Kejaksaan Copot Jaksa yang Diduga Bertemu Joko Tjandra
Kejaksaan Agung mencopot oknum jaksa yang diduga bertemu buronan Joko Tjandra. Sanksi ini dijatuhkan karena oknum jaksa tersebut diketahui sembilan kali pergi ke luar negeri pada 2019 tanpa izin pimpinan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung mencopot oknum jaksa yang diduga bertemu buronan Joko Tjandra dari jabatannya. Sanksi disiplin ini dijatuhkan karena oknum jaksa tersebut diketahui sembilan kali pergi ke luar negeri pada 2019 tanpa izin pimpinan. Adapun terkait dugaan pertemuan dengan Joko Tjandra, masih ditelusuri oleh kejaksaan.
Oknum jaksa tersebut bernama Pinangki Sirna Malasari yang memiliki jabatan sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung (Kejagung).
”(Pinangki) terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapatkan izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali dalam tahun 2019,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Hari menjelaskan, perjalanan ke luar negeri tersebut adalah ke Singapura dan Malaysia. Perjalanan ke luar negeri tanpa izin pimpinan itu melanggar ketentuan dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 018/JA/11/1982 tanggal 11 November 1982 tentang Kesederhanaan Hidup, Surat Edaran Jaksa Agung Pembinaan Nomor B-1181/B/BS/07/19 87 tanggal 6 Juli 1987 perihal Petunjuk Pelaksanaan untuk Mendapatkan Izin Bepergian ke Luar Negeri, dan surat Jaksa Agung Muda Intelijen Nomor B- 012/D.1/01/1987 tanggal 8 Januari 1987 mengenai daftar isian clearance.
Selain itu, melanggar Pasal 3 Angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, yaitu pegawai negeri sipil wajib menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Pinangki juga dinilai melanggar ketentuan Pasal 3 Huruf a dan Pasal 4 Huruf a Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa. Pasal itu menyebutkan, dalam melaksanakan tugas profesi, jaksa wajib menaati kaidah hukum peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
Selain itu, dalam melaksanakan tugas profesi, jaksa dilarang menggunakan jabatan dan atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain.
”Bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya. Untuk itu Wakil Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa pembebasan dari jabatan struktural, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pasal 7 Ayat (4) Huruf c,” papar Hari.
Dugaan pertemuan Pinangki dengan Joko Tjandra sebelumnya terungkap dari foto bersama keduanya. Foto itu dilaporkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan, Jumat lalu.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga pertemuan terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 2019. Pertemuan diduga untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan kembali perkara pengalihan hak tagih utang Bank Bali yang menjerat Joko Tjandra. Joko berstatus buronan sejak 2009.
Sebelumnya, Anita Kolopaking, pengacara Joko Tjandra, menyatakan Joko saat ini nyaman menetap di Malaysia.
Adapun terkait video pertemuan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nanang Supriatna dengan Anita Kolopaking yang beredar di media sosial beberapa waktu lalu, Hari membenarkan adanya pertemuan tersebut. Pertemuan terjadi di ruang tamu Kajari Jakarta Selatan.
Namun, berdasarkan pemeriksaan Kejagung, pertemuan itu tak terbukti membahas soal Joko Tjandra seperti disampaikan dalam narasi penjelasan dari video tersebut.
”Di dalam pertemuan tersebut Kajari Jakarta Selatan menerima tamu seniornya yang dia tidak tahu seniornya ini membawa kawannya yang bernama Anita Kolopaking,” kata Hari.
Oleh karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan pelanggaran disiplin maupun kode etik perilaku jaksa, informasi dari media sosial tersebut dinyatakan tidak terbukti dan pemeriksaan oleh kejaksaan dihentikan.