Pejabat Bea Cukai Batam Terlibat Korupsi Importasi Tekstil
Direktorat Penyidikan pada Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka pada perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil tahun 2018 sampai 2020.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Penyidikan pada Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka pada perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil tahun 2018 hingga 2020. Agar hal serupa tak terulang, seluruh urusan perizinan harus dilakukan secara daring dan transparan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/6/2020), mengatakan, penetapan tersangka tersebut sesuai dengan surat perintah penyidikan yang dikeluarkan pada 27 April 2020 dan 6 Mei 2020.
Kelima tersangka tersebut adalah MM selaku Kepala Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Kantor Pelayanan Utama di Bea dan Cukai Batam, DA selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai di Bea dan Cukai Batam, HAW selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai di Bea dan Cukai Batam, dan KA selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai di Bea dan Cukai Batam. Adapun satu tersangka lainnya adalah IR selaku pemilik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP).
”Tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil ini dugaannya adanya pengurangan volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk. Mereka menggunakan surat keterangan asal yang tidak benar,” kata Hari dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, penyidik pada awalnya menemukan adanya 27 kontainer di Batam tanpa dilengkapi surat-surat dan selanjutnya ditemukan lagi 57 kontainer di Tanjung Priok, Jakarta. Hingga saat ini, tim penyidik menemukan total 556 kontainer.
Kejagung belum dapat menghitung nilai kerugian keuangan negara akibat korupsi tersebut karena setiap kontainer memiliki nilai yang berbeda. Saat ini, penyidik menyita dan menyegel gudang PT FIB dan PT PGP di Cakung, Jakarta Timur.
Mereka menyita beberapa barang bukti yang diduga berasal dari kejahatan atau yang ada hubungan dengan tindak pidana yang disangkakan. Kejagung juga telah memeriksa 49 saksi dan 3 ahli.
Manajer Departemen Riset Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko mengatakan, modus pengurangan atau peningkatan jumlah sudah sering terjadi. Modus tersebut biasanya terjadi dengan menyuap atau dengan dukungan pejabat di instansi terkait.
”Kalaupun tidak menyuap dengan uang tunai atau nontunai, biasanya dengan cara kickback (imbal jasa) kepada pejabat terkait. Swasta tidak mau memberikan suap karena takut dengan operasi tangkap tangan,” kata Wawan.
Wawan menyebutkan, ketika kontainer tersebut tidak dilengkapi surat-surat perizinan, biasanya telah terjadi penyelundupan. Agar hal serupa tidak terjadi lagi, ia menyarankan setiap perizinan dibuat secara daring dan transparan.