Disoroti, Sinkronisasi Program Kerja Pusat dan Daerah
Akibat hilangnya pedoman GBHN, program kerja yang disusun calon presiden dan kepala daerah dinilai masih kurang sinkron dengan yang diamanatkan Pancasila. Buntutnya, visi-misi dan program hanya mengikuti selera pasar.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program kerja yang disusun oleh calon presiden dan calon kepala daerah dinilai masih kurang sinkron dengan apa yang diamanatkan dalam Pancasila. Hal itu merupakan dampak dari hilangnya pedoman Garis-Garis Besar Haluan Negara atau GBHN. Berdasarkan kajian MPR, program kerja kerap disusun mengikuti selera pasar, bukan program yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Basarah dalam webinar ”Visi NKRI melalui Pemilu dan Pilkada”, Senin (31/8/2020). Basarah mengatakan, saat ini, MPR sedang mengkaji tentang ketidaksinkronan program kerja nasional dan daerah itu. Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Namun, faktanya terkadang visi-misi dan program kerja kepala daerah seolah mencerminkan program kerjanya sendiri-sendiri.
Pada saat kampanye, calon kepala daerah umumnya membuat program kerja didampingi konsultan politik. Program kerja itu akan disusun dengan orientasi suara pasar sebagai strategi pemenangan. Akibatnya, program kerja yang disusun adalah program yang diinginkan oleh masyarakat, bukan program yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara itu, jika mengacu pada UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), tidak ada mekanisme yang mengatur tentang sinkronisasi program pusat daerah tersebut.
Saat ini, MPR sedang mengkaji tentang ketidaksinkronan program kerja nasional dan daerah itu. Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Namun, faktanya terkadang visi-misi dan program kerja kepala daerah seolah mencerminkan program kerjanya sendiri-sendiri. (Ahmad Basarah)
”MPR memandang penting untuk mengajak Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan stakeholder lainnya agar calon kepala daerah harus menyatakan visi-misi dan program kerja mengacu pada Pancasila. Ini juga berlaku pada visi, misi, dan program kerja calon presiden dan wakil presiden,” ujar Basarah.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan, mengenai penyusunan visi-misi dan program kerja calon presiden ataupun kepala daerah itu telah diatur dalam aturan tersendiri, yaitu UU Pemilu yang diimplementasikan dalam Peraturan KPU. KPU tidak mempermasalahkan apabila penyusunan visi dan misi itu harus mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Namun, KPU harus melihat kembali aturan perundang-undangan yang ada untuk mengakomodasi kepentingan tersebut.
”Khusus untuk pilkada serentak di tengah pandemi ini, KPU sudah sepakat dengan Kemendagri bahwa dalam visi, misi, dan program kerja yang disusun oleh calon kepala daerah dimasukkan program penanganan Covid-19 dan juga pembagian alat pelindung diri seperti masker,” kata Arief.
Masalah solidaritas bangsa
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeiry Sumampow mengatakan, pihaknya sepakat bahwa masih ada problem solidaritas kebangsaan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Hal itu merupakan proses biasa dalam konsolidasi demokrasi. Meskipun sudah berjalan 22 tahun, Indonesia masih terus membangun demokrasi ke titik yang stabil.
Oleh karena itu, Jeiry sepakat, jika MPR menggagas adanya regulasi kesesuaian antara visi, misi, program kerja calon presiden dan kepala daerah, hal itu harus sesuai dengan Pancasila.
Saya sepakat dengan MPR bahwa harus ada aturan tentang visi, misi, dan program kerja kandidat pemilu. Gagasan itu harus sesuai dengan program perencanaan pembangunan jangka panjang dan amanat konstitusi ataupun Pancasila. (Jeiry Sumampow)
Menurut dia, selama ini memang faktanya visi dan misi masih dirumuskan sebatas untuk meningkatkan elektabilitas calon. Visi dan misi belum didasarkan pada gagasan besar yang bersumber pada konstitusi dan haluan negara. Hal itu sesuai dengan semangat konsolidasi demokrasi dan kepentingan publik. Harapannya agar program kerja kandidat benar-benar disusun sesuai dengan kebutuhan jangka panjang bangsa.
”Saya sepakat dengan MPR bahwa harus ada aturan tentang visi, misi, dan program kerja kandidat pemilu. Gagasan itu harus sesuai dengan program perencanaan pembangunan jangka panjang dan amanat konstitusi ataupun Pancasila,” kata Jeiry.