Dewas KPK Tolak Mobil Dinas, Pimpinan KPK 2015-2019 Tegaskan Tak Pernah Usul Pengadaan Mobil Dinas
Pimpinan KPK jilid pertama menolak diberi mobil dinas. ”Pimpinan-pimpinan (KPK) setelahnya juga sama. Jadi, kalau itu benar (anggaran mobil), baru kali ini pimpinan diberi mobil,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2015-2019 Laode M Syarif menegaskan bahwa pimpinan di periodenya tidak pernah mengusulkan pengadaan mobil dinas untuk pimpinan KPK. Ia berharap nilai-nilai KPK tidak ditinggalkan, seperti independensi dan hidup sederhana.
Sebelumnya, DPR telah menyetujui anggaran pengadaan mobil dinas jabatan untuk pimpinan, Dewan Pengawas (Dewas), dan pejabat struktural di KPK dalam anggaran KPK 2021. Namun, besaran rincian anggaran untuk pengadaan mobil dinas tersebut belum final.
Melalui pesan singkat, Jumat (16/10/2020), Laode menegaskan bahwa pimpinan KPK di masa periodenya tidak pernah mengusulkan pengadaan mobil dinas untuk pimpinan dan pejabat struktural KPK.
Hal tersebut berbeda dengan usulan kenaikan gaji. Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo mengakui pernah mengusulkan kenaikan gaji saat masih memimpin KPK. Usulan kenaikan gaji tersebut untuk pimpinan KPK selanjutnya agar tetap menjaga dan meningkatkan integritasnya. (Kompas, 4/4/2020).
”Kami tidak pernah usulkan pengadaan mobil dinas untuk pimpinan dan struktural. (Kami) dari rumah ke kantor dan kembali ke rumah naik mobil sendiri,” kata Laode.
Ia menceritakan, di masa kepemimpinan KPK 2015-2019, lima pimpinan KPK hanya menggunakan dua mobil pimpinan, yakni Toyota sedan dan Toyota NAV. Mereka menggunakan mobil tersebut secara bergantian ketika ada rapat di luar kantor. Ketika harus pergi berlima, dua orang akan berada di mobil sedan dan tiga orang di mobil NAV.
Laode berharap nilai-nilai luhur KPK, seperti independen dan hidup sederhana, tidak ditinggalkan meskipun status KPK telah menjadi aparatur sipil negara (ASN). Ia menegaskan, pimpinan KPK dan seluruh jajarannya harus berempati pada kondisi bangsa yang penduduk miskinnya masih mencapai sekitar 20 juta orang.
”Penambahan kemiskinan baru akibat Covid-19 yang menurut BPS (Badan Pusat Statistik) sebanyak 26,42 juta sehingga kurang pantas untuk meminta fasilitas negara di saat masyarakat masih prihatin seperti sekarang,” kata Laode.
Dewas KPK Menolak
Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean juga menegaskan tidak pernah mengusulkan pengadaan mobil dinas bagi Dewas. ”Kami tidak tahu usulan dari mana itu. Kalaupun benar, kami Dewas punya sikap menolak pemberian mobil dinas tersebut,” kata Tumpak.
Ia menjelaskan, berdasarkan peraturan presiden tentang penghasilan, Dewas sudah diberikan tunjangan transportasi. Menurut Tumpak, tunjangan tersebut sudah cukup.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2020 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Ketua dan Anggota Dewas KPK, pada Pasal 4 disebutkan Ketua Dewas KPK mendapatkan tunjangan transportasi Rp 29,546 juta setiap bulan. Adapun anggota Dewas KPK mendapatkan tunjangan transportasi Rp 27,330 juta setiap bulan.
Tumpak menceritakan, ketika ia menjabat pimpinan KPK jilid pertama, pimpinan saat itu menolak pemberian mobil dinas. ”Saya lihat pimpinan-pimpinan setelahnya juga sama. Jadi, kalau itu benar, baru kali ini pimpinan diberi mobil dinas,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, hingga saat ini KPK tidak memiliki mobil dinas jabatan untuk pimpinan dan pejabat struktural KPK. DPR telah menyetujui anggaran pengadaan mobil dinas jabatan untuk pimpinan, Dewas, dan pejabat struktural di lingkungan KPK yang ada dalam anggaran KPK 2021.
”Mengenai besaran rincian anggaran untuk hal tersebut saat ini belum final. Masih dalam pembahasan dan penelaahan bersama Kementerian Keuangan (Ditjen Anggaran) dan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), terutama terkait detail rincian pagu anggaran untuk masing-masing unit mobil dinas jabatan tersebut,” kata Ali.
Ia menambahkan, terkait jumlah unit akan mengacu pada Peraturan KPK tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK yang masih dalam harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Adapun besaran harga akan mengacu pada standar biaya sebagaimana peraturan Menteri Keuangan dan e-Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Wakil Ketua MPR, yang juga anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan, anggaran KPK dimulai dari pembahasan Kementerian Keuangan, Bappenas, dan KPK. Dari pembahasan tersebut diajukan ke DPR sebagai bagian dari Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
”Untuk KPK dibahas dahulu di Komisi III. Jadi, usulannya tentu dari pemerintah karena ini sebagai bagian dari RAPBN,” kata Arsul.
Menurut Arsul, sebelum pembahasan tersebut, KPK sudah cukup lama tidak mengganti mobil dinas pimpinan dan jajarannya. Karena itu, Komisi III menyampaikan bahwa mereka bisa mengajukan anggaran mobil dinas sebagaimana kementerian/lembaga lain.
Ia mengungkapkan, tugas DPR adalah menjalankan fungsi anggaran dengan didahului melihat kondisi dan kepantasan mobil dinas yang ada. Menurut Arsul, mobil dinas bisa diajukan penggantinya melalui anggaran tahun berikutnya.
”Soal setelah anggarannya disediakan mau digunakan atau tidak atau mau digunakan di bawah plafon anggaran yang disediakan, itu terserah KPK,” kata Arsul.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, KPK dilahirkan dengan semangat pemberantasan korupsi dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, salah satunya kesederhanaan.
Terkait hal itu, ICW mencatat, setidaknya terdapat dua momen yang disayangkan dari pimpinan KPK. Pertama, saat tetap melanjutkan pembahasan kenaikan gaji pimpinan KPK. Kedua, ketika mengusulkan anggaran untuk membeli mobil dinas.
Kurnia menegaskan, sebagai pimpinan lembaga antikorupsi, semestinya mereka memahami dan peka bahwa Indonesia sedang dilanda wabah Covid-19 yang telah memorakporandakan ekonomi masyarakat. Karena itu, tidak etis jika meminta anggaran untuk membeli mobil dinas hingga miliaran.