Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dilanjutkan. Panja RUU itu saat ini masih membahas jenis-jenis data yang dikategorikan sebagai data spesifik. Pengelolaan data ini harus dilakukan secara hati-hati dan cermat.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mendalami pembagian data pribadi yang termasuk sebagai data umum dan data spesifik. Pendefinisian data spesifik itu dimaksudkan guna memastikan data-data warga yang tergolong sensitif dan memerlukan pengaturan serta penanganan ekstra hati-hati dapat terlindungi dengan maksimal.
Dalam lanjutan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PDP di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (18/11/2020) di Jakarta, Panita Kerja RUU PDP mendalami definisi data pribadi spesifik. Sebab, data itu merupakan data khusus yang pengelolaannya dan pengaturan penggunaannya harus lebih hati-hati dan cermat daripada data umum.
Di dalam draf RUU PDP yang diusulkan oleh pemerintah, data pribadi yang sifatnya spesifik ialah data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Di dalam rapat pembahasan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdul Kharis Almasyhari, perdebatan terjadi dalam beberapa poin usulan pemerintah tersebut. Salah satunya ialah dorongan dari fraksi-fraksi untuk menghapus data kehidupan/orientasi seksual sebagai bagian dari data spesifik. Akhirnya, data tersebut disepakati untuk tidak dicantumkan di dalam RUU PDP karena memiliki sensitivitas tinggi.
”Jangan sampai karena dicantumkan di dalam UU, ini dianggap sebagai penerimaan atau pengakuan negara terhadap kehidupan atau orientasi seksual tertentu. Ini nanti, kan, dampaknya ke mana-mana, dan bisa menjadi persoalan di DPR. Oleh karena itu, sebaiknya data ini tidak perlu dicantumkan di dalam UU,” kata Abdul Kadir Karding, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Perdebatan terjadi dalam beberapa poin usulan pemerintah tersebut. Salah satunya ialah dorongan dari fraksi-fraksi untuk menghapus data kehidupan/orientasi seksual sebagai bagian dari data spesifik.
Persoalan lain juga dapat muncul dalam pengumpulan data tersebut. Sebab, sesuai aturan, data pribadi itu harus dikonfirmasi kepada pemilik data. Artinya, pemilik data harus mengisi dan mengonfirmasi data tersebut kepada negara.
Selain itu, fraksi-fraksi juga berbeda pendapat tentang data mengenai pandangan politik. Fraksi Partai Golkar menghendaki agar data ini diganti dengan definisi lain, yakni pilihan politik. Alasannya, definisi pandangan politik sangat luas, dan itu sulit untuk diukur sejauhman pandangan politik warga itu. Namun, jika diubah dengan istilah ”pilihan politik”, akan lebih mudah dipahami maksusnya. Warga dapat menyebutkan pilihan partai politik (parpol) tempat ia merasa terafiliasi secara politis.
”Data spesifik itu, kan, harus terkonfirmasi di lapangan. Kalau pandangan politik, kan, bagaimana cara mengonfirmasinya, sebab pandangan politik itu maknanya bisa sangat luas. Tetapi, kalau pilihan politik, kan, jelas, sebab warga bisa mendeklarasikan dukungan atau memiliki pilihan politik tertentu yang dilindungi,” ujar Bobby Adhityo Rizaldi, anggota Komisi I dari Fraksi Golkar.
Usulan untuk mengubah frasa ”pandangan politik” menjadi ”pilihan politik” belum disepakati karena ada kekahawatiran jika pilihan politik warga diketahui, ada potensi diskriminasi yang dia hadapi. ”Jika, misalnya, dia memilih partai A, dan ketika partai itu sudah tidak lagi berkuasa, datanya yang dipegang oleh negara, yaitu pemerintah dari partai lain yang berkuasa, kan, bisa saja terjadi sikap diskriminasi terhadap warga itu,” ujar Kharis.
Jaminan atas pandangan politik itu dimaksudkan negara untuk menjamin hak-hak politik warga. Sebagai data yang diklasifikasikan sebagai data spesifik, penanganan dan pengaturan data pandangan politik itu akan lebih hati-hati.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, selaku wakil pemerintah, mengatakan, jaminan atas pandangan politik itu dimaksudkan negara untuk menjamin hak-hak politik warga. Sebagai data yang diklasifikasikan sebagai data spesifik, penanganan dan pengaturan data pandangan politik itu akan lebih hati-hati.
”Kalau tidak dimasukkan sebagai data spesifik, nanti kalau ada penyalahgunaan data ini, tentu kita tidak bisa melakukan perlindungan apa-apa terhadap data tersebut,” ungkap Semuel.
Kharis mengatakan, sebagaimana penghapusan data kehidupan/orientasi seksual dari data spesifik, penghapusan data pandangan politik tersebut tidak berarti negara abai dan tidak melindungi data tersebut.
”Lebih baik mana, data itu dicatat dan ada potensi perlakuan diskriminasi berdasarkan pilihan politik, atau data itu tidak dicatat sama sekali atau dihapuskan dari pencatuman di UU, sehingga data itu tidak perlu dikumpulkan oleh negara,” ungkapnya.
Karena masih belum ada kesepakatan, khusus untuk data pandangan politik, panja belum mengambil keputusan apakah tetap dijadikan data spesifik atau tidak lagi dicantumkan sebagai data spesifik. Agenda rapat direncanakan diadakan pekan depan untuk melanjutkan pembahasan DIM dengan pemerintah.