Sebanyak 270 kabupaten dan kota yang melangsungkan pemilihan kepala daerah serentak memiliki kasus positif aktif sangat tinggi dengan total kasus aktif 43.377 orang, padahal cakupan tes rendah.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dikhawatirkan bakal menyebabkan penularan Covid-19 di Indonesia semakin sulit dikendalikan. Sebanyak 270 kabupaten dan kota yang melangsungkan pemilihan kepala daerah ini memiliki kasus positif aktif sangat tinggi dengan total kasus aktif 43.377 orang, padahal cakupan tes rendah.
Laporan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menyebutkan, penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada Minggu (6/12/2020) sebanyak 6.089 kasus sehingga total kasus menjadi 575.796 kasus. Sementara penambahan korban jiwa sebanyak 151 orang sehingga total korban menjadi 17.740 orang.
Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia kemungkinan jauh lebih banyak karena keterbatasan jumlah tes, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2 Desember 2020. Disebutkan, kesenjangan antara jumlah kasus yang dicurigai dan jumlah orang yang dites masih sangat besar.
”Sangat penting untuk meningkatkan kapasitas laboratorium dan memastikan persediaan yang memadai untuk menguji semua yang dicurigai. Tes diagnostik cepat deteksi antigen (Ag-RDTs) dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas pengujian, terutama di daerah dengan akses terbatas ke laboratorium reaksi rantai polimerase (PCR),” sebut laporan ini.
Laporan WHO ini juga menyoroti tingginya rasio positif di Indonesia dalam periode tiga minggu terakhir. Daerah dengan rasio positif tertinggi dalam tiga minggu terakhir, di antaranya Sumatera Selatan yang sebesar 25-40 persen, Kalimantan Tengah 35-50 persen, dan Papua Barat 25-55 persen.
Tingginya rasio positif menandai tingginya penularan dan kurangnya pemeriksaan. Selain itu, tak satu pun provinsi di Jawa yang menunjukkan penurunan kasus berturut-turut selama tiga minggu terakhir dalam jumlah kematian dalam kasus yang dikonfirmasi dan suspek.
Daerah merah
Irma Hidayana, inisiator Lapor Covid-19 mengatakan, dengan situasi penularan saat ini, keputusan tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2020 dikhawatirkan bakal membuat penyebaran Covid-19 semakin meluas. Apalagi, daerah-daerah yang melangsungkan pilkada rata-rata kasusnya masih sangat tinggi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Lapor Covid-19, dari 270 kabupaten dan kota yang melangsungkan pemilihan kepala daerah, kasus positif aktifnya sangat tinggi, yaitu 43.377 orang. Sebanyak 21 kabupaten/kota memiliki kasus positif aktif lebih dari 500 kasus dan 65 kota/kabupaten memiliki lebih dari 100 kasus positif aktif.
Sebanyak empat wilayah memiliki lebih dari 1.000 kasus positif aktif, yaitu Kota Depok, Jawa Barat sebanyak 2.407 kasus; dua kota di Jawa Tengah, yaitu Solo 1.041 kasus dan Wonosobo 1.439 kasus; dan Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah 1.270 kasus. ”Meskipun kasus Covid-19 aktif di wilayah pilkada cukup tinggi, cakupan pemeriksaannya masih rendah, yang menandai buruknya upaya pengendalian wabah,” sebut Irma.
Selain itu, hingga saat ini kabupaten/kota juga belum menampilkan jumlah tes yang dilakukan ke publik. Menurut kajian tim Lapor Covid-19, dengan menggunakan jumlah tes PCR per provinsi dengan faktor koreksi 1,4, menunjukkan bahwa 73 kabupaten/kota memiliki kurang dari 0,5 persen cakupan pemeriksaan seluruh penduduknya, 100 wilayah memiliki cakupan pemeriksaan 0,5-1 persen, dan 133 daerah memiliki cakupan pemeriksaan lebih dari 1-4 persen.
Tingginya risiko penularan di daerah yang menyelenggarakan pilkada juga terlihat dari banyaknya calon kepala daerah yang tertular. Menurut Irma, setidaknya 76 calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada pernah dan sedang terpapar Covid-19. Sebanyak 44 di antaranya adalah calon bupati, 19 calon wakil bupati, 10 calon wali kota, dua calon wakil wali kota, dan satu calon gubernur.
Empat di antara calon kepala daerah yang terpapar Covid-19 ini meninggal. Hingga 5 Desember 2020, masih terdapat lima calon kepala daerah yang masih dalam perawatan, yaitu satu calon gubernur dan empat calon bupati dan wakil bupati.
”Meningkatnya angka konfirmasi positif yang diakibatkan kluster pilkada dan apalagi hingga menimbulkan korban jiwa akibat tak tertangani dengan baik menunjukkan pengabaian risiko,” kata Irma.
Tes antibodi
Tonang Dwi Ardyanto, pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia mengingatkan, penggunaan tes cepat antibodi bagi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak tepat. Hal ini karena tes cepat antibodi dianggap tidak tepat untuk menegakkan diagnosis sehingga bisa memicu hasil pemeriksaan yang keliru. Ini bisa berisiko, baik anggota KPPS maupun masyarakat.
”Idealnya tetap menggunakan tes PCR. Kalau memang tidak memungkinkan, minimal menggunakan tes cepat antigen,” ujarnya.
Tonang juga mengingatkan, rencana untuk mengambil suara pasien Covid-19 bisa membahayakan petugas KPPS, selain juga mengganggu perawatan pasien yang tengah menjalani isolasi. Dia menyarankan, pemungutan suara untuk pasien yang menjalani isolasi sebaiknya dibantu oleh petugas di rumah sakit.
”Seperti di Solo, sesuai yang kami usulkan, akhirnya akan dilaksanakan oleh petugas rumah sakit dengan sumpah dan surat keputusan KPU,” kata Tonang.