Bambang dites usap kembali dan hasilnya positif.
“Begitu kami mendapatkan informasi hasil tes positif, kami menyampaikan hal itu kepada internal KPU dan langsung melakukan pelacakan terhadap kegiatan Ketua (Bambang). Upaya preventif juga sudah dilakukan. Kantor KPU Kota tangsel sudah dua kali disemprot dengan disinfektan,” kata Taufiq. Pada Sabtu siang, seluruh jajaran KPU Tangsel juga kembali mengikuti tes usap.
Baca juga: KPU Tangsel Akui Menunda Pengumuman Status Positif Bambang demi Kelancaran Pilkada
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, adanya korban jiwa akibat Covid-19 menjadi peringatan bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk segera mengantisipasi kemungkinan penularan setelah hari pemungutan suara. Segala kemungkinan dapat terjadi karena masa inkubasi virus berlangsung hingga beberapa hari ke depan. Oleh karenanya, risiko ancaman yang nyata itu semestinya diantisipasi. Terlalu dini untuk mengatakan tidak ada kluster pilkada.
“Risiko munculnya kluster itu ada. Bahkan, Ketua KPU RI positif, dan dua anggota KPU yang lain. Begitu juga laporan adanya 103 anggota panwaslu di Boyolali, serta di daerah-daerah lain. Pada hari H, calon Bupati Barru, bahkan meninggal karena Covid-19. Ini menunjukkan risiko atau bahaya itu sudah terjadi,” katanya.
Adanya korban jiwa akibat Covid-19 menjadi peringatan bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk segera mengantisipasi kemungkinan penularan setelah hari pemungutan suara
Risiko itu pun sebaiknya tidak ditutupi dengan keyakinan terhadap fakta mengenai beberapa orang, termasuk penyelenggara pemilu yang terpapar, ternyata sembuh dari Covid-19. Sebab, kondisi masing-masing orang berbeda, dan sikap spekulatif tidak seharusnya dilakukan untuk merespons kondisi ini. Apa yang diharapkan ialah adanya skenario manajemen risiko untuk mengantisipasi kasus baru yang terjadi akibat Pilkada 9 Desember lalu.
“Pascapemungutan suara itu apa yang manajemen risiko yang dilakukan oleh pemerintah dan KPU, termasuk bagaimana perlindungan kepada mereka yang sangat mungkin terpapar. Faktanya, tes cepat maupun tes usap tidak tersedia bagi petugas setelah menjalankan tugasnya dalam pemungutan dan penghitungan suara. Tes itu hanya dilakukan sebelum pemungutan suara. Padahal, ada potensi penularan di saat mereka bertugas,” katanya.
Untuk memastikan Pilkada 2020 tidak menimbulkan kluster baru, pengecekan semestinya dilakukan kepada petugas seusai bertugas. Pemerintah dan KPU diharapkan berkoordinasi untuk memastikan pengecekan dan penelusuran itu dapat dilakukan pascapemungutan atau penghitungan suara. Dengan demikian, dapat diketahui apakah ada penularan ataukah tidak saat pemungutan suara. Sebab, di hari H, sejumlah petugas juga menjemput bola dengan melayani pasien yang terpapar Covid-19.
Baca juga: Tantangan Pilkada Saat Pandemi
“Kalau tidak tes, kita hanya akan mendapatkan data secara sporadis, yakni satu atau dua kasus. Tetapi, demi perlindungan, keselamatan dan keamanan petugas, sebaiknya tes setelah mereka bertugas itu idealnya dilakukan,” katanya.
Titi mengatakan, pengetesan itu menjadi bagian dari kewajiban negara. Apakah pengetesan itu difasilitasi oleh KPU ataukah satuan tugas (Satgas) daerah, hal itu perlu dikoordinasikan kembali antara pemerintah dan KPU. Alokasi anggaran KPU untuk pengetesan KPPS diketahui hanya berlaku sebelum pemungutan suara dilakukan.
Ribuan petugas reaktif
Anggota KPU RI Ilham Saputra mengatakan, kepergian Bambang merupakan kehilangan besar bagi penyelenggara pilkada. Namun, ia menggarisbawahi Bambang diketahui terpapar Covid-19 sebelum pemungutan suara, sehingga ketika hari H, Bambang tidak sedang bertugas. KPU juga selalu terbuka tentang hasil tes cepat penyelenggara di daerah, terutama mereka yang bekerja sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Data yang dihimpun oleh KPU dari hasil tes cepat pada 2-7 Desember menunjukkan, ada 79.241 petugas KPPS yang reaktif
Data yang dihimpun oleh KPU dari hasil tes cepat pada 2-7 Desember menunjukkan, ada 79.241 petugas KPPS yang reaktif. Dari jumlah itu, 10.897 orang telah menjalani isolasi mandiri, dan 19.897 orang sudah menjalani tes usap. Sebanyak 4.824 orang diganti saat hari H, dan 5.115 orang menjalani rapid test ulang. Selain itu, masih ada 39.318 orang yang laporan statusnya masih ditunggu. Data-data lain dari berbagai daerah juga masih sedang dikumpulkan.
“Ini adalah bagian dari proses pelaporan berjenjang dari daerah sampai ke KPU RI. Sesuai Surat Dinas KPU Nomor 1160, seluruh tindak lanjut tes cepat harus sudah selesai 7 Desember,” ujar Ilham.
Terkait meninggalnya Ketua KPU Tangsel Bambang Dwitoro, Ilham mengatakan, KPU RI mengikuti prosedur dalam penanganan kasus Covid-19. “Saya masih menunggu kronologis resminya dari Provinsi Banten, tetapi kalau melihat dari kronologi sementara yang disampaikan, tidak ada interaksi antara Bambang dengan pemilih, karena sejak 5 Desember ia sudah dirawat inap dan menjalani perawatan intensif di RS,” katanya.
Mengenai kemungkinan dilakukannya tes cepat kembali kepada penyelenggara, terutama KPPS, setelah tahapan pemungutan dan penghitungan suara, hal itu harus mempertimbangkan anggaran yang ada. Jika anggaran mencukupi, hal itu akan dilakukan, sebab kemampuan untuk melakukan tes cepat itu sangat bergantung kepada anggaran masing-masing daerah. Selain itu, ketersediaan alat tes cepat juga penting. Sebagai contohnya, menurut Ilham, beberapa daerah bahkan dalam tes cepat sebelum hari H menindaklanjuti hasil reaktif dengan melakukan tes usap.
Mengenai kemungkinan dilakukannya tes cepat kembali kepada penyelenggara, terutama KPPS, setelah tahapan pemungutan dan penghitungan suara, hal itu harus mempertimbangkan anggaran yang ada. Jika anggaran mencukupi, hal itu akan dilakukan
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) M Afifuddin mengatakan, ada 1.172 petugas KPPS yang hasil tes cepatnya reaktif dan seharusnya melakukan tes usap, tetapi mereka belum melakukan tes, atau masih sedang menunggu hasil tes usap. Sebelumnya, Bawaslu juga mengeluarkan indeks kerawanan TPS. Sebanyak 1.420 TPS ditempatkan tidak sesuai dengan protokol kesehatan, dan ada 1.023 TPS di mana penyelenggara pemilihan positif terinfeksi Covid-19.
“Secara umum, tidak ditemukan kerumunan di TPS saat pilkada. Dalam kondisi ini, apresiasi harus diberikan kepada masyarakat yang menunjukkan kesadarannya,” kata Afifuddin.
Baca juga: Pandemi Perlebar Kerawanan Pilkada
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, mitigasi terhadap kemungkinan penularan Covid-19 adalah tanggung jawab semua pihak, tidak hanya penyelenggara, tetapi juga pemerintah, serta Satgas Covid-19 di daerah. Keterbatasan anggaran menjadi salah satu pertimbangan penting yang mesti diantisipasi dalam melakukan mitigasi.
Terkait data Bawaslu mengenai 1.172 petugas yang reaktif, anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan data itu secara detil. Jika data itu diberikan lengkap beserta rekomendasinya kepada KPU, lembaga penyelenggara pilkada itu akan segera menindaklanjuti. Upaya akan dilakukan KPU, termasuk berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 untuk menindaklanjuti laporan Bawaslu. Hanya saja, sampai hari ini belum ada laporan detil dari Bawaslu yang diterima KPU.
“Upaya pencegahan dan tes yang dilakukan sebelum pemungutan dan penghitungan suara sudah sangat serius dilakukan. Kalau ada penyelenggara yang diduga mengalami situasi tertentu, sepanjang anggaran memungkinkan, saya kira bisa diusahakan, tentu setelah berkoordinasi dengan pihak berwenang dan memerhatikan prinsip akuntabilitas,” ujar Raka.
Mitigasi terhadap kemungkinan penularan Covid-19 adalah tanggung jawab semua pihak, tidak hanya penyelenggara, tetapi juga pemerintah, serta Satgas Covid-19 di daerah
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurizal mengatakan, upaya terdekat yang mesti diambil oleh penyelenggara dalam merespons kematian Ketua KPU Kota Tangsel ialah dengan melokalisir kemungkinan penularan dan melakukan pelacakan. Ia juga mengakui, masih ada celah dalam persiapan Pilkada 2020, sebab tidak ada aturan mewajibkan saksi untuk mengikuti tes cepat. Kemungkinan penularan dapat saja terjadi dari pemilih, penyelenggara, pengawas, bahkan saksi. Idealnya, saksi juga diwajibkan rapid test. Tes cepat bagi saksi dianggap sebagai kewajiban masing-masing partai politik. Namun, tidak ada jaminan mereka melakukannya.
“Saat itu, memang waktunya sudah mepet sekali ya, dan seharusnya semua yang hadir di TPS itu wajib tes cepat. Tetapi, dalam kunjungan kami ke sejumlah daerah, termasuk Tangsel, memang kami mendapati tidak ada keharusan tes cepat bagi para saksi. Hal ini belum dapat direspons karena waktunya sudah mepet,” katanya.
Kendala sistem
Sementara itu, saat ini tahapan Pilkada 2020 memasuki tahapan rekapitulasi di kecamatan. Ilham mengatakan, rekap kecamatan akan berlangsung hingga 14 Desember. Adapun rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota maupun provinsi dilakukan pada 14-17 Desember.
“Kendala yang timbul lebih soal sistem dalam Sirekap, karena kan data yang masuk harus antre, sehingga tidak bisa cepat terdata. Tetapi, sudah kita atasi semalam, pukul 24.00 WIB,” katanya.
Ilham mengatakan, Sirekap hanya alat bantu dalam penghitungan suara, sehingga itu tidak akan menjadi penentu dalam penetapan hasil pilkada. Beberapa daerah bahkan sudah dapat menuntaskan hingga 80 persen input data dalam Sirekap, seperti Majene di Sulawesi Barat, dan Kolaka Timur di Sulawesi Tenggara.