MAKI Hari Ini Akan Serahkan Tambahan Informasi Terkait Joko Tjandra ke KPK
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman hari ini direncanakan kembali menyambangi KPK untuk menyerahkan bukti tambahan terkait rangkaian perkara terpidana ”cessie” Bank Bali, Joko Tjandra.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aparat penegak hukum hendaknya tidak mengesampingkan informasi dari masyarakat dalam memberantas korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi akan melihat dan menelaah data-data yang diberikan masyarakat terkait perkara Joko Tjandra. Jika ada pihak yang terlibat, tetapi tidak ditindaklanjuti, KPK dapat langsung menanganinya.
Pada Rabu (16/9/2020), Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menyerahkan informasi kepada KPK terkait rangkaian perkara pelarian terpidana cessie Bank Bali, Joko S Tjandra. Informasi itu di antaranya salinan percakapan antara jaksa Pinangki dan advokat Anita Kolopaking serta Joko yang menyebut istilah ”king maker”.
Boyamin, Kamis (17/9), mengatakan akan kembali ke KPK pada Jumat (18/9) untuk menyerahkan bukti tambahan. ”Iya besok ke KPK (akan menyerahkan bukti tambahan terkait perkara Joko Tjandra),” ujarnya.
Sebelumnya, jelang gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Badan Reserse Kriminal Polri dan Kejaksaan Agung pada 11 September, Boyamin menyampaikan, KPK hendaknya mendalami aktivitas Pinangki dengan mantan kuasa hukum Joko Tjandra, Anita Kolopaking. Dalam rencana pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung untuk Joko Tjandra, mereka sering menyebut istilah ”Bapakmu” dan ”Bapakku”.
Selain itu, kata dia, KPK perlu mendalami beberapa inisial nama yang diduga sering disebut Pinangki, Anita, dan Joko Tjandra dalam rencana pengurusan fatwa. Mereka adalah T, DK, BR, HA, dan SHD.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berharap semua aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi, tidak mengesampingkan segala data, informasi, saran, dan masukan dari masyarakat.
Dia menjelaskan, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 memberi ruang sekaligus mengamanatkan besarnya arti peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Hal itu tertuang pada Pasal 41 dan 42 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000.
”Peran serta itu ditegaskan dalam Pasal 41 dapat berwujud seperti hak mencari, memperoleh, dan memberi informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. Termasuk di dalamnya hak untuk menyampaikan saran dan pendapat yang bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi,” tutur Nawawi.
Dia menegaskan, amanat undang-undang tersebut merupakan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia. Karena itu, aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, termasuk KPK, berkewajiban mempelajari dan menelaah segala sesuatu yang diberikan sebagai informasi oleh masyarakat.
Terkait dengan kasus Joko Tjandra, Nawawi mengungkapkan, KPK akan melihat dan menelaah data-data yang diberikan masyarakat. Jika ada nama-nama lain yang didukung bukti dan memiliki keterlibatan dengan perkara, baik terkait Joko Tjandra maupun Pinangki, tetapi tidak ditindaklanjuti, KPK dapat langsung menangani sendiri pihak yang disebut terlibat.
KPK dapat menanganinya terpisah dari perkara yang sebelumnya disupervisi. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 10A Ayat (2) huruf (a) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menegaskan, ICW sampai saat ini masih konsisten mendorong KPK mengambil alih penanganan perkara Joko Tjandra yang ada di Kejaksaan Agung dan Polri. Hal tersebut dibutuhkan untuk menjamin independensi dan obyektivitas untuk membongkar skandal korupsi Joko Tjandra.