Lebih Cepat dan Transparan, Sirekap Bakal Digunakan di Pilkada 2020
KPU menguji coba aplikasi rekapitulasi suara secara elektronik atau Sirekap. Sirekap rencananya digunakan di Pilkada 2020. KPU pun mempertimbangkan Sirekap menggantikan rekapitulasi suara secara manual dan berjenjang.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menguji coba aplikasi rekapitulasi elektronik atau Sirekap yang menurut rencana akan digunakan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020. Penggunaan aplikasi ini bakal mempercepat rekapitulasi hasil perolehan suara sehingga publik dapat lebih cepat mengetahui hasil pemilu. Selain itu, Komisi mempertimbangkan Sirekap menggantikan rekapitulasi suara secara manual dan berjenjang yang memakan waktu lama.
Uji coba aplikasi Sirekap digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (25/8/2020), dengan melibatkan pegawai KPU yang berperan sebagai petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) atau petugas yang menyelenggarakan pemilu di tempat pemungutan suara (TPS).
Sebelum uji coba, mereka harus terlebih dulu memasang Sirekap di ponsel masing-masing. Kemudian untuk kepentingan tabulasi, mereka harus memfoto beberapa bagian formulir C-KWK. Data yang harus difoto di antaranya perolehan suara setiap pasangan calon kepala-wakil kepala daerah, jumlah suara sah dan tidak sah, jumlah pengguna hak pilih, dan jumlah surat suara yang digunakan. Selain itu, petugas harus memfoto data administrasi kepemilihan berupa data pemilih, data pengguna hak pilih, data pemilih disabilitas, dan data penggunaan surat suara.
Aplikasi Sirekap ini telah dikembangkan bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 2019.
Komisioner KPU, Evi Novida Ginting, mengatakan, aplikasi Sirekap lebih cepat daripada aplikasi Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang sebelumnya digunakan KPU untuk merekapitulasi hasil suara secara elektronik.
Sebab, dengan Sirekap, formulir hasil penghitungan suara dari setiap TPS bisa langsung diunggah petugas KPPS. Ini berbeda dengan Situng. Data hasil suara hanya bisa diunggah oleh KPU kabupaten/kota setelah melalui proses rekapitulasi suara di tingkat TPS, kelurahan, dan kecamatan.
”Dengan Sirekap, hasil perolehan suara dapat diperoleh secara lebih cepat karena langsung dari TPS, tidak harus melalui kecamatan terlebih dahulu,” kata Evi.
Meskipun demikian, uji coba tersebut tidak berjalan dengan mulus. Salah seorang petugas KPU, Arif, harus mencoba memotret berkali-kali karena foto formulir C-KWK berkali-kali tidak terbaca di alat pemindai aplikasi. Akibatnya, data foto dari formulir C-KWK tidak bisa dikonversi dalam angka-angka.
Dia menduga hasil foto dari ponselnya kurang tajam sehingga meskipun sudah beberapa kali mengulang foto, tetap tidak terbaca di alat pemindai. ”Sepertinya kamera ponselnya kurang bagus sehingga datanya tidak terbaca. Saya sudah coba lebih dari lima kali tidak bisa juga,” kata Arif.
Petugas lain juga menemukan hasil konversi data tidak sesuai dengan yang tertera di formulir C-KWK. Dari data jumlah surat suara sah sebanyak 524, setelah dipindai, hasilnya hanya keluar 324.
Menurut Evi, apabila ada kesalahan dari konversi foto ke angka, petugas dapat mengulang pengambilan foto sebanyak dua kali. Jika setelah pengulangan data masih salah, petugas KPPS dapat melaporkan langsung ke operator Sirekap untuk dimasukkan datanya dalam Sirekap.
Bahan evaluasi
Menurut komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, hasil uji coba menjadi bahan evaluasi KPU sebelum Sirekap secara resmi digunakan. Selain uji coba itu, KPU akan melakukan simulasi Sirekap di daerah-daerah, salah satunya di Kabupaten Indramayu yang menurut rencana digelar bulan ini.
Setelah itu, KPU akan menggelar rapat pleno untuk memutuskan daerah yang diterapkan rekapitulasi suara dengan Sirekap saat Pilkada 2020.
Raka mengakui infrastruktur seperti jaringan internet dan kapasitas sumber daya manusia di daerah bisa jadi masalah untuk menerapkan Sirekap. Namun, untuk ini, KPU telah mengantisipasinya.
”Kendala terbesar dari sistem Sirekap adalah infrastruktur, terutama jaringan internet. Namun, petugas TI kami sudah menyiapkan bahwa rekap bisa dilakukan baik melalui online maupun offline. Data bisa ditunda pengunggahannya sampai ada jaringan internet,” kata Raka.
Rekapitulasi berjenjang
Raka juga mengatakan, KPU sedang mempertimbangkan Sirekap untuk menggantikan sistem rekapitulasi suara secara manual dan berjenjang yang selama ini dilakukan KPU di setiap pemilu. Namun, untuk itu, selain harus merevisi peraturan KPU terkait tata cara rekapitulasi suara, KPU harus mengomunikasikannya ke pemerintah dan DPR terlebih dulu.
Oleh karena itu, saat ini, target dari sistem Sirekap adalah percepatan transparansi hasil pemungutan suara. Dengan sistem ini, diharapkan masyarakat semakin cepat mengetahui hasil perolehan pemungutan suara. ”Dengan sistem ini, masyarakat diharapkan semakin cepat mengontrol hasil perolehan suara di setiap TPS,” ujarnya.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, M Afifuddin, mengatakan, pihaknya mendukung penggunaan Sirekap. Sebab, selama ini kecepatan penghitungan suara manual berjenjang serta transparansi hasil perolehan suara masih menjadi keluhan di masyarakat di setiap kali pemilu.
Meskipun demikian, Bawaslu meminta agar KPU memastikan Sirekap dapat berjalan baik sebelum akhirnya diputuskan untuk digunakan. Apalagi jika Sirekap ingin digunakan di Pilkada 2020, menurut Afifuddin, KPU patut mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19.
Dengan mengunggah foto yang dapat dikonversi menjadi data, otomatis pekerjaan KPPS akan bertambah. Kemungkinan, petugas juga dapat kelelahan jika terlalu banyak pekerjaan. Oleh karena itu, simulasi Sirekap diharapkan masuk dalam bimbingan teknis dan dapat disimulasikan sebelum diterapkan.
”Kendala-kendala teknis yang ditemukan hari ini agar dievaluasi oleh KPU agar tidak menjadi masalah pada hari penghitungan suara. Ini merupakan upaya yang bagus untuk mempercepat penghitungan suara, tetapi harus dilihat lagi unsur teknis dan juga peraturannya,” tutur Afifuddin.