Kesalahan masih dijumpai saat pembacaan hasil rekapitulasi suara dengan Sirekap. KPU mesti memperbaikinya sebelum pemungutan suara pilkada, 9 Desember. Adapun pengamat menilai, ada yang lebih prioritas daripada Sirekap.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu menemukan puluhan kesalahan pembacaan data Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap dalam simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020. Meskipun bisa diperbaiki dan Sirekap sudah diputuskan tidak akan memengaruhi hasil rekapitulasi suara manual, kesalahan teknis harus diantisipasi untuk memastikan akurasi pemanfaatan teknologi dalam pemilu.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/11/2020), mengatakan, Bawaslu menemukan kesalahan pembacaan data dari formulir hasil C KWK yang diunggah ke Sirekap di 25 tempat pemungutan suara (TPS) yang melaksanakan simulasi pemungutan dan penghitungan suara. Kesalahan itu mengakibatkan perbedaan data antara formulir C hasil KWK dan Sirekap.
”Ketidaksesuaian data yang terbaca oleh Sirekap sebagian besar terjadi karena faktor teknis, seperti jenis ponsel yang digunakan, kualitas foto, pencahayaan, dan sudut pengambilan gambar. Akibat perbedaan data tersebut, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus melakukan perbaikan data secara manual di Sirekap,” katanya.
Kesalahan Sirekap dalam membaca data dari foto formulir C hasil KWK, antara lain, berupa angka 3 terbaca 9 (Kabupaten Maros), 38 terbaca 58 (Kota Depok), 5 terbaca 3 (Kabupaten Pangandaran), 141 terbaca 140 (Kabupaten Majene), 8 terbaca 2 (Kabupaten Sungai Penuh), dan 1 terbaca 7 (Kabupaten Sleman).
Afif mengatakan, fokus pengawasan Bawaslu terhadap simulasi penggunaan Sirekap adalah akurasi pembacaan Sirekap terhadap formulir C hasil KWK. Oleh sebab itu, kendala teknis seperti yang terjadi saat simulasi perlu diantisipasi. KPPS harus mengecek ulang kesesuaian data antara formulir C hasil KWK dan Sirekap untuk memastikan validitas serta keakuratan data.
Selain masalah pembacaan data, Bawaslu mendapati kendala sinyal di TPS. Persoalan itu menyebabkan proses pengunggahan gambar untuk satu dokumen membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
”Bawaslu meminta KPU melakukan langkah antisipasi dan pencegahan terhadap masalah-masalah tersebut. Antisipasi dapat dilakukan dengan memastikan kualitas semua perangkat kamera ponsel dan pengetahuan KPPS dalam penggunaan Sirekap,” tutur Afif.
Komisioner KPU Sulawesi Barat Divisi Hukum dan Pengawasan, Farhanuddin, mengatakan, dari evaluasi penggunaan Sirekap dalam sejumlah simulasi, pihaknya menemukan kendala saat mengunduh aplikasi. Pengiriman aplikasi yang dilakukan H-1 membuat proses pengunduhan terhambat. Hal ini akan diantisipasi saat pencoblosan dengan meminta KPPS segera mengunduh aplikasi sesegera mungkin dan menghindari pengunduhan jelang waktu pencoblosan.
Secara umum, Sirekap menggantikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang pernah diterapkan dalam Pemilu 2019 dan dalam Pilkada 2015, 2017, dan 2018. Sirekap juga menggunakan alur proses yang dulu digunakan Situng berikut peladen (server) yang digunakan.
Bedanya, pengunggahan Situng berbasis penghitungan terhadap hasil pemindaian atas hasil penghitungan C1 Plano dari tempat pemungutan suara (TPS) yang dilakukan di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pada Situng, yang diunggah adalah dokumen C1, yakni sertifikat hasil penghitungan suara yang merupakan salinan C1 Plano.
Adapun Sirekap diunggah langsung oleh anggota KPPS seusai proses rekapitulasi suara di TPS. Sirekap berbasis pemotretan langsung terhadap formulir pencatatan hasil dengan kamera pintar (ponsel) di tingkat TPS yang langsung dikirim ke sistem. Untuk itu, di setiap TPS harus memiliki seorang KPPS yang memiliki ponsel pintar berkamera minimal delapan megapiksel.
Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan, Sirekap sudah dipersiapkan dengan fitur edit yang bisa digunakan untuk mengoreksi data jika ada kesalahan. KPPS akan mengecek ulang hasil unggah data sebelum dikirim ke sistem di KPU agar data yang masuk ke sistem akurat.
”Kami menyambut baik siapa pun yang melakukan penilaian terhadap kerja KPU yang bertujuan untuk mengingatkan KPU terhadap persiapan penggunaan Sirekap sebagai alat bantu dan publikasi,” ucapnya.
Komisioner KPU, I Dewa Wiarsa Raka Sandi, menambahkan, pihaknya telah melakukan ratusan kali simulasi pemungutan dan penghitungan suara di berbagai daerah. Simulasi itu juga telah menerapkan Sirekap yang akan menjadi alat bantu rekapitulasi suara. Oleh karena itu, KPU telah melakukan bimbingan teknis (Bimtek) dan sosialisasi penggunaan Sirekap. Bimtek telah dilakukan mulai dari KPU provinsi, kabupaten, hingga Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK).
Selain melakukan bimtek, KPU akan membuat petunjuk teknis, buku panduan, serta video tutorial penggunaan Sirekap untuk KPPS. ”Setelah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dilantik maksimal 24 November, kami akan melakukan bimtek ke KPPS yang bertugas menangani Sirekap,” katanya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, KPU tetap harus mempersiapkan Sirekap secara matang, meskipun hanya digunakan sebagai alat bantu rekapitulasi suara. KPU harus memetakan potensi risiko, kesiapan infrastruktur teknologi, dan jaringan internet.
”KPPS harus mendapatkan bimtek hingga bisa menggunakan Sirekap karena nantinya mereka yang akan menerapkan sistem itu,” katanya.
Anggota KPPS, lanjut Ninis, harus bisa mempraktikkan penggunaan sirekap sebelum pemungutan suara. Mereka harus dipastikan bisa memotret formulir C hasil KWK dengan kamera pintar. Detail teknis, seperti posisi pemotretan dan pencahayaan perlu diperhatikan agar hasilnya bisa dibaca sistem.
Direktur Pusat Kajian Politik Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, Sirekap seakan dipaksakan oleh KPU untuk segera diimplementasikan. Padahal, regulasi yang paling penting, yaitu Peraturan KPU tentang pemungutan dan rekapitulasi penghitungan suara, belum diselesaikan dan ditetapkan, sementara pelaksanaan pemungutan suara kian dekat.
Menurut dia, Sirekap bukanlah prioritas utama dalam Pilkada 2020. Kebutuhan yang paling mendesak saat ini adalah memastikan bahwa seluruh KPPS sudah memahami detail dan tahu tugas serta fungsinya dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.
”Apalagi, ada beban tambahan untuk memastikan protokol kesehatan di TPS dapat berjalan dengan semestinya. KPU semestinya fokus untuk memastikan petugas di TPS mendapatkan informasi yang lengkap dan memadai agar tidak mengalami banyak kendala,” tutur Aditya.