Pegawai KPK dinilai rentan korupsi setelah dialihkan menjadi ASN sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meyakinkan, independensi KPK tak akan tergerus.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai rentan korupsi dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Hal tersebut terjadi karena budaya organisasi di KPK akan berubah.
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, Selasa (11/8/2020), dengan sistem kepegawaian yang lama, pegawai KPK berstatus independen. Namun, dengan adanya PP No 41/2020, budaya organisasi di KPK akan berubah menjadi subordinatif.
”Tanpa perintah, pekerjaan tidak akan jalan karena gaji sudah bertambah jadi tiga sumbernya. Selain itu, PP juga ini melahirkan budaya aparat yang ingin selalu dilayani,” kata Fickar.
Yang lebih mengkhawatirkan, menurut dia, akan tumbuh korupsi yang dilakukan para pegawai KPK dengan memanfaatkan kedudukan dan jabatannya, terutama ketika berhadapan dengan orang yang menjadi obyek pemeriksaan. Hal tersebut terjadi karena pola pengawasan internalnya sama dengan di birokrasi pemerintahan.
Berbeda dengan sistem kepegawaian yang lama, penggajian pada PP No 41/2020 menggunakan tiga cara. Selain gaji dan tunjangan, pegawai KPK juga dapat diberikan tunjangan khusus yang ditetapkan dalam peraturan presiden.
Jika melihat aturan PP No 15/2019 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, Golongan I menerima gaji pokok Rp 1.560.800-Rp 2.686.500, Golongan II menerima Rp 2.022.200-Rp 3.820.000, Golongan III menerima Rp 2.579.400-Rp 4.797.000, dan Golongan IV menerima Rp 3.044.300-Rp 5.901.200.
Jika melihat besaran gaji pokok tersebut, pegawai KPK akan tergiur untuk mencari tambahan seperti yang diungkapkan mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, yakni dengan membentuk berbagai kepanitiaan demi mendapatkan imbalan. Sistem penggajian seperti itu sulit dipertanggungjawabkan karena ukurannya tidak jelas (Kompas, 11 Agustus 2020).
Pada sistem kepegawaian yang lama, KPK memiliki model penggajian satu pintu. Pemakaian biaya di luar gaji dibayar sesuai dengan pengeluaran yang riil.
Menurut Fickar, sistem ini ikut menciptakan suasana jujur bagi setiap orang yang bekerja di KPK. Dengan status yang sekarang, yakni pegawai KPK menjadi ASN, sistem ini akan mendorong tergerusnya independensi KPK.
Meskipun revisi UU KPK menyatakan KPK independen dalam menjalankan fungsinya selaku penegak hukum, pada suatu saat KPK akan menjadi alat pemerintah yang berkuasa dalam mewujudkan keinginannya.
Punya kekhususan
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, PP ini merupakan turunan dari revisi UU KPK yang menimbulkan banyak masalah, salah satunya dalam sistem kepegawaian. Sebelum ada revisi UU KPK, KPK memiliki sistem kepegawaian yang bersifat khusus sehingga membuat lembaga ini menjadi efektif dan memiliki kinerja yang baik.
Kekhususan tersebut, yaitu adanya jaminan terhadap independensi pegawai KPK. Jika memang pegawai KPK menjadi ASN, seharusnya mereka juga mendapatkan kekhususan tersebut, seperti dosen. Dosen merupakan ASN, tetapi memiliki kekhususan, yakni memiliki kebebasan di bidang akademik. Hal serupa seharusnya juga dimiliki oleh pegawai KPK. Mereka harus memiliki independensi dalam menjalankan tugas. Mereka tidak boleh mendapatkan gangguan, termasuk dalam memperoleh gaji.
Menurut Oce, single salary system yang selama ini ada di KPK sudah tepat dan seharusnya diadopsi oleh lembaga lain. Sistem penggajian tersebut merupakan yang terbaik dalam perspektif antikorupsi dan reformasi birokrasi. Karena itu, ia berharap ada revisi dari PP No 41/2020. Sebab, PP ini telah merusak independensi dan kelembagaan KPK.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meyakinkan, terbitnya PP No 41/2020 tak akan menggerus independensi pegawai KPK. Ia mengatakan, pegawai KPK terlahir dari semangat dan pemahaman bahwa KPK adalah penegak hukum. Independensi adalah hal yang utama dalam menegakkan hukum.
”Independensi KPK terlahir karena penanaman kecintaan insan KPK pada Indonesia yang ditanam sejak perekrutan sampai dengan pembinaan dan kode etik KPK. Menyatakan sistem penggajian KPK setelah beralih menjadi ASN berdasarkan PP No 41/2020 akan menggerus independensi pegawai KPK adalah mengecilkan independensi pegawai KPK hanya karena gaji,” ujar Ghufron.